part 4

424 14 0
                                    

Sementara Wahyu mengajak Verrel masuk ke kantornya. Sesaat kemudian ia memperhatikan para karyawan yang sedang sibuk bekerja.
"kenapa papa ngajak Verrel kesini?" Tanya Verrel.
"sebelumnya kamu kan belum tau seperti apa pekerjaan papa, lagian ini pertama kalinya kamu ke kantor papa, iya kan?" Mereka memasuki ruangan pribadi.
"Verrel..." Vani yang sudah berada di ruangan itu kaget sekaligus senang.
"mama..." Verrel spontan memeluknya.
Sambil berbincang-bincang mereka melepas rindu tanpa menghiraukan Wahyu, tapi Wahyu bisa memaklumi itu.
"ya udah kalau gitu, mama akan masak kesukaan kamu" riang Vani.
Verrel izin ingin pergi toilet. Tidak lama dari itu, Febby dan Naya masuk ke ruangan mereka diantar oleh sekretarisnya Wahyu.
Pertemuan tersebut membuat mereka saling terkejut. Terlebih lagi dengan Naya, ia sudah menduga kalau production house itu pasti milik Wahyu. Dulu sewaktu mereka masih berpacaran, Wahyu justru meninggalkan dirinya dan menikah dengan Vani. Hal tersebut membuatnya sakit hati. Sampai suatu saat ia bertemu dengan laki-laki sebagai penghibur hati dikala ia sedih. Dia adalah papanya Febby. Rasa sakit itu ternyata masih dirasakan Naya sampai sekarang. Wahyu benar-benar bingung ingin bicara apa, sedangkan tatapan Naya terus tertuju padanya. Ada apa sebenarnya diantara mereka?" Batin Vani jadi bertanya-tanya begitu melihat raut wajah keduanya. Febby juga bingung kenapa. Naya menarik tangan Febby mengajaknya pulang, tapi Wahyu menahannya dengan mempersilahkannya duduk.
"Tidak perlu" tolak Naya mentah-mentah.
"intinya saya mau keluar dari project ini pak, maaf saya permisi" Febby buru-buru keluar bersama Naya.
"NAYA..." Wahyu mengejarnya, namun langkahnya terhenti saat Vani memanggilnya.
"Siapa Naya? Tolong jelasin mas" pinta Vani.
"Bukan siapa-siapa dia cuma temen kuliahku dulu" Wahyu berusaha menutupi kebenaran.
"Aku nggak percaya"
"Memang kenyataannya seperti itu kok" namun didalam hati Wahyu meminta maaf karena sudah membohonginya.
"Ini ada apa? Kok tadi Verrel denger kayak ada suara ribut-ribut?" Tanya Verrel tiba-tiba muncul.
"Nggak ada apa-apa" jawab Vani melirik Wahyu sekilas. "Mama nggak bettah disini, mama mau pulang"
Setelah mereka pulang, Wahyu memikirkan Naya. Ternyata dunia ini sangat sempit, kenapa aku bisa ketemu lagi sama Naya? Seandainya Vani curiga tentang hubunganku dulu, aku harus bilang apa? Aaagh..." Wahyu semakin pusing, ia tidak bisa berpikir.

Matahari yang begitu terik membuat Bella ingin cepat sampai ke koridor kampus, tapi terik matahari tiba-tiba berubah jadi redup. Disampingnya juga sudah ada seseorang yang tampak berdiri tegap sembari memayunginya. Orang itu tak lain adalah Ammar. Meskipun jantungnya terasa dag dig dug, tapi kekuatan cinta membuatnya berani untuk berada didekatnya. Bella tertegun menatapnya.
"Saya boleh tau nama kamu" ucap Ammar grogi, ia bingung apakah harus memperkenalkan diri atau tidak.
"Nama saya Bella" Bella lalu bergegas menelusuri koridor ingin menuju tempat meeting.
Ternyata Ammar juga menuju tempat yang sama. Sebagai Dosen yang terbilang masih muda, Ammar dipercaya menjabat sebagai pengawas kegiatan mahasiswa. Berhubung kampus akan mengadakan event, maka Ammar ikut serta dalam rapat yang akan diselenggarakan beberapa menit lagi. Didalam ruang meeting, semua dewan direksi sudah menempati tempatnya masing-masing, termasuk Bella. Ammar juga menempati tempat duduk yang sudah tersedia. Sekilas ia menatap Bella yang fokus membuka laptop. Ditengah keheningan, Bella membuka pembicaraan dengan mengawali basmalah dan salam.
"Sebentar lagi kampus kita akan mengadakan ulang tahun yang ke 20, jadi saya harap kali ini kita bisa mengadakan event dengan biaya yang minim" ucap Bella menjelaskan.
Terdengar dari beberapa dewan direksi saling berkomunikasi, sementara Ammar berusaha mencari ide untuk masalah ini. Setelah dipertimbangkan, Bella tahu siapa yang pantas untuk menangani event ini. Duh, gimana nih?" Ammar membatin, tiba-tiba saja ia ditunjuk jadi koordinator usaha dana. Gimana ya? Saya kan belum pengalaman! Apa yang harus saya lakukan?" Pikirnya.
Nggak ada angin, nggak ada hujan, ia merasa bagai tersambar petir di siang bolong. Barusan Bella menunjuknya menjadi koordinator usaha dana untuk event ulang tahun kampus tanpa babibu. Bingung, galau, bimbang, dan gelisah menggelayuti. Secara Ammar belum pernah sama sekali menangani soal mencari uang.
"Gimana? Apa pak Ammar bersedia?" Tanya Bella kemudian.
"Insyaallah bisa" jawab Ammar tanpa penolakan sedikit pun, padahal jauh di lubuk hati ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Oke, kalau begitu rapat kita cukup sampai disini" Bella membereskan laptopnya terlebih dahulu, sedangkan yang lain beranjak keluar.
Kini tinggallah Bella dan Ammar didalam ruangan. Rupanya tadi Ammar menyelipkan surat singkat didalam buku agenda Bella. Ammar sangat berharap Bella membukanya, tapi Bella justru menutup buku agendanya. Ada perasaan kecewa dihati Ammar.
"Apa ada yang mau ditanyakan?" Tanya Bella ingin keluar, tapi Ammar hanya menggeleng pelan.
Sambil berjalan, Ammar menatap Bella dari belakang.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang