part 9

286 16 0
                                    

Malam yang ditunggu-tunggu Bella datang juga. Disaat Vani, Wahyu dan Verrel menyantap nasi dan lauk pauk dimeja, Bella justru asyik mengaduk-aduk makanannya sembari membayangkan kedatangan Ammar. Bella sengaja tidak memberi tahu mama dan papanya mengenai niat baiknya Ammar. Sesekali Verrel mendelik kearah Bella yang senyum-senyum sendiri. Diam-diam Wahyu memperhatikannya secara seksama.
"Sssst..." Verrel mengagetkan Bella dengan menyenggol kakinya.
"Eh iya..." Lamunan Bella seketika langsung buyar.
"Ting tong Ting tong...!" Terdengar suara bel berbunyi. Bella sangat yakin itu pasti Ammar. Tak pelak semua dibikin penasaran siapa yang bertamu malam-malam seperti ini.
"Biar Bella aja yang buka pintunya" dengan sigap Bella beranjak dari tempat duduk.
Begitu pintunya dibuka, seorang laki-laki tampan memakai kacamata dengan dibalut kemeja dan jas tersenyum menatapnya. Sungguh mata Bella tak ingin berkedip melihat penampilan Ammar yang begitu menawan. Ditambah dengan senyuman manisnya menyapa, waw maha ciptaan Tuhan yang sangat sempurna. Dengan sikap yang manis Bella mempersilahkannya masuk. Makasih!" Balas Ammar sambil duduk.
"Siapa bell...?" Tanya Wahyu menghampiri, tapi Bella hanya menoleh sembari menahan rasa takut.
Lalu disusul juga kemunculan Vani dan Verrel. Verrel berpikir mungkin kedatangan Ammar hanya sekedar ingin membahas masalah kegiatan kampus karena Ammar adalah Dosennya, tapi ternyata dugaannya salah besar. Saat ditanya oleh Wahyu apa maksud kedatangannya, Ammar berkata dengan lantang bahwa ia meminta restu untuk menikahi Bella. Semua tercengang. Wahyu menolak keras keinginannya. Vani meminta Wahyu untuk duduk agar bisa lebih tenang, tapi tetap saja Wahyu memperlihatkan keangkuhannya.
"Tapi saya benar-benar tulus mencintai Bella om" ucap Ammar serius.
"Saya bukan om kamu, paham, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, sebelum saya bertindak kasar" sahut Wahyu ketus.
"Nggak bisa begitu dong pa, kenapa papa ngelarang Bella menikah sama Ammar? Kenapa? Apa karena papa masih punya hati sama mamanya?" Pertanyaan Bella membuat Wahyu tersudut. "Kenapa papa diam?" Tanya Bella lagi saat Wahyu tak bisa bicara.
"Apa maksud kamu?" Wahyu semakin geram.
"Jangan papa pikir Bella nggak tau apa-apa tentang masa lalu papa" perkataan Bella agak mengancam.
"Terserah kamu mau bilang apa, yang jelas papa nggak akan pernah setuju kalau kamu menikah sama dia" sembari Wahyu menunjuk Ammar.
Ammar baru tau ternyata seperti ini sifat Wahyu yang sebenarnya. Verrel dan Vani semakin penasaran rahasia apa yang tengah disembunyikan mereka.
"Pa..." Verrel bermaksud ingin menenangkan suasana.
"PAARK..." jari jemari Wahyu menampar keras pipinya.
"MAS WAHYU...kamu benar-benar tega ya" Vani sedih melihat Verrel meringis memegangi wajah.
Sebagai Ibu, ia tidak tega melihat anaknya diperlakukan keras seperti ini oleh Ayahnya sendiri. Sorot mata Verrel begitu tajam menatap Wahyu. Tamparan keras itu membuat Verrel merasa kecewa dan marah. Ia bergegas pergi keluar, tapi Wahyu merampas kunci motor yang ada disaku celananya.
"Silahkan kamu pergi dengan sesuka hati kamu" Wahyu mengusirnya.
"Baik" sahut Verrel sedih.
Vani dan Bella ingin mencegahnya, tapi Wahyu mengancam mereka, sehingga Verrel meminta mereka untuk tidak usah mengkhawatirkannya.
"Verrel ini laki-laki ma, Verrel bisa kok hidup diluar sana tanpa embel-embel nama papa" ucap Verrel mengusap air mata Vani.
"Tapi mama nggak bisa Verrel..." Vani menggenggam erat tangannya agar tidak pergi, tapi Verrel terus membujuknya agar tetap tegar menjalani hidup.
Sangat berat bagi Bella melihat kepergian adik kesayangannya, tapi ia hanyalah seorang perempuan lemah yang tidak bisa apa-apa.
"Saya tidak menyangka, ternyata anda hanya seorang Ayah yang egois" ucap Ammar kepada Wahyu. "Permisi" Ammar lalu menyusul Verrel.

Andin mendatangi Bima di sekitar danau Sunter. Tempat itu bukan hanya tempat anak-anak  nongkrong, tapi juga sering digunakan sebagai tempat ajang balapan motor. Meskipun itu dilarang, tapi terkadang mereka tidak mengindahkan larangan tersebut. Mereka tetap saja melakukan balap liar setiap malam Sabtu dan minggu. Melihat kedatangan Andin, teman-teman nongkrongnya Bima mencoba menggodanya.
"Nggak usah diganggu itu temen gue" pinta Bima.
"Gue..." Andin sepertinya masih bingung.
"Udah ngomong aja ada apa?"
"Gue kesini mau minta bantuan lo"
"Bantuan...?" Bima tersenyum tipis. "Yakin lo mau minta bantuan sama gue? Lo kan sahabat baiknya Febby" Bima tidak begitu yakin.
Andin membisikkan sesuatu ke telinganya.
"Jadi, Andin suka sama Verrel, hmmm bagus..., Itu artinya gue bisa manfaatin Andin untuk mendapatkan Febby" Bima membatin sambil menatapnya.
"Gimana?" Tanya Andin.
"Oke, gue setuju, tapi lo jangan ngelakuin apa-apa kecuali ada aba-aba dari gue" jawabnya.
"Kok gitu sih? Itu namanya nggak fair" Andin tidak setuju.
"Kalau lo nggak mau, ya udah kita nggak usah kerjasama"
"Oke oke gue mau, tapi awas kalau gagal"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang