part 16

259 10 0
                                    

Di perjalanan, tiba-tiba Febby tidak sengaja menabrak seseorang. Febby takut dan panik, ia tidak mengetahui kalau orang itu adalah preman yang sudah dibayar Winda untuk mengerjainya. Preman itu pura-pura pingsan.
"Aduh feb, kayaknya orangnya mati deh" Andin menakut-nakuti.
"Gimana dong?" Febby bertambah cemas, lalu buru-buru mendekatinya. "Om..., Om bangun dong" ia membangunkannya sambil melirik kekanan dan kekiri, tapi preman itu justru memicingkan mata kepada Andin yang berada dibelakang Febby. Andin tersenyum mengacungkan jempol kepadanya tanpa sepengetahuan Febby.
"Aduh sakit..." keluh Si preman memegangi pinggang setelah pura-pura sadar.
"Saya minta maaf om" dengan sungguh-sungguh Febby memohon maaf.
"Permintaan maaf aja nggak cukup, saya harus melaporkan kamu ke polisi" ancam si preman.
"Saya antar om ke rumah sakit ya" Febby menawarkan diri.
"Nggak bisa, ini namanya udah kriminal" tolaknya mentah-mentah, sementara Andin diam saja.
"Oke, saya akan bayar om sebagai ganti rugi, tapi pliss jangan laporin saya ke polisi om"
"Oke, tapi saya nggak mau uang cas"
"Jadi?" Febby nampak bingung.
"Kamu harus transfer ke rekening saya, disana ada ATM terdekat, ayo ikut saya" ajak si preman sedikit memaksa.
Febby hanya bisa pasrah sambil melirik Andin yang pura-pura ketakutan.
"Dan kamu, kamu jangan ikut" ancamnya kepada Andin.
"Pinter juga sih Winda, punya ide genius kayak gini" Andin membatin.
"Kok bengong ayo" ajak si preman saat melihat Febby terdiam seperti orang linglung.
Dengan terpaksa, Febby mengikuti si preman itu sampai ke depan gudang kosong. Sementara di gang sempit, Verrel mempunyai firasat yang tidak enak terhadap Febby.
"Kenapa gue kepikiran sama Febby ya? Apa Febby baik-baik aja?" Ia menghubunginya, tapi ponsel Febby tertinggal didalam mobil. "Nggak diangkat-angkat lagi" keluhnya khawatir.
Verrel putar balik menelusuri jalan yang dilaluinya tadi dengan tergesa-gesa. Sedangkan Febby semakin panik dan ketakutan ketika preman itu menggiringnya kedalam gudang kosong.
"Hahaha..." Seketika preman itu tertawa.
"Kalian mau apa?" Tanya Febby melangkah mundur, tapi dua orang preman lagi sudah ada dibelakangnya.
Sebut saja mereka adalah Didit, Dadat dan Dodot.
"Mau kemana cantik?" Goda Dadat.
"Jangan sentuh saya" ancam Febby meskipun dihatinya sangat takut.
"Nggak usah takut, kita cuma mau bermain-main sebentar kok" ucap Dodot.
Wajah mereka yang sangar membuat bulu kuduk Febby bergidik. Sama seperti ia melihat hantu atau sejenisnya. Sebenarnya bukan wajah mereka yang membuat Febby ngeri, tapi kelakuan dan perkataannya.

Bella membasuh muka didalam kamar mandi, namun sebelumnya ia melepaskan cincin kawin yang melingkar dijari manis dan meletakkannya di atas bak mandi. Saat ingin kembali ke kamar, tiba-tiba perutnya terasa mual. Bella kembali ke kamar mandi dan muntah-muntah.  Merasa pusing, akhirnya Bella berbaring ditempat tidur. Ponselnya berbunyi, tapi dari nomor yang tak dikenal. Ini nomor siapa?" Pikirnya sambil bangun, tapi ia tak sengaja menerima panggilan tersebut.
"Hallo sayang..." Sapa Ammar.
"Assalamualaikum" ucap Bella.
"Oia saya lupa mengucapkan salam, maaf" sahut Ammar serius.
"Oke kali ini saya maafin, awas kalau masih kayak gitu" Bella setengah mengancam.
"Siap Bu bos" canda Ammar.
"Oia, kok kamu pakai nomor lain sih?" Tanya Bella penasaran.
"Surprise..., ini khusus nomor untuk kita berdua" riang Ammar.
"Oke" tapi lagi-lagi Bella menahan rasa mual.
"Sayang kenapa?" Ammar sangat mengkhawatirkannya.
"Nggak apa-apa, cuma agak pusing sedikit"  sambil memegangi kening.
"Ya udah sekarang sayang istirahat ya"
"Iya sayang, bye..." Bella kemudian menutup telponnya.

Oke, kita kembali ke gudang kosong dimana Febby terdorong ke tembok akibat ditekan oleh Didit. Febby berteriak teriak meminta pertolongan, namun tak ada satupun yang mendengar. Dari jarak yang sangat dekat, Didit mengamati wajahnya.
"cantik banget dot" celetuknya melirik Dodot dan Dadat.
Dodot tersenyum mendekatinya, ia kemudian mengelus tangan Febby sambil menatap wajahnya yang terlihat ketakutan. Sementara Verrel menghentikan taksi yang dipinjamnya dari Nasya didekat mobil Febby dipinggir. Firasat Verrel semakin buruk ketika mendapati mobil Febby dalam keadaan pintu depan terbuka. Verrel mencari disekitar sana sambil memanggil-manggil Febby. Disaat yang sama, Dodot kembali merayu Febby, namun Febby memberontak. Tak pelak, Dodot langsung merobek ujung baju Febby. Dan untungnya Verrel datang disaat yang tepat, ia memukul punggung Dodot dengan keras. Dodot meringis kesakitan. Tentu saja Dadat dan Didit tidak tinggal diam, mereka mengeroyok Verrel.  Dodot pun menyeringai seketika, ia tidak terima ada orang yang menghalangi tujuannya.
"Verrel..." Lirih Febby.
Meskipun Dodot berusaha membalas, tapi sepertinya hanya sia-sia saja. Yang ada justru terbalik, Verrel yang berhasil membuatnya tak berkutik. Belum sempat Dadat dan Didit bangun akibat terkena pukulan, Verrel kembali menghajarnya habis-habisan.
"Siapa yang udah nyuruh kalian?" Bentak Verrel sambil membekuk leher Dodot. "SIAPA...?"
"Sakit sakit" Dodot meringis kesakitan.
"Apa perlu saya antar ke polisi" ancam Verrel.
"Winda sama Andin" Dodot terpaksa mengatakan yang sebenarnya.
"Winda sama Andin" Verrel kaget, terlebih lagi dengan Febby.
Febby menangis, ia sungguh tidak menyangka kalau itu adalah perbuatan sahabatnya sendiri.  Setelah itu Verrel melepaskannya dan mendekati Febby yang masih syok dengan apa yang terjadi.
"Gue takut" ucap Febby dengan tangan masih bergetar karena ketakutan.
"Lo nggak usah takut" Verrel memeluk Febby dan berusaha menenangkannya.
Tapi sepertinya tubuh Febby terasa lemas. Kepalanya juga terasa pusing. Verrel kemudian membopong tubuhnya masuk kedalam taksi.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang