part 17

264 12 0
                                    

"bakar rumah ini" perintah Wahyu kepada Juan.
Tanpa basa basi, Juan menumpahkan bensin itu ke sekeliling rumah. Setelah itu ia menyalakan korek dan melemparnya ke rumah tersebut. Dengan cepat api menyambar.
"Ini akibat kamu menghalangi tujuan saja" gumam Wahyu sambil tersenyum.
Sebelum para tetangga keluar karena mencium asap, mereka cepat-cepat meninggalkan tempat.
"KEBAKARAN..." teriak tetangga yang ingin keluar rumah.
Para tetangga berusaha memadamkan api dengan menggunakan alat-alat seadanya, tapi sepertinya mereka kewalahan karena api terlalu besar.

Sementara didalam kantor, Winda dan Andin terlihat tegang menghadap Ammar dan Bella.
"Sebenarnya apa sih yang ada di otak kalian sampai bisa berbuat seperti itu?" Ammar mulai mencerca. "Kalau ada masalah harus dibicarakan secara baik-baik jangan bertindak melampaui batas apalagi membahayakan orang"
Ammar tidak tau lagi harus bicara apa.
"Mulai hari ini, kalian saya keluarkan dari kampus" ucap Bella dengan tegas.
Winda dan Andin terdiam seketika, mereka tak bisa bicara kecuali menyesal.
"Saya harus bertindak tegas atas masalah ini, agar tidak terjadi lagi dikemudian hari" lanjut Bella saat Ammar ingin mengajukan keberatan, namun Ammar juga tak ingin kejadian ini terulang lagi.
Makanya Ammar memahami keputusan Bella. Apalagi masalah ini menyangkut nyawa adiknya sendiri. Winda dan Andin keluar meninggalkan mereka tanpa permisi dengan mata berkaca-kaca. Mereka sangat menyesal, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah. Ditambah lagi, semua mahasiswa mengejek, menghina dan menyorakinya. Bahkan Febby dan yang lainnya menjauhi mereka saat mereka ingin meminta maaf.
"Makanya jadi orang jangan jahat" cerca Aldo.
"Udah udah, kasian tau" sahut Febby.
"Gue bener-bener minta maaf feb, gue tau gue salah" dengan sungguh-sungguh Andin memohon kepada Febby.
"Gue udah maafin lo kok, tapi gue udah terlanjur kecewa sama lo"
Febby kemudian meninggalkan mereka.

Begitu Ammar dan Bella keluar dari kampus menggunakan mobil, Bella terkejut melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Vani. Bella menghubunginya balik. Akan tetapi semua itu sudah terlambat.
"Iya hallo..." Jawab Vani dikediamannya.
"Tadi handphone Bella ketinggalan di kantor"
"Papa kamu bell, tadi mama nggak sengaja dengar..." Vani jadi panik dan terhenti.
"Iya papa kenapa? Mama denger apa?" Desak Bella tak sabar.
"Mama denger papa lagi merencanakan sesuatu untuk Ammar,  tapi mama nggak tau rencananya itu apa"
"Udah mama nggak usah panik nggak usah khawatir, Bella lagi sama Ammar, kita baik-baik aja kok"
"Syukurlah kalau gitu, tapi tetap aja kalian harus hati-hati, karena perasaan mama nggak enak"
"Iya ma"
Vani langsung menutup telepon saat ia mendengar suara mobil Wahyu datang.
"ada apa?" Tanya Ammar sambil menyetir.
"Mama bilang, papa lagi merencanakan sesuatu untuk kamu" jawabnya.
"Saya heran deh sama papa kamu, kenapa sih harus bersikap seperti ini?" Ammar sedikit kecewa.
Bella tertunduk sedih. Jujur ia juga sangat kecewa atas sikap Wahyu selama ini, tapi mau bagaimana. "Sayang..., mukanya kenapa kok sedih gitu sih?" Ketika Ammar menatap kesedihan diwajahnya.
"Saya takut, perbuatan papa jadi mengurangi perasaan kamu ke saya"
"Ya ampun, jadi itu yang lagi kamu pikirin, ya nggak mungkin lah"
Begitu sampai, mereka sangat terkejut mendapati rumahnya sudah habis dilalap api. Mereka keluar menatap puing-puing yang masih tersisa.
"Rumah kita sayang..." Lirih Bella syok.
Hampir saja Bella terjatuh, tapi Ammar langsung memeluknya.
"Kenapa bisa begini?" Tanya Bella terbata-bata.
"Kami juga tidak tau Bu, tiba-tiba aja udah kebakaran" jawab salah satu warga yang masih berkerumun.
"Iya pak, kami sudah berusaha memadamkan apinya, tapi apinya terlalu besar" tambah seorang lagi sambil memegang ember.
"Tidak apa-apa pak, terimakasih sudah membantu kami, mungkin ini sudah takdir kami" Ammar menarik nafas dalam-dalam, ia berusaha menenangkan Bella yang tampak sedih. Saya yakin ini pasti perbuatan Wahyu!"

Verrel menatap Febby yang sedang duduk di bangku taman. Ternyata Febby lagi menatap foto pernikahan Ammar dan Bella. Apa kak Ammar udah nikah secara diam-diam sama kak Bella?" Batinnya terus bertanya-tanya. Verrel kaget ponselnya tiba-tiba berbunyi. Rupanya itu dari Febby.
"Iya hallo..." Jawab Verrel.
"Ada hal penting yang mau gue tanyain" ucap Febby serius sambil menatap foto itu.
"Hal penting apa?"
Suara Verrel begitu dekat meskipun lewat telepon. Febby lalu menoleh ke kanan dan ke kiri menangkap suara itu. Ternyata Verrel sudah berdiri dibelakangnya.
"Nih" Febby menunjukkan foto itu setelah Verrel duduk disampingnya.
"Ini foto pak Ammar sama kak Bella" antara percaya dan tidak, Verrel mengamatinya.
"Menurut gue itu foto pernikahan" ucap Febby.
"Kapan nikahnya?" Verrel bertanya.
"Justru itu gue mau nanya lo, siapa tau lo tau tentang foto ini"
Tapi Verrel menggeleng.
"Gimana kalau pulang nanti kita selidiki" ucap Febby setelah mendapatkan ide.
"Oke" seru Verrel.
Sementara didepan toilet, Andin gelisah menunggu Winda yang sejak dari tadi didalam toilet tapi tidak keluar-keluar. Sudah beberapa orang silih berganti masuk ke toilet, tapi Winda masih belum keluar juga. Hal itu membuat Andin curiga. "Win..., Winda..." panggil Andin sambil menggedor-gedor pintu toiletnya, tapi tetap tidak ada jawaban.
Andin berlari minta bantuan kepada pak Budi yang sedang memotong rumput. Mereka bergegas menuju toilet.
"Andin..." Panggil pak Budi sambil mengetuk pintunya, tapi suasana tetap hening.
"Dobrak aja pak" pinta Andin.
Terpaksa pak Budi mendobrak pintunya. Namun mereka dikejutkan oleh Winda yang tergeletak dilantai dengan tangan bersimbah darah.
"TOLOONG...TOLOONG..." Andin meminta pertolongan.
Spontan semua mahasiswa datang berkerumun. Semua terkejut dengan reaksi yang berbeda-beda. Mereka juga menemukan ada sebuah silet yang masih ada noda darah. Tangan Andin langsung gemetar, keringat mengalir deras disekujur tubuhnya, ia benar-benar tak menyangka kalau Winda mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Salah satu mahasiswa melaporkan kejadian tersebut pada pak rektor dan Bu Fira yang ada di kantor.
"Bunuh diri...?" Pak rektor dan Bu Fira terkejut, mereka buru-buru ke toilet mengikuti mahasiswa itu.
Tampak beberapa polisi sudah ada di lokasi. Mereka tengah memeriksa bukti-bukti yang ada. Salah satu dari mereka mengamankan silet itu sebagai barang bukti. Verrel, Febby, Livia, Wira dan Aldo yang baru diberi kabar oleh salah satu mahasiswa ikut syok dan miris melihat keadaan Winda. Pak Rektor lalu menghubungi Bella yang sedang meratapi rumah mereka yang sudah rata menjadi tanah.
"Iya pak" jawab Bella.
"Winda ditemukan bunuh diri di toilet"
"APA...?" Bella sangat terkejut. "Iya iya pak, kita segera kesana"
"Ada apa lagi?" Tanya Ammar pelan.
"Kita harus ke kampus sekarang, ayo cepatan" ajak Bella.
"Kenapa harus buru-buru?"
"Winda bunuh diri di toilet"
"Astaghfirullahaladzim..."
Ammar membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Apa ini terjadi karena saya mengeluarkan Winda dari kampus? Makanya dia depresi dan bunuh diri, ya Allah maafkan saya ya Allah, jujur saya tidak menginginkan ini terjadi...!" Batin Bella dipenuhi dengan rasa penyesalan. Sesampainya di sana, Mayat Winda dibawa menggunakan mobil ambulance untuk segera di otopsi.
"Apa yang harus kita lakukan Bu?" Tanya pak Rektor kepada Bella.
"Saya juga tidak tahu pak, kepala saya rasanya mau pecah dengan kejadian hari ini" jawab Bella memegangi kening.
"Sebaiknya kita serahkan semuanya ke pihak yang berwajib" ucap Ammar.
"Jangan sampai berita ini menyebar kemana-mana, saya tidak mau sampai menimbulkan fitnah dan statement yang tidak-tidak tentang kampus kita" sahut Bella.
Mereka mengangguk.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang