Menyampaikan beberapa kalimat yang tentu sangat menginspirasi untuk menarik perhatian mereka, supaya mau bergabung dalam komunitas basket.
"PROK PROK PROK..."
Dari tepukan tangan itu sepertinya banyak sekali yang suka dengan penyampaian tersebut. Setelah itu, Verrel meraih bola basket yang sudah disiapkan. Sambil menepuk bolanya sebentar ia mengucap basmallah. Kini ia memantul-mantulkan bola itu dengan lincah, bergerak kesana kemari membawanya mengitari lapangan. Cara mendriblenya saja berbeda dengan gerakan seperti yang biasa dilakukan orang-orang, karena Verrel memakai cara yang unik agar terlihat lebih menarik bagi penonton. Tak pelak, berbagai macam seruan dan tepukan mengiringi permainannya. Apalagi ada sang istri yang selalu mensupportnya. Tak ada kata menyerah baginya. Kali ini Verrel meliuk memainkan bola dari jarak yang cukup jauh dan melemparkannya dengan melompat.
"SUIT SUIT..." Wira memberikan siulan keras saat bola itu tepat memasuki ring.
"YEAA..." Di waktu yang sama mereka juga berseru dengan girangnya.
Sedangkan Febby tos dengan Livia dan Wira yang ada di sampingnya.
"Kalau cuma kayak gitu doang mah gue juga bisa kali" Ucap Iwang dengan bernada seolah-olah meledek.
"Buktiin dong jangan cuma sekedar omongan" Tantang Reno.
"Kecil" Sambung Iwang menjentikkan kelingkingnya. "Gue bakal tunjukkin ke elo semua kalau gue bisa ngalahin Verrel"
"Oke kita tunggu permainan lo"
"PRIIT..." Dari pinggir lapangan Ammar meniup pluit, tanda waktu permainan Verrel habis.
Verrel lalu berlari dan melemparkan bola ke Iwang. Untung saja Iwang bisa menangkapnya, karena posisinya belum siap.
"Disini saya tidak mau banyak bicara, karena saya ingin membuktikan kalau saya memang pantas terpilih" Dengan tingkat pede yang tinggi Iwang berbicara di hadapan semuanya.
"WUUU..." Mereka menyorakinya, tapi Ammar memberi tanda supaya jangan berisik dulu.
Dengan pede pula Iwang mendrible bola sambil bergaya sok cool, namun yang ada kakinya malah terpeleset.
"HAHAHA..." Mereka makin senang mengejeknya.
Iwang menyeringai seketika sambil bangkit. Tatapannya begitu kesal terhadap mereka, tapi Verrel tetap memberikan tepuk tangan yang meriah.
"Mudah-mudahan Vibi yang terpilih ya" Ucap Febby pelan.
"Amin..." Sahut Verrel memberikan senyuman.
Iwang memang bisa melesakkan bolanya ke dalam ring, tapi bukan dari jarak jauh seperti yang di lakukan Verrel sebelumnya.
"PRIIT..." Ammar kembali meniupkan pluit.
"OKE, KALIAN SUDAH MENUNJUKKAN KEMAMPUAN MASING-MASING, JADI TINGGAL MENUNGGU HASIL SUARA DARI SEMUA MAHASISWA, APA SEMUA SIAP MEMBERIKAN SUARA...?" Jelas Bella sekaligus bertanya.
"SIAP BU..." Jawab semua serentak.
"SEKARANG KALIAN MASUK KE KELAS MASING-MASING UNTUK MEMBERIKAN SUARA, TAPI INGAT, JANGAN ASAL PILIH, KARENA KETUALAH YANG AKAN MENENTUKAN NASIB KOMUNITASNYA NANTI..." Lanjut Bella menjelaskan.
Mereka kemudian bergerak menuju kelasnya masing-masing, sedangkan Aish menuju kantor.Kendaraan Rifki berhenti didepan hotel Marcopolo miliknya. Langkahnya yang sedikit pelan memasuki lantai dasar. Disaat itu juga security menghampirinya. Security itu mengatakan kalau ada petugas Audit kini sedang menunggunya diruang tamu. Rifki hanya menggangguk dan menelusuri ruang administrasi dan reception. Mereka juga tersenyum menyambut kedatangannya. Sementara di ruang tamu, petugas Audit yang terdiri dari dua orang sibuk memeriksa semua data-data yang kemarin diserahkan Rifki. Dari laporan tersebut terdapat kejanggalan-kejanggalan yang tak terduga. Yang bikin kepala Rifki pusing itu adalah masalah pajak. Pajak yang harus mereka bayar beberapa tahun terakhir ini tidak lah sesuai. Apalagi hotel dan apartemen. Tentu pendapatan mereka per tahunnya mencapai milyaran bahkan lebih, sementara pajak yang dikeluarkan hanya sedikit. "Maaf kalau saya telat" Ucap Rifki lemas.
"Iya tidak apa-apa pak"
"Apa pak Rifki sudah siap dengan keputusan kami?" Tanya salah seorang.
"Siap tidak siap saya harus mendengar keputusannya"
"Oke baik, berdasarkan hasil pengecekan kami, perusahaan bapak sudah menyalahi aturan"
"Maksud Bapak?"
"Karena perusahaan bapak tidak menyetorkan jumlah pajak yang sesuai"
"Tapi ini masalahnya saya juga baru tahu sekarang"
"Rasanya tidak mungkin pak Rifki tidak memeriksa laporan perusahaan per bulannya" Yang satu lagi ikut menimpali.
"Ini pasti ada kesalahan pak, karena saya selalu memeriksa semua laporan setiap hari, apalagi urusan pajak"
"Tapi disini semuanya sudah jelas"
Seingat Rifki, perusahaan mereka sudah menyetorkan pajak sesuatu dengan ketentuan yang berlaku. Tapi yang mengherankan, kenapa jumlah yang tertera dalam laporan tersebut berbeda? Bahkan setorannya tidak masuk akal. Itu yang membuat kepalanya sakit berdenyut-denyut.
"Saya yakin pasti ada yang sengaja memanipulasi laporan ini pak" Rifki masih berupaya mempertahankan keyakinannya.
"Oke kalau begitu, kami akan kasih bapak kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan ini, tapi kalau sampai waktunya nanti masih tidak selesai juga, maka jangan salahkan kami, kalau ada pihak perpajakan yang meninjau langsung"
Rifki tak bisa bicara apa-apa lagi kecuali diam. Bahkan mereka berpamitan pergi pun, Rifki seolah-olah tak mendengar. Pikirannya sudah buntu dan kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...