part 5

377 14 0
                                    

Setelah berpikir keras, akhirnya Bella memutuskan untuk menemui Ammar. Bella kemudian meraih kunci mobil dan bergegas keluar. Kamu mau kemana malam-malam begini?" Tanya Wahyu yang baru pulang dari kantor. Ada urusan sebentar pa!" Kata Bella.
"Ya urusan apa?" Tanya Wahyu marah-marah.
Masalah kantor yang tak kunjung selesai rupanya membuat Wahyu jadi sensitif, sehingga ia melampiaskan kemarahannya kepada Bella. Ditambah lagi pengganti Febby yang mengundurkan diri sampai sekarang belum ada.
"Kenapa sih mas pulang-pulang malah marah-marah nggak jelas? kepikiran sama Naya iya?" Tanya Vani muncul dibelakang Bella.
"Ini nggak ada hubungannya sama Naya" bantah Wahyu.
"Kalau nggak ada hubungannya kenapa mas sepertinya menutupi sesuatu?" Pertanyaan Vani kali ini membuat Wahyu tercekat.
Melihat perdebatan yang ntah kapan selesainya, Bella tak mau ambil pusing. Ia tetap pergi menggunakan mobil.
"BELLA..." panggil Wahyu.
"Nggak usah mengalihkan perhatian mas" sindir Vani.
Tak ingin meneruskan perdebatan, Wahyu nyelonong masuk ke kamar. Aku yakin pasti ada sesuatu yang kamu rahasiakan dari aku mas, awas aja kalau kamu selingkuh!" Vani membatin.
Sampai di cafe permata indah, Bella mencari sosok Ammar tapi tidak ada siapa-siapa. Yang ada hanya sebuah meja yang sudah di setting sedemikian rupa dengan lilin yang sudah menyala. Disekelilingnya juga bertaburan bunga-bunga cantik. Hatinya ikut tersenyum dan terhanyut dalam suasana romantis. Tak berapa lama, muncullah seseorang dengan menunjukkan tulisan you marry me? Sungguh itu membuatnya bingung, tapi Bella sangat tersentuh. Dulu ia pernah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki, tapi laki-laki itu justru meninggalkannya tanpa sebab. Setahun berlalu, kini ada sosok Ammar yang menyatakan perasaannya, padahal Ammar belum terlalu mengenal dirinya. Dengan perasaan gugup, Ammar menurunkan tulisan yang dipegangnya itu. Ia tampak menunduk malu, karena tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Bella.
"Kenapa? Kenapa kamu lakuin ini sama saya?" Tanya Bella masih berdiri. "Kamu kan belum terlalu mengenal saya"
"Hati saya yang mengatakan kalau saya yakin dengan kamu" jawab Ammar agak menunduk, ia tak dapat menatapnya secara langsung.
"Kalau memang kamu yakin dengan perasaan kamu, kamu lamar saya dihadapan kedua orangtua saya" ucap Bella setelah beberapa saat terdiam.
Tanpa ba-bi-bu Bella meninggalkan Ammar dengan kegalauan, sedangkan Ammar menatapnya lekat sampai bayangan Bella menghilang.
"Saya akan melamar kamu didepan orangtua kamu, itu janji saya" tekad Ammar tersenyum manis.
Walaupun minuman yang sudah tersedia tidak tersentuh, tapi Ammar tetap tersenyum. Ammar merasa seperti baru mendapatkan angin segar yang setelah sekian lama tidak ia dapatkan.

Saat Wahyu berada didalam kamar mandi, ponsel Vani berdering dari genggamannya. Vani cepat-cepat menerima telepon tersebut karena itu telpon dari Juan. Juan mengabarkan kalau ia sudah mendapatkan info tentang siapa Naya. Vani mendesak Juan agar tidak bertele-tele, karena ia takut Wahyu mendengarnya. Vani keluar dari kamar sambil mendengarkan penjelasan dari Juan.
"Jadi Naya adalah pacarnya mas Wahyu sebelum menikah dengan saya?" Tanya Vani.
"Iya betul bu"
"Oke makasih infonya"

Sambil membuka pintu rumah, Ammar mengucapkan salam dengan sumringah. Wajah Ammar yang begitu happy membuat Naya penasaran ada apa.
"Febby mana ma?" Riang Ammar.
"Kok Febby sih yang ditanyain, kan dirumah cuma ada mama" Naya terlihat ngambek.
"Bukannya gitu, soalnya ini ada berita penting, makanya Ammar nggak pengen cuma mama aja yang denger, tapi Febby juga harus tau" Ammar mengajaknya duduk biar lebih santai.
"Febby lagi ada kegiatan kampus, jadi dia nginep di sana"
"Oia, Ammar baru inget Febby ikut UKM FFI ma"
"Tadi kamu mau ngasih tau apa?" Tanya Naya.
"Ammar mau ngelamar Bella" jawab Ammar tersenyum.
"Mau ngelamar...?" Naya kaget.
Ammar membisikkan sesuatu ke telinganya, kemudian masuk ke kamar.
Sementara itu, Bella melamun didalam kamar. Gimana seandainya Ammar benar-benar datang melamarnya? Ternyata Bella masih belum yakin dengan kesungguhan Ammar. Saya pengen tau seserius apa sih pak Ammar itu!"

Paginya di desa Priangan, Febby memandangi sungai dari atas jembatan. Sesekali ia melemparkan batu-batu kecil ke sungai tersebut sambil menggerutu. Kenapa sih gue bisa mengagumi cowok yang nggak punya hati?"
Di tempat yang sama, Verrel sedang memotret pemandangan di sekitarnya. Lingkungan yang masih asri dan dikelilingi pepohonan yang rindang membuatnya bettah berlama-lama. Ternyata disini pemandangannya bagus banget!" Pujinya sembari memotret, namun matanya tertuju pada Febby yang sedang melempar sesuatu ke sungai.
Verrel menatap Febby dari kameranya. Beberapa kali ia mengambil gambarnya. Dan ternyata sendal yang dipakai Febby terjatuh sehingga Febby spontan berteriak. Verrel berlari menghampiri Febby yang turun ke sungai untuk berusaha mengambil sendalnya. Di saat Febby mencoba menggapai sendal tersebut tiba-tiba kakinya terpeleset, namun dengan sigap Verrel menangkap tubuhnya. Kedua mata mereka pun saling bertemu. Sementara dari kejauhan si Andin sahabatnya Febby berteriak memanggil manggil. Mendengar teriakan tersebut Febby langsung berdiri.
"Elo..., Lo kok bisa ada disini? Jangan-jangan lo sengaja ngikutin gue, iya kan? Ayo ngaku" tuduh Febby.
"Siapa juga yang ngikutin lo, jangan kepedean" bantah Verrel.
"Terus lo ngapain disini?"
"Gue anggota FFI, karena fotografer itu hobby gue, sedangkan lo, lo kan pengen jadi artis terkenal, jadi nggak mungkin banget kan lo ikut kegiatan kayak gini"
"Itu dulu, sekarang udah nggak lagi" jelas Febby menepis tangan Andin yang sepertinya ingin menyodorkan tangan kepada Verrel.
"Lo inget gue kan, gue Andin temen sekelas lo juga" ucap Andin genit.
"Iya gue tau" sahut Verrel.
Namun justru Febby menarik Andin yang ingin kembali menyodorkan tangan kepada Verrel.
"Terus sendal lo gimana?" Tanya Andin.
Di waktu yang sama Verrel menggapai sendal Febby yang masih tersangkut di bebatuan. Verrel berlari mengejar Febby dan memberikan sendal tersebut.
"makasih" ucap Febby dingin, ia memakai sendal tersebut dan berlalu, sedangkan Verrel hanya manyun meninggikan bahu menatapnya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang