Kaki Febby terasa lemas saat menatap Verrel yang terbaring di ruang IGD. Ia benar-benar merasa bersalah dan menyesal.
"Vibi...aku mohon jangan tinggalin aku...!"
Febby meraung-raung menangisinya. Seorang suster ingin membawa Verrel ke ruang mayat.
"Jangan dibawa kemana-mana sus?" Febby menahannya.
"Tapi dia sudah meninggal, jadi harus dibawa ke ruangan mayat untuk di identifikasi"
"Nggak sus, Vibi nggak mungkin ninggalin saya" ucap Febby agak keras.
Dokter yang baru muncul memberi tanda kepada suster agar meninggalkannya sendiri.
"PRANK..." Gelas yang dipegang Vani seketika terjatuh di dapur rumahnya.
"Ya ampun Bu" ucap bibik khawatir, ia lalu memapah Vani ke kamar untuk istirahat. "Sebaiknya Ibu istirahat ya... mungkin Ibu kecapean atau banyak pikiran"
"Iya akhir-akhir ini saya memang lagi banyak masalah bik" Vani kemudian berbaring.
"Saya ambilin air putih ya Bu"
"Nggak usah bik makasih"
Saat Febby mendekap tubuh Verrel dengan erat, Febby merasakan detak jantung Verrel tiba-tiba muncul kembali. Sebuah mukjizat yang benar-benar nyata.
"DOKTER SUSTER..." panggilnya.
Dokter dan Suster yang tadi pergi segera kembali ke ruangan itu. Ternyata setelah diperiksa detak jantung Verrel normal kembali.
"Alhamdulillah... terimakasih ya Allah atas mukjizat yang kau berikan" Dokter itu mengucap syukur. Mereka kembali memasang pasien monitor dan memasang infus kembali. Febby tak henti hentinya mengeluarkan air mata sambil menggenggam tangan Verrel. Muncullah Livia, Wira dan Aldo.
"Febby..." Lirih Livia. "Gimana keadaan Verrel?"
Tapi Febby malah terisak-isak memeluk Livia.
"Udah jangan nangis, kita doain aja supaya Verrel cepat sadar" bujuk Livia membalas pelukannya.
"Tante Vani udah dikasih tau belum?" Tanya Wira.
"Gue takut wir" jawab Febby.
"Tapi gimanapun juga Tante Vani adalah mamanya, dia berhak tahu" tambah Aldo.
"Kalau lo nggak berani ngomong, ya udah biar gue aja yang telpon" Livia mengeluarkan ponsel.Setelah berada di parkiran kampus, Bima baru menyadari kalau ponselnya hilang.
"Kok hp gue nggak ada sih? Tadi perasaan ada deh...apa jangan-jangan ada yang ngambil!" Gerutunya sambil mengingat pada saat berkelahi dengan Reno.
Sementara itu Reno menjual ponsel Bima ke counter handphone temannya.
"Yakin nih mau dijual?" Sambil memeriksa ponsel tersebut.
"Gue butuh cepet"
"Dua juta ya?"
"Dua juta...?" Reno tercengang. "Murah amat sih, ini kan hp limited edition nggak semua orang punya"
"Ya walaupun ini hp mahal ya tetap aja second, dimana-mana yang namanya second mana ada yang lebih mahal dari harga beli"
"Ya udah deh..." Reno tampak pasrah.
"Oke deal ya? Mau gue bikinin kwitansi nih?"
"Udah nggak usah pakek kwitansi segala ribet tau nggak, yang penting duitnya mana?"
Si pemilik counter memberikan uang sebesar dua juta rupiah. Dengan cepat Reno menyambarnya.Setelah mendapat telepon dari Livia, Vani pamit kepada bibik pergi ke rumah sakit. Sampai di sana, Vani mendapati Livia, Wira dan Aldo tengah menunggu diluar, sedangkan didalam Febby menemani Verrel sambil terlelap tidur.
"Verrel...ini mama nak..." Lirih Vani sambil mengelus keningnya.
"Mmm Tante..." Pelan-pelan Febby terbangun.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa begini?" Tanya Vani agak keras.
"Maafin Febby Tante...ini semua gara-gara Febby" Febby memohon maaf.
"Astaghfirullahaladzim..." Vani menghela nafas dalam dalam.
"Maafin Febby Tante..."
"Sudahlah, ini adalah musibah"
Tiba-tiba mulut Verrel mengigau memanggil nama Febby.
"Iya sayang, ini ada Febby kok" ucap Vani.
Tangan Verrel bergerak menggenggam tangan Febby. Febby pun tersenyum lebar ketika Verrel membuka mata. Diwaktu yang sama Dokter datang kembali memeriksa kondisinya.
"Gimana dok?" Tanya Vani.
"Saudara Verrel belum bisa pulang, karena harus mendapatkan perawatan intensif" jawab Dokter.
Vani lalu mengajak Febby keluar agar Verrel bisa beristirahat.
"Tante, mmm kita pulang dulu ya" pamit Livia.
"Iya makasih ya, udah nemenin Verrel"
"Sama-sama Tante"
"Duluan ya Feb"
Setelah bergiliran mencium tangan Vani, mereka bergegas pulang.Di kantor polisi, Wahyu berbicara kepada Juan dan Bocil diruang besuk. Wahyu meminta mereka menggagalkan rencana pernikahan Verrel dan Febby.
"Tapi gimana caranya bos?" Bocil bingung, namun nada bicaranya sedikit keras.
"Bisa nggak ngomongnya jangan terlalu keras" Wahyu memperingatkannya. "Saya nggak mau tahu, pokoknya kalian harus bisa menggagalkannya, paham?"
"Iya kita paham, tapi gimana caranya?"
Sikap bodoh yang ditunjukkan Bocil membuat Wahyu bertambah kesal.
"Kalian bisa kerja nggak sih sebenarnya?"
"Udah bos tenang aja, serahin semuanya sama saya" sahut Juan.
"Awas kalau sampai gagal" ancam Wahyu.
"Wah dia berani ngancam kita, padahal lagi di penjara" ejek Bocil membisikkannya ke telinga Juan.
"Sssst...nanti bos bisa dengar" balas Juan.
"Kenapa bisik-bisik?" Tanya Wahyu dengan tegas.
"Waktunya sudah habis" ucap seorang polisi kembali memasukkan Wahyu kedalam sel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...