part 22

262 18 5
                                    

Sampai di kosan, Verrel cepat-cepat menanggalkan helm yang masih melekat di kepalanya. Verrel tidak sabar ingin membaca surat dari Febby, tapi ibu kos datang ingin menagih uang kosan. Verrel menghela nafas, ia agak kesal karena Ibu kost datang disaat yang tidak tepat.
"Kenapa sih Bu datangnya harus sekarang? Kenapa nggak nanti nanti aja?" Keluhnya.
"Ya terserah Ibu dong mau datang kapan aja"
"Iya iya tau, Ibu mau nagih uang kosan kan"
"Tumben kamu pinter"
"Udah dari dulu kali, Ibu aja yang baru nyadar sekarang hehehe..." Canda Verrel.
"Ya udah mana atuh?" Pinta si Ibu.
Verrel mengeluarkan amplop yang berisi uang dari dalam tas.
"Nih" Verrel memberikannya ke tangan si Ibu.
"Makasih ya..." Riang si Ibu setelah menghitung uang itu.
Verrel buru-buru masuk dan mengunci pintu. Lalu ia mengeluarkan amplok berbalut merah muda dari dalam tas. Karena tak sabar, Verrel membuka amplop itu sampai robek. Waduh...!" Ia benar-benar panik karena kertas yang ada didalamnya ikut robek. Mana lem mana lem!" Ia tampak pusing kesana kemari mencari lem untuk menyambungnya kembali. Semua isi laci dikeluarkan berharap ada lem, tapi ternyata tidak ada. Berhubung pikirannya jadi buntu, Verrel hanya berbaring dilantai menatap robekan kertas tersebut seperti orang bego. Namun ia tersenyum lebar begitu tak sengaja melihat ada lem dibawah tempat tidur. Hahahaha..., Memang ya kalau jodoh tak kan kemana!" Riangnya meraih lem tersebut.
Setelah kertas itu menyatu kembali, Verrel membacanya dengan penuh semangat.
Dear Verrel yang menyebalkan,
"Kok dear Verrel yang menyebalkan sih" gerutunya cemberut.
Dibalik sikapmu yang menyebalkan, terselip senyum yang membuatku rindu.
Hatiku selalu saja berdegub kencang ketika sedang memikirkanmu. 
Jika kau tanya, maukah kau bersamaku mengarungi arus kehidupan.
Maka aku siap berkelana mengarungi arus kehidupan bersamamu.
"Jadi Febby mau nerima gue, itu artinya Febby pacar gue dong, YESS... akhirnya gue ngerasain pacaran juga" riangnya kegirangan.

Saat Dokter menjelaskan kalau rahim Bella harus segera diangkat, Ammar Benar-benar sedih. Apa yang harus ia jelaskan pada Bella seandainya Bella bertanya. Sudah pasti Bella sangat syok. Ammar tidak ingin membuat keadaan Bella semakin drop. Dengan langkah lesu, ia kemudian meninggalkan ruangan.
"Apa kata Dokter?" Tanya Vani muncul tergesa-gesa, ia tak sengaja melihat mata Ammar mulai berkaca-kaca.
Ammar hanya duduk termenung disamping Naya. Tak terasa air matanya menetes.
"Apa kata Dokter?" Vani kembali mengulangi pertanyaan sambil mendekatinya.
"Tolong berikan Ammar waktu untuk menjelaskannya" sahut Naya tak tega melihat kondisi Ammar yang tampak sedih.
"Rahim Bella harus segera siangkat" jelas Ammar.
"Harus diangkat...?" Mereka sangat terkejut.
"Terus bagaimana dengan bayinya?" Tanya Vani lagi.
"Kistanya semakin lama semakin membesar, jadi mau tidak mau kita harus menyelamatkan Bella, tapi kita juga harus mengorbankan bayinya" jawab Ammar menangis.
Ibu mana yang hatinya tidak terenyuh saat mendengar harus memilih satu diantaranya. Penantian seorang cucu yang sangat dinantikan selama ini harus menerima kenyataan. Tentu sangat berat rasanya.

Dikediamannya, Andin lagi asyik tertidur, ia mengalami mimpi buruk. Didalam mimpinya Winda datang dengan wajah menyeramkan. Perlahan-lahan Winda mendekatinya dengan tatapan penuh amarah.
"Ini semua gara-gara lo, jadi lo harus ikut gue" paksa Winda menarik tangannya.
"Nggak mau, ini bukan salah gue" Andin menepis tangannya dengan kasar.
"Kalau bukan karena lo, gue nggak mungkin mati dengan cara kayak gini" bentak Winda.
Winda mencekek lehernya dengan kuat sehingga Andin susah bernafas. Andin berusaha melepaskan tangan Winda, tapi tidak berhasil.
"Toloong...Toloong..." Suara Andin jadi serak.
"Andin..." Lirih Lisa membuka pintu.
Wajah Andin dipenuhi oleh keringat.
"Bangun Andin..." Lisa membangunkannya.
Andin terbangun dengan nafas terengah-engah.
"Mama..." Rengek Andin sambil memeluk Lisa.
"Kamu pasti lagi mengalami mimpi buruk ya?" Tanya Lisa.
"Winda ma..., Winda mau bunuh Andin, Andin takut banget ma" pelukan Andin semakin erat, ia benar-benar ketakutan.
"Makanya sebelum tidur baca doa dulu"

Sambil menenteng kamera, Verrel menatap hamparan bunga yang terbentang luas. Sungguh menakjubkan. Membuat matanya tak berhenti memandangi sekitarnya. Betapa indahnya alam ini ya Allah, terimakasih engkau sudah memberiku kesempatan untuk menikmati alam seindah ini...!" Ia sangat menikmati udara segar tersebut. Untuk menghasilkan foto wisata alam yang megah dan unik, Verrel sudah pandai memilih kamera yang tepat. Karena Verrel sadar kalau ia masih tergolong amatir dalam penggunaan kamera, jadi ia menggunakan kamera level beginner. Baru saja ingin memotret, tiba-tiba ponselnya berbunyi dari balik saku celana. Ternyata itu telpon dari Febby kesayangannya.
"Iya hallo" ucapnya agak grogi.
"Kak Bella dioperasi" sahut Febby.
"Dioperasi...?" Verrel melongok.
"Hallo..."
"Iya, di Rumah Sakit mana?" Tanya Verrel tersadar.
"Rumah Sakit Medika"
Tanpa ba-bi-bu, Verrel langsung menutup telepon dan membereskan peralatan kameranya. Ia berlari menuju motornya terparkir dan meluncur ke Rumah Sakit.
Sementara Vani sedang menjalankan ibadah sholat di mushola Rumah Sakit.
"Ya Allah... sungguh berat rasanya untuk menghadapi masalah ini, berikanlah anakku kekuatan agar ia kuat menjalani hari-harinya nanti, aku yakin engkau sudah memberikan jalan yang terbaik untuknya...!" ucap Vani didalam doanya.
Disisi lain, terlihat Ammar menemani Bella diruang operasi.
"Saya nggak mau dioperasi, saya akan mempertahankan anak kita" sambil menangis Bella ngotot tak mau dioperasi.
"Tapi itu membahayakan nyawa kamu sayang..." Jelas Ammar menggenggam tangannya.
"Berarti kamu nggak sayang sama anak kita" tuduh Bella bersedih.
"Tidak ada seorang Ayah yang tidak mencintai darah dagingnya sendiri, kalau saya boleh meminta, lebih baik tuhan ambil nyawa saya asal anak kita bisa selamat, kamu harus tau itu" rintih Ammar.
"Ammar benar, tapi itu adalah jalan satu-satunya, kalau kita biarkan begitu saja, maka akan berimbas pada bayinya juga, bahkan membahayakan nyawa kamu" tambah Naya.
"Tolong kamu pikirkan lagi, apa kamu akan mengorbankan diri kamu dan menyakiti bayi kamu, karena kalau kamu biarkan maka itu sama saja kamu menyiksanya" Ammar kembali memberi pengertian.
Bella merenung dan menarik nafas dalam-dalam.
"Astaghfirullahaladzim..." Bella mengucap istighfar untuk menenangkan pikiran.
"Saya mau dioperasi" ucap Bella setelah beberapa saat.
"Alhamdulillah..." Ammar mengucap syukur.
Ammar kemudian meminta team Dokter untuk segera mengoperasinya. Setelah Ammar keluar, team Dokter menyiapkan segala sesuatunya untuk melakukan tugasnya yaitu pengangkatan rahimnya Bella. Nampak Verrel tergesa-gesa mencari ruangan dimana Bella dioperasi. Sampai-sampai ia tak sengaja menabrak seseorang.
"Kalau jalan lihat-lihat dong" cerca Febby sambil menoleh. "Eh Verrel Bramasta..." Ia jadi tersipu.
"Aku minta maaf, aku buru-buru"
"Sama aku juga, tapi kaki aku masih sakit, makanya jalannya nggak bisa buru-buru" wajah Febby begitu memelas, ia berharap Verrel mau menggandengnya tapi ternyata Verrel nampak cuek.
Verrel tak sengaja mendapati Wahyu tengah mengintip.
"Papa ngapain ngintip?" Tanya Verrel dengan ketus.
Hal itu membuat Wahyu tercekat dan kaget.
"Apa kayak gini cara papa menyayangi kak Bella? Papa itu nggak lebih dari seorang pengecut" maki Verrel.
"Kamu bicara apa? Jangan mentang-mentang kamu bisa hidup tanpa papa, lantas kamu seenaknya menceramahi papa" maki Wahyu tak mau kalah.
"Papa itu memang pantas diceramahi, karena papa belum pantas jadi seorang Ayah" balas Verrel.
"Om, bukannya Febby mau ikut campur, tapi sekarang kak Bella sangat membutuhkan doa dari kita semua, apalagi om adalah papanya" ucap Febby menasehati.
"Kamu nggak usah ikut-ikutan" sahut Wahyu tak suka.
"Udah by, Percuma juga nasehatin orang yang nggak punya hati" Verrel lalu menggandengnya.
"Dari tadi kek begini" gumam Febby dalam hati.
Diam-diam Febby memperhatikan wajah Verrel yang masih terlihat emosi. Kalau lagi marah, kenapa dia justru semakin cool ya...?" Pikirnya tersenyum.
"Matanya lihat ke depan biar kakinya nggak kesandung" sindir Verrel yang mengetahui sejak tadi.
Sementara terlihat Ammar sangat gelisah menunggu Bella yang sedang dioperasi.
"Kamu harus tenang" ucap Naya kepada Ammar.
"Gimana Ammar bisa tenang ma" sahutnya.
"Sebaiknya kak Ammar sholat, biar pikiran kak Ammar bisa jauh lebih tenang" pinta Febby muncul bersama Verrel.
Febby dan Verrel mencium tangan mereka.
"Ya udah, Ammar mau ke mushola dulu" Ammar kemudian beranjak melangkah ke mushola.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang