part 143

116 19 0
                                    

Feverr, Wira, Shinta dan Livia sedang berdiskusi di taman kampus. Verrel mulai jengkel karena Aldo tidak juga muncul, sedangkan mereka sudah setengah jam menunggu. Padahal dari awal sudah diberitahu, kalau mereka akan membicarakan masalah cafe.
"Biar gue telepon" Ucap Livia mengeluarkan ponsel dari dalam tas.
"Nggak usah" Tegas Verrel.
"Coba kita tunggu sebentar lagi" Bujuk Febby sambil melirik jam di tangannya.
"Mau nunggu sampai kapan, sebentar lagi kita mau masuk pelajaran bu Fira" Bantah Verrel. "Udah intinya dia nggak usah di libatin dalam permasalahan cafe, Via sama Shinta tugasnya nyari karyawan yang single tapi bukan anak kuliahan, biar gue sama Wira yang nyari tempat" Jelas Verrel.
Namun di waktu yang sama, langkah Aldo tiba-tiba terhenti saat mendengar perkataan itu.
"Jadi Verrel udah nggak nganggep gue lagi, makanya dia nggak mau ngelibatin gue dalam masalah ini" Dari sudut matanya terlihat sangat kecewa. "Oke, kalau memang itu mau lo nggak apa-apa"
"Ada yang keberatan nggak?" Tanya Verrel.
"Nggak kok" Jawab mereka serempak.
"Ya udah berarti pulang dari kampus, kita mulai kerjakan tugas kita masing-masing" Sambung Livia.
"Oia, kita membutuhkan berapa karyawan lagi?" Tanya Livia.
"Tiga orang" Jawab Verrel.
Melihat hal itu, Andin langsung memanfaatkan keadaan mendekati Aldo yang hatinya lagi panas.
"Gimana rasanya disingkirkan sama sahabat-sahabat sendiri? Enak?" Sindir Andin menyeringai.
Aldo membalas tatapan itu sambil mengerucutkan bibir. "Pasti hatinya sakit banget kan?"
"Ini bukan urusan lo" Ketus Aldo meninggalkannya.
"Hahaha..." Andin sangat puas karena berhasil memanas-manasinya, namun suara tawa itu membuat mereka menoleh.
"Ngapain tuh si kuntil anak ketawa ketawa sendiri" Celetuk Wira.

Sementara di ruangannya, Bella tak sabar lagi ingin mengetahui hasil akhir antara Verrel dan Iwang. Sejujurnya ia memang menginginkan Verrel lah yang terpilih, agar bisa bersama-sama memajukan civitas kampus. Ia ingin segera menuju ruangan BEM, namun saat ingin membuka pintu, terdengar ada yang mengetuk pintu dari luar. Bella langsung membukanya.
"Maaf bu, ada pak Hidayat yang ingin bertemu dengan Ibu" Ucap David si ketua UKM Artala.
"Siang bu Bella" Sapa pak Hidayat yang sudah nongol.
"Siang" Bella tidak bisa menolaknya lagi karena sudah bertemu langsung.
Bella mempersilahkan pak Hidayat masuk dan memberi kode agar David segera kembali dengan urusannya.
"Silahkan duduk" Ucap Bella, namun ternyata pak Hidayat sudah duduk lebih dulu saat membelakanginya menuju kursi. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya menginginkan Verrel menjadi pelatih di kampus saya, dan saya akan memberikan bayaran tinggi untuk Verrel"
"Maksud bapak, bapak mau membeli adik saya begitu?"
"Ya anggap saja begitu, tapi kamu tidak usah khawatir" Sembari meletakkan cek yang bernilai cukup tinggi diatas meja. "Kalau memang masih kurang, katakan saja nominal yang di inginkan"
"Maaf pak, saya tidak bisa memberikan Verrel" Tolak Bella tanpa menoleh cek itu sedikitpun.
"Oke, saya akan beri Ibu Bella kesempatan untuk kembali memikirkannya, karena ini merupakan kesempatan yang langka"  Sembari mendekatkan cek itu ke hadapan Bella, lalu beranjak dari tempat duduk.
Bella hanya menatap kepergian Pak Hidayat yang pergi meninggalkan ruangan, tanpa mengembalikan cek tersebut. Setelah menarik nafas, Bella memasukkan cek itu ke dalam laci dan segera keluar. Sampai didepan pintu ruangan BEM, Ammar dan para anggota baru lagi mencatat hasil sebagian pemungutan suara. Dari catatan tersebut, sudah tidak diragukan lagi kalau pemenangnya adalah Verrel, karena jumlahnya sudah mencapai 90 persen, namun tetap saja Bella harus menunggu hasil akhir dari keseluruhan agar lebih pasti.
"Gimana?" Tanya Bella.
"Tinggal dua kelas lagi yang belum bu, kemungkinan sore ini selesai" Jawab salah satu anggota.
"Hasil sementara?"
"85 persen masih diperoleh Verrel"
"Sudah Ibu tidak usah khawatir, sudah bisa dipastikan kalau Verrel adalah pemenangnya" Bisik Ammar mendekati Bella.
"Syukurlah kalau begitu, oia konfirmasikan ke saya kalau semuanya sudah selesai"
"Siap Ibu cantik"
Bella jadi malu ketika Ammar menggodanya didepan para mahasiswa.
"Pak Ammar bisa aja ya ngerayunya, kayak anak muda aja" Celetuk salah satu antara mereka.
"Iya, berasa kayak masih pacaran, begitu kan pak?"
"Huss..." Ammar menghentikan ledekan mereka.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang