part 73

174 17 0
                                    

"Karena semua ini gara-gara lo, lo yang menyebabkan gue bisa nekad dan berbuat konyol kayak gini"
"Sekarang gue minta lo pergi" Livia menunjuk arah pintu.
"OKE GUE AKAN PERGI, PUAS..." bentak Wira menahan amarah, tapi tanpa sadar ia ingin keluar dari jendela itu.
"Itu jendela bukan pintu keluar"
Wira lalu keluar melewati pintu yang ditunjuk Livia.

Saat Verrel membantu Febby melipat pakaian didalam kamar, bang Rian meneleponnya. Sontak mata Febby menoleh kearah ponsel yang tergeletak diatas meja. Entah kenapa ia takut banget kalau panggilan itu dari Nasya.
"Iya hallo bang?" Verrel menerima telepon tersebut.
"Untung aja bukan dari si ono" gerutu Febby dalam hati.
"Pokoknya kamu harus datang sekarang juga ke kantor" pinta Rian.
"Memangnya ada masalah apa ya?"
"Nanti saja kita bicarakan di kantor ya"
Usai menutup telepon, Verrel berpamitan pergi. Baru saja Verrel mengeluarkan mobil, Febby mengeluh sakit perut. Febby merasakan ada pergerakan didalam perutnya.
"AAAaa..."
teriakan kencangnya memenuhi ruangan saat terbayang melahirkan bayi kembar tiga sekaligus. Ia sudah parno membayangkan betapa sakitnya melahirkannya nanti. Air matanya juga sudah menetes duluan.
"Kalau nanti aku ngelahirin, pokoknya Vibi harus ada disamping aku titik, awas aja kalau dia alasan takut darah atau jarum suntik segala macam!" Ia menggerutu panjang.
Tampak Verrel memasuki ruangan Rian. Eh entah secara kebetulan atau memang disengaja Nasya juga muncul disaat yang bersamaan. Rian mempersilahkan mereka duduk.
"Kok tiba-tiba kita dipanggil? Memangnya ada apa bang?"
"Saya minta kalian menjalin hubungan spesial di depan publik"
Mereka tercengang saling lirik. Teringat wajah Febby, Verrel menolaknya mentah-mentah. Itu membuat Rian marah.
"Cuma didepan publik aja apa susahnya sih?"
"Tapi saya nggak mau menyakiti Febby bang"
"Verrel, ini cuma didepan publik aja kok, setelah itu ya kembali seperti biasa"
"Maaf saya nggak bisa" tolak Verrel lagi sembari bergegas pergi.
"Ingat saya kasih waktu sampai besok" tegas Rian, tapi Verrel tak menoleh sama sekali. "Kamu harus bujuk dia kalau mau karir kalian tetap bersinar"
"Mmm iya bang" sahut Nasya.
Nasya mengejar Verrel dan menghadang mobilnya yang ingin melaju. Untung saja Verrel menginjak rem tidak menabraknya. Nasya masuk ke dalam mobil itu tanpa izin terlebih dahulu.
"Kita harus bicara"
"Ya "Ya kalau masalahnya itu mendingan nggak usah deh"
"Tapi ini demi karier kita juga, coba deh lo pikirin lagi"
"Gue harus mikir dua kali untuk yang satu ini"
"Oke, tapi ingat rel, jangan lo hancurin kesempatan ini" Nasya mengingatkannya dan lekas turun.
Verrel memacu kendaraannya dengan kencang.

Kita lanjut pada Ammar yang baru saja mendapatkan taksi setelah lama menunggu dipinggir jalan. Ammar meminta supir agak cepat karena ada Ibu-ibu yang ingin melahirkan. Setelah sampai didepan mereka, Ammar dan supir membantu si Ibu masuk ke taksi.
"Saya mohon kalian juga ikut" pinta si Ibu dengan nafas naik turun.
"Ya udah kita nyusul pakai motor ya Bu" ucap Bella setelah berpikir.
Namun dari raut wajahnya, sepertinya Ammar kurang menyetujui keputusan Bella.
"Ayo cepat pak" pinta si Ibu kepada supir yang masih bengong memperhatikan mereka berdua.
"Udah yuk kita susul" ajak Bella setelah taksi itu berlalu.
Walaupun sebenarnya berat, tapi Ammar tak ingin mengecewakan istrinya itu. Mereka menembus cuaca dinginnya malam menuju Rumah Sakit. Sampai diruang persalinan, ternyata si Ibu sudah melahirkan bayi seorang perempuan dengan selamat. Dan bayi itu baru selesai dimandikan oleh suster. Tentu saja Bella dan Ammar sangat senang. Bella ingin sekali menggendong bayi tersebut disaat si bayi tertidur pulas disamping Ibunya yang masih lemas. Tapi matanya berkaca-kaca mengingat kata-kata Febby yang tak akan memberikan anaknya kelak. Kata itu seperti pisau yang menyayat hatinya.
"Oia, siapa nama kamu?" Tanya si Ibu pada Bella.
"Bella bu" jawabnya tersenyum.
"Karena kalian sudah menyelamatkan Ibu, maka Ibu akan kasih nama bayinya seperti nama kamu"
"Bella memang nama yang bagus" puji Ammar menggenggam tangan Bella.

Saat terlelap tidur, Febby mengalami mimpi yang menurutnya sangat menjengkelkan dan menyakitkan hati. Didalam mimpinya, Nasya tengah menggoda Verrel yang sedang berganti kostum diruang ganti. Jelas saja Febby tak terima. Febby langsung melabrak Nasya dan melayangkan tamparan padanya. Tapi dengan cepat Nasya menepisnya.
"Lo kenapa sih feb?" Ketus Nasya.
"Lo yang apa-apaan, jelas-jelas Verrel udah jadi suami aku, tapi kamu masih aja ngegodain dia, memangnya nggak ada laki-laki lain selain Verrel" maki Febby.
"Siapa juga yang ngegodain Verrel, tadi itu ada sesuatu di rambutnya, makanya mau gue ambil"
"Udah deh kenapa jadi pada berantem sih? Cuma gara-gara kayak gitu doang udahlah nggak perlu di permasalahin" Verrel meredam amarah Febby.
"Kamu mau belain dia?"
"Kalau memang kamu nggak suka aku berteman dengan Nasya, lebih baik kita bercerai" dengan menahan emosi Verrel meninggalkannya.
"VERREL..." jerit Febby memanggil dan tersadar dari mimpinya.
Nafasnya terengah-engah dibarengi dengan keringat membasahi wajah dan leher. Dilihatnya Verrel masih tertidur disampingnya.
"Kenapa mimpi aku harus kayak gini? Apa ini artinya?" Kegelisahannya semakin memuncak.
"Sayang kenapa?" Tanya Verrel perlahan-lahan bangun. "Mimpi buruk ya?"
Febby menyandarkan kepalanya di bahu Verrel sambil memegangi tangannya seolah-olah takut kehilangan.
"Kalau mimpi buruk, kita harus membaca istighfar" Verrel lalu meraih kepala Febby dan membaringkannya di dada bidangnya.
Febby membaca istighfar beberapa kali dari dalam hati.
"Memangnya sayang mimpi apa sih?" Tanya Verrel lagi sambil membelai punggungnya dengan lembut.
"Vibi mau menceraikan aku hiks hiks hiks..."
"Itu karena Febby pasti mikirnya yang nggak-nggak, makanya sampai kebawa mimpi, udah jangan nangis ya" bujuknya sambil menyeka air mata itu.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang