part 65

216 17 0
                                    

Lisa jengkel dengan sikap Andin. Padahal ia ingin membantu supaya Bima mau bertanggungjawab, tapi Andin malah seperti tak peduli.
"Kali ini aku nggak bisa diem aja, aku harus cari Bima sampai ketemu"
Lisa bergegas keluar menggunakan mobil. Ingin mencari ke kampus tapi kebetulan ini hari Minggu. Otomatis Bima tidak akan ada di kampus. Sambil menyetir, ia kembali menghubungi Andin, tapi sayang tidak diangkat.
"Nggak diangkat angkat lagi"
Didalam hati Lisa menyalahkan Vani, karena Vani menolak Andin untuk  jadi tunangan Verrel.

Usai berbelanja keperluan rumah dan susu kotak untuk Febby, Verrel mengantar Febby pulang. Terus ia buru-buru mengeluarkan motor dari garasi.
"Lho, itu kan suara motor Vibi, memangnya Vibi mau kemana?" Gumam Febby yang membereskan belanjaannya ke dalam kulkas.
Ia bergegas keluar, tapi Verrel sudah keburu pergi.
"Kok dia pergi nggak bilang-bilang sama aku sih? Aneh banget...?"
Febby lalu menghubungi Wira, tapi tidak diangkat. Menghubungi Aldo juga sama saja. Terakhir menghubungi Livia yang sedang memakai motor matic.
"Iya feb" jawabnya setelah berhenti dan menanggalkan helm.
"Verrel ketemuan sama Wira atau Aldo nggak sih?"
"Mmm kayaknya nggak deh, soalnya tadi Wira sama Aldo katanya mau nemuin pak Ammar"
"Oh ya udah deh"
Sementara itu, Verrel mengamati lahan kosong yang ada didepannya. Saat berbalik ke belakang, Bima dan geng-gengnya sudah berdiri tegak sambil memeluk kedua tangan.
"Ternyata nyali lo kuat juga ya" ucap Bima.
Tapi Verrel hanya menatapnya tajam tanpa sepatah katapun.
"Pokoknya lo harus habisin dia, jangan sampai dia lolos, karena gue harus urus yang satunya" bisik Bima pada teman sebelahnya.
"Oke"
Bima buru-buru pergi.
"MAU KEMANA LO PENGECUT...?" tantang Verrel.
"MAU MENJEMPUT IMPIAN GUE..." teriak Bima sambil kegirangan.
Verrel tau ini pasti ada hubungannya dengan Febby. Lantas ia berlari mengejar Bima, tapi salah satu dari mereka melempar Verrel dengan kayu.
"BUGG..." kayu itu tepat mengenai punggungnya.
Verrel dihajar habis-habisan sampai tak berdaya saat mau bangkit. Salah satu dari mereka juga sengaja menginjak tubuh Verrel saat hendak pergi meninggalkannya. Tapi belum jauh mereka pergi, Verrel mampu bangkit dan melempar kayu itu.
"AAAGH..." salah satunya terpekik kesakitan karena tepat mengenai kaki.
Yang lainnya kembali ingin menghajar Verrel, namun Verrel berhasil mengecoh mereka satu persatu ke tempat lain.
"Mana dia?" Mereka kebingungan karena Verrel menghilang entah kemana.
"Aaagh sial, pasti dia kabur" salah satunya menekan pinggang menahan emosi.

Wahyu memperhatikan Anice yang asyik menikmati es cream di taman bermain sambil memegang boneka yang tidak terlalu besar.
"Kenapa om? Om mau ya?" Dengan polosnya Anice bertanya.
"Kata siapa om mau, om cuma senang aja bisa ngajak kamu main"
"Memangnya om nggak punya anak?"
"Anak om udah gede-gede udah menikah, mana bisa diajak main kayak gini" Wahyu kemudian teringat dengan Bella dan Verrel waktu masih kecil. Kala itu ia sangat senang bisa mengajak mereka liburan bersama ke luar kota. Tapi wajahnya kembali berubah masam mengingat mereka yang membangkang, tak mau menuruti keinginannya.
"Semenjak mereka mengenal anak-anaknya Naya, mereka sudah seperti orang lain, bahkan mereka tidak mematuhi perintahku" lirihnya pelan.
"Apa om?"
"Oh bukan, Oia, Anice mau kan ikut sama om, nanti kita bisa main lagi"
Bujuk rayuan Wahyu membuat Anice luluh dan mengikutinya.
Sementara Rifki sibuk mencarinya ke sana kemari.
"Anice kamu dimana?" Rifki mengeluh panjang. Ia bertanya pada orang-orang disekitarnya dengan menunjukkan foto Anice di ponsel. Apakah mereka melihat anak dengan ciri-ciri tersebut?" Namun ia semakin khawatir karena tak ada seorangpun yang melihat Anice.
Ternyata Wahyu membawa Anice ke rumah yang sudah disewanya. Rumah tersebut agak jauh dari keramaian, sehingga Wahyu berpikir Rifki tidak akan bisa menemukannya. Dengan otak yang cerdik, Wahyu sudah menyiapkan berbagai macam permainan anak-anak perempuan dirumah itu.
"Waah banyak banget om mainannya" riang Anice.
Anice sudah ditinggal mamanya dari sejak kecil, jadi Rifki kurang memperhatikannya. Bahkan Rifki tidak pernah memanjakan Anice dengan berbagai macam mainan, sehingga Anice senang mendapat mainan itu meskipun itu mainan anak kecil.
"Gimana kamu suka nggak?"
"Suka banget om, soalnya waktu kecil, Anice nggak pernah punya mainan seperti ini"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang