part 59

199 20 0
                                    

Verrel dan Febby mengunjungi rumah Vani bermaksud ingin memberi kejutan. Dengan sumringah Verrel memencet bel, sedangkan Febby sengaja membelakanginya. Tapi tidak ada jawaban, apalagi membukakan pintu.
"Coba Vibi telepon" pinta Febby.
"Aduh hp aku ketinggalan lagi" sahutnya setelah merogoh kantong.
"Ya udah pake hp ku aja" sambil menyodorkan ponsel. "Gimana?" Tanya Febby kemudian.
Verrel hanya menggeleng sambil terus menghubungi Vani yang tidak aktif. Terpaksa mereka kembali ke mobil.

Hari pun berubah menjadi malam. Wahyu masih terlentang diatas gedung. Tak ada seorangpun yang mempedulikannya. Selang beberapa menit, rintik hujan membangunkan Wahyu dari pingsannya. Wajahnya terasa pedih akibat memar dan luka yang diberikan Ammar tadi siang.
"Aaww..." Rintihnya menarik kaki agar bisa berdiri.
Ia terus memaksakan diri untuk melangkah dan menuruni anak tangga. Terkadang jatuh, tapi bangkit lagi. Begitulah seterusnya sampai ke kamarnya.
"Aku tidak akan membiarkan Ammar hidup tenang setelah aku berhasil mendapatkan Naya, lihat saja nanti!" Pikirnya setelah merogoh kotak obat didalam laci. Ia mengobati semua luka-lukanya sambil meringis menahan perih.

Febby kaget ternyata Verrel mengajaknya masuk ke cafe cinta.
"Kok kita kesini?" Febby masih tak percaya.
"Udah nggak usah bawel, ayo masuk" Verrel menggandengnya layaknya seorang pangeran menggandeng putri raja.
Meskipun cara tersebut menurutnya agak lebay, tapi tak ada penolakan sama sekali dari Febby. Febby malah senyum-senyum sendiri menahan tawa melihat wajah Verrel yang kaku fokus ke depan. Ingin sekali jari tangannya menyentil dagu itu saking geregetannya, tapi ia tak ingin mengganggu konsentrasinya. Mereka menuju meja paling depan. Verrel lantas menarik salah satu kursi.
"Silahkan cantik..." Verrel sangat memperlakukannya dengan spesial, sampai-sampai ia membungkukkan badan mempersilahkannya duduk.
"Terimakasih..." Dengan lembut pula Febby menjawab sambil menduduki kursi itu.
Tapi Verrel malah duduk dihadapan piano yang sudah tersedia tak jauh darinya. Semua para tamu berseru memintanya memainkan piano itu. Tak henti-hentinya Febby tersenyum. Dengan merdu Verrel melantunkan piano sambil menyanyikan lagu spesial yang berjudul ACP (Aku Cinta Padamu).
"PROK PROK PROK..." Gemuruh tepukan tangan Febby membuatnya semakin semangat.
"PROK PROK PROK..." yang lainnya juga tak mau kalah. Mereka terbawa suasana syahdu mendengar lantunan nada tersebut. Lantas setelah itu Verrel menghampiri Febby sambil menyembunyikan sesuatu dibelakang tangannya.
"Kamu mau nggak jadi pacar aku?" Sambil berjongkok menyodorkan dua kuntum bunga mawar merah dan putih.
Febby agak tercengang sekaligus bingung. Ia kan sudah menjadi istrinya. Kenapa Verrel nembak untuk jadi pacarnya? Sedangkan Verrel masih berjongkok menunggu jawaban Febby.
"Kenapa sayang nembak aku? Kan aku udah jadi istri sayang?" Tanya Febby penasaran.
"Aku pengen Febby jadi istri sekaligus pacarku?"
Semua pengunjung cafe yang berpasang-pasangan tertuju padanya sambil bertepuk tangan dan berseru.
"TERIMA...TERIMA...TERIMA..."
Febby menganggukkan kepala sembari tersenyum manis. Verrel melebarkan kedua tangan. Dan langsung saja Febby nemplok ke pelukannya.
"Akhirnya aku bisa denger secara langsung dari Vibi" lirih Febby tersenyum.
"Maaf kalau aku telat ngungkapinnya" Verrel merenggangkan pelukannya.
"Kesetiaan dan ketulusan yang kamu berikan itu sudah cukup buat aku"

Vani masih di showroom menunggu Rifki. Karena bosan sudah lama menunggu, Vani kemudian beranjak dari tempat duduk. Tapi Rifki muncul membawa senyuman manis.
"Maaf kalau kamu menunggu lama" Rifki sangat merasa bersalah.
"Aku bisa mengerti karena kamu orang sibuk"
"Tok tok tok..." Karyawan administrasi mengetuk pintu tersebut walaupun sedikit terbuka.
"Masuk" perintah Rifki.
"Ini surat kelengkapan kendaraan Ibu Vani pak" si karyawan menyodorkan map tersebut kepada Rifki, setelah itu ia keluar dan menutup pintunya.
"Berapa harga yang kamu inginkan?" Tanya Rifki setelah memeriksanya.
"Masak aku yang menentukan harganya?"
"Ya nggak apa-apa, tapi menurut aku sebaiknya jangan dijual"
"Kenapa jangan dijual? Kan itu mobil aku"
"Ya aku tau, tapi pasti kamu sangat membutuhkannya nanti"
"Tapi aku membutuhkan uang untuk membayar pengacara"
"Pengacara?"
"Itu masalah pribadi"
"Oke"
Rifki lalu menulis cek senilai 500 juta rupiah dan memberikannya.
"Terimakasih" Vani bangkit setelah berpamitan.
Rifki ingin sekali menahannya, tapi mulutnya tiba-tiba tertutup rapat.
"Jujur aku tidak tega melihat keadaan kamu Van, tapi kalau aku menawarkan bantuan, pasti kamu tidak akan mau menerimanya!"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang