part 155

109 16 9
                                    

Di parkiran kampus, Ammar segera keluar dari mobilnya, menghampiri Bella yang baru saja keluar dari taksi. Setelah berada di depan kantor, Bella meraba saku ingin meraih ponsel, tapi ternyata ponselnya tidak ada.
"Apa jangan-jangan, tinggal di taksi tadi? Aduh..." Bella kembali ke depan dengan tergesa-gesa, sampai menubruk Ammar. "Maaf... "
"Kamu kenapa? Kok kayak buru-buru gitu?" Tanya Ammar, namun Bella masih bingung. "Ada apa? Ayo cerita"
"HP saya kayaknya ketinggalan di taksi tadi deh"
"Oke biar saya aja yang nyari taksinya"
Bella bengong menatap Ammar yang berlari ke depan pintu masuk kampus. Di depan, taksi yang di naiki Bella tadi sudah tidak ada. Lantas Ammar berlari ke tepi jalan.
"TUNGGU..." Ammar berteriak memanggil-manggil taksi yang bergerak di ujung jalan. "TAKSI...TUNGGU...TAKSI..." Tapi supir taksi itu hanya meliriknya dari kaca spion.
"Ngejar siapa sih?" Pikir sang supir memperlambat taksinya.
"Lagi ngejar siapa pak?" Tanya Wira menepikan motor.
Langsung saja Ammar naik di belakang jok motornya. "Ayo kejar taksi itu"
Wira memacu motornya mengejar taksi yang di maksud Ammar.
"Ayo lebih cepat" Perintah Ammar menepuk bahunya.
"BERHENTI..." Teriak Wira setelah berdampingan dengan taksi itu.
"Saya?" Si supir masih tak mengerti sambil menunjuk dirinya sendiri.
"IYA..." Jawab Ammar.
Mereka sama-sama menepikan kendaraannya di pinggir jalan.
Si supir kaget mendengar suara ponsel berdering kencang di bawah jok belakang. Tanpa menghiraukan panggilan panggilan Wira, ia meraih ponsel itu.
"Hallo..." Ucap Ammar mengetesnya dengan keras, sementara si supir  ingin menutup teleponnya, karena  si supir berpikir kalau yang menelepon bukan Ammar. "Maaf, itu HP istri saya, jadi tolong kembalikan"
"Yakin ini punya istri bapak"
"Apa bapak tidak lihat yang nelpon barusan siapa? Saya" Ammar menunjuk dirinya sendiri dengan tegas.
"Oh iya, kalau begitu saya minta maaf, saya juga baru tau kalau ada HP yang ketinggalan di taksi saya" Supir itu kemudian mengembalikan ponselnya pada Ammar.
Dari dalam ruangan pribadinya, Bella gelisah menunggu kabar Ammar.
"Tok tok tok, assalamu'alaikum..." Ammar masuk menghampirinya.
"Gimana? HP nya ketemu?"
Ammar menggeleng sambil memasang wajah kecewa.
"Hmm..." Bella menghela nafas pasrah membalikkan tubuh ingin duduk, tapi tiba-tiba Ammar menyenggol pundaknya menggunakan ponsel itu. "Ini HP saya mas, tadi katanya tidak ketemu" Kagetnya menyunggingkan senyuman sembari mengamati ponselnya.
Ammar membalas senyumannya. "Kan tadi saya cuma menggeleng bukan bilang tidak ketemu"
"Ya udah makasih ya mas"

Sebelum ke cafe, Feverr mampir di kedai es kelapa muda terlebih dahulu. Febby sebenarnya heran mereka mau ngapain. Masalahnya Verrel masuk dengan berlagak mau ngupas kelapa mudanya sendiri, sedangkan selama ini Verrel tidak pernah yang namanya megang pisau segede itu. Febby takut kalau sampai Verrel salah menggunakannya, secara pisau yang di pegang sepertinya tajam sekali.
"Udah Ayah duduk aja mau ngapain sih?" Febby membujuk Verrel untuk kembali duduk.
"Ayah mau ngupas kelapa buat bunda, biar lebih spesial" Dengan pede Verrel berbicara sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Awas ya kalau nggak bisa"
"Ya bisa lah, tenang aja, bunda liat ya"
Verrel kemudian berjongkok meniru abang penjual es kelapa muda yang ingin mengupas kelapa muda pesanan pelanggan, namun gaya Verrel justru mengundang Febby tertawa terbahak-bahak. Gaya itu tidak ada bedanya seperti orang yang mau buang air besar.
"BUG BUG BUG..." Si Abang berhasil membuka kelapa muda itu dalam tiga tebasan.
Setelah melihatnya, Verrel pun mulai mempraktekkannya, namun apa yang terjadi? Febby justru sakit perut menahan tawa, karena tebasannya beberapa kali meleset.
"Kok susah banget sih?" Gerutu Verrel.
"Udah nggak bakal bisa" Ejek Febby.
"Oke, aku akan coba sekali lagi" Verrel masih bersikeras ingin mencoba meskipun si Abang sudah melarangnya.
Namun lagi-lagi Verrel gagal mencobanya, sehingga ia cuma bisa tertawa karena menahan malu sembari memberikan pisau kepada si Abang.
"Kok aku nggak bisa ya aneh deh..." Verrel masih tak percaya dengan kemampuannya yang tak bisa membuka kelapa muda itu, padahal si Abang melakukannya dengan begitu mudahnya.
"Karena Ayah itu nggak punya bakat" Sahut Febby.
"Kok bisa sih bang gampang banget kayaknya" Ucap Verrel sembari duduk didekat Febby.
"Ya karena udah terbiasa" Sahut Abang memberikan dua kelapa muda itu di meja mereka.
          Di sisi lain, si kembar mulai berencana ingin ke kebun binatang. Namun rencana itu di dengar oleh bu Rahmi. Bu Rahmi sempat terkaget-kaget, kok bisa anak masih sekecil mereka sudah berencana seperti itu.
"Sebelum mereka kabur, sebaiknya saya kasih tau mas Verrel aja" Batin bu Rahmi yang terus mengamati mereka yang lagi bisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan, bikin ia penasaran saja.
Bu Rahmi cepat-cepat ke kamar mengambil ponsel, menghubungi Verrel yang sedang asyik menatap Febby menyedot air kelapa muda.
"Iya kenapa bu?"
"Si kembar kayaknya mau itu den"
"Iya itu apa bu?"
"Mmm mereka katanya mau ke kebun binatang sekarang juga"
"Sama siapa bu?" Verrel masih biasa-biasa saja tanpa ekpresi.
"Nggak tau den"
"KOK NGGAK TAU BU...? KALAU NGGAK ADA YANG NGEDAMPINGI MEREKA JANGAN KASIH IZIN KEMANA-MANA, POKOKNYA AWASIN TERUS JANGAN SAMPAI MEREKA PERGI SENDIRI..."
"Oh iya iya den"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang