Verrel mendekati Wahyu ingin memeluknya, tapi Wahyu menampiknya dengan kasar.
"Papa mau apa? Papa sama Mama sudah punya kehidupan masing-masing, selama ini papa sudah membuat mama menderita, jadi Verrel mohon, jangan rusak lagi kebahagiaan mama" ucap Verrel dengan lembut.
"Memangnya kamu ini siapa hah? Kamu tidak punya hak menasehati saya?"
"Apa papa lupa, kalau Verrel ini anak papa? Apa papa benar-benar sudah menghapus nama Verrel sama kak Bella di kehidupan papa?" Verrel tak bisa membendung arus tangisnya.
"Coba papa lihat" Bella mendekatkan baby Yusuf dan menunjuk Imam dan Almeera. "Ini semua anaknya Verrel, cucu papa"
Teringat dengan masa kecil mereka, Wahyu berteriak membenci dirinya sendiri. Hampir saja Wahyu melayangkan pukulan kearah Yusuf, tapi Verrel menangkap tangan itu.
"Yusuf masih kecil mas, dia belum mengerti apa-apa" celetuk Vani berdiri. "Jangan kamu sakiti anak yang tak berdosa" lanjut Vani.
Rifki meminta karyawannya membawa Wahyu keluar.
"TIDAK PERLU, SAYA BISA KELUAR SENDIRI..." Dengan menahan amarah Wahyu meninggalkan tempat tersebut. Vani dan Rifki kembali ke meja akad melangsungkan pernikahan, sedangkan Febby mengelus tangan Verrel yang masih berdiri seperti patung.
"Ayah harus sabar ya, nggak boleh sedih apalagi marah..."
Senyuman Febby yang begitu tulus membuat hatinya sedikit tenang. Verrel lalu meraih tangan istrinya itu dan menciumnya. Tak terasa ternyata Rifki sudah mengucap ijab qobul.Ada seorang Ibu-ibu yang celingukan didepan rumah Verrel dengan kartu identitas ditangannya. Dia adalah pemilik kontrakan yang pernah ditinggali Vani. Kebetulan Livia muncul memakai motor.
"Ibu siapa?" Tanya Livia setelah menanggalkan helm.
"Saya yakin kamu pasti tau sama pemilik KTP ini" sembari menunjukkan kartu identitas itu.
"Lho ini kan KTP nya Verrel, kok bisa sama Ibu?"
"Udah sekarang kamu ikut saya ke kantor polisi" si Ibu menarik lengannya.
"Kok ke kantor polisi Bu?"
"Udah pokoknya kamu harus ikut"
Memangnya apa yang terjadi sama Verrel?"
"Nanti saya jelasin kalau udah di sana"
Livia tidak menolak sama sekali, karena yang ia tau Verrel lagi menghadiri pernikahan mamanya. Tentu saja ia tidak mau terjadi apa-apa dengan sahabatnya, sehingga ia ingin cepat-cepat sampai ke sana untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara di Hotel Marcopolo, para tamu undangan yang selesai menikmati hidangan prasmanan lekas memberi selamat kepada Rifki dan Vani sebagai pengantin. Terlihat Febby lagi bingung ingin memakan apa sambil menggendong Almeera, karena semua hidangan sepertinya makanan berat semua.
"Bunda mau makan apa?" Tanya Verrel mengambil piring serta sendok dan garfu.
"Nggak mau ah"
"Tapi dari semalam Bunda belum makan nasi lho"
Febby malah pergi dan duduk di dekat rangkaian bunga dan buah-buahan di suite room. Tempat itu memang khusus untuk keluarga.
"Bunda makan dulu ya, Ayah suapin" ucap Verrel sembari ingin menyuapinya, tapi Febby malah menutup mulutnya rapat-rapat.
"Sedikit juga nggak apa-apa" Verrel kembali menyodorkan sendoknya.
"Bunda bilang nggak mau ya nggak mau" tolak Febby memalingkan muka.
"Kalau nggak makan nanti Bunda bisa sakit"
Bujukan itu tidak membuahkan hasil. Yang ada Febby malah mengerucutkan bibir menahan jengkel.
"Bunda makan, oke, jangan sampai buat aku marah" tegas Verrel.
tatapan mata Verrel yang menyeramkan
itu memaksanya membuka mulut dan menerima suapannya.
"Awas aja kalau aku jadi tambah gendut" dengan memasang wajah jutek, ia mengancam sambil mengunyah.
"Makan sedikit nggak bakal buat Bunda gendut kok" Verrel kembali menyuapinya, tapi tangan Almeera yang menyambar sendok tersebut.
Alhasil sendok dan garpu terjatuh ke lantai, dan Almeera menangis karena tangan yang menyentuh makanan pedas itu terjilat olehnya.
"Cepetan kasih susu Bunda" perintah Verrel.
"Bunda malu yah, ini kan rame"
Verrel berlari entah kemana, sedangkan Febby menenangkan Almeera sebisa mungkin. Mendengar tangisan yang tak kunjung berhenti, Bella dan Ammar yang menggendong si kembar menghampiri.
"Si cantik kenapa?" Bella ikut panik.
Tapi Verrel kembali membawa botol susu yang sudah terisi penuh, dan itu menyelamatkan kebingungannya.Wahyu berjalan menelusuri trotoar ditengah terik matahari. Ingatannya menerawang kepada Vani dan kedua anaknya, kala beberapa tahun yang silam. Tangannya menyapu keringat dileher dan juga dahi. Cuaca panas berhasil membuat tenggorokannya haus.
"Rifki...? Kamu adalah laki-laki yang pernah menggagalkan rencana ku terhadap Naya, dan sekarang, kamu malah menikahi Vani...!"
Keegoisan dan kekhilafan Wahyu telah membuat dirinya semakin hancur. Rumah mewahnya sudah terjual, jabatan sudah dicopot, mobil juga tidak ada lagi. Bahkan tidak ada perusahaan yang mau menerimanya. Karena pikirannya kacau, ia mencuri sebotol minuman si pedagang asongan yang kebetulan lagi menyeberang.
"DAGANGAN SAYA ITU WOOYY..." Teriaknya kala melihat Wahyu berlari membawa botol minuman itu.
Para pedagang asongan yang lain berinisiatif menghadangnya. Setelah tertangkap, Wahyu berkelit dan berupaya untuk kabur.
"Maaf saya bukan pencuri"
"Kalau bukan pencuri kenapa lari?"
"Sss saya..."
Belum selesai bicara, Wahyu sudah keburu dihajar beramai-ramai, tapi Wira yang melintas di jalan itu lekas menyelamatkannya dari amukan massa.
"Dia ini sudah mencuri dagangan saya" tuduh si pemilik itu.
"Apa kamu punya buktinya?"
Si pemilik menunjukkan botol Aqua yang masih dipeluk Wahyu.
"Baik akan saya ganti"
"100 ribu"
"Sebotol Aqua aja mahal banget sih" gerutu Wira pelan.
"Ya udah kalau nggak mau"
Mereka ingin kembali menghajarnya.
"Oke oke saya ganti" Wira cepat mengeluarkan uang sebesar 100 ribu. "Nih"
Si pemilik mengantongi uang itu dan mengajak teman-temannya bubar.
Sambil memapah Wahyu, mata Wira tak lepas mengamati keadaannya. Wira keheranan melihat tampangnya yang semrawut itu. Wahyu yang terkenal sebagai kepala keluarga terhormat, yang terpandang, kini harus berteman dengan debu-debu jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...