part 123

126 18 6
                                    

Namun sesaat kemudian, Febby kembali membawa mangkuk yang berisi roti Regal yang dihaluskan.
"Anak bunda makan dulu, oke..." Riang Febby mulai menyuapi mereka.
"Iya dong, kan udah tumbuh gigi, harus banyak makan biar cepat gede..." Tambah Verrel.
Mereka tampak senang mendapat suapan itu. Karena itu pertama kalinya mereka merasakan makanan baru selain susu.
"Enak kan...?" Canda Verrel melihat mereka  menikmati makanan itu.
"Bayi gede juga makan ya..." Ucap Febby ingin tertawa sambil menyodorkan suapannya, namun ternyata Verrel benar-benar memakannya.
"Iih kok di makan beneran sih" Ucap Febby memukul lengannya.
Verrel akhirnya kabur ke dapur menyiapkan bahan-bahan yang akan dimasaknya. Mulai dari roti tawar, mesis, keju cheddar serta selai kacang. Mula-mula roti itu dilumuri margarin, ditaburi selai serta mesis didalamnya. Sambil menaruhnya didalam teflon diatas api kompor yang menyala sedang, senandung lagu cinta mengalun pelan dari bibirnya. Tak berapa lama aromanya menyeruak sampai ke hidung Febby yang berada di kamar. Menuntun langkah Febby menuju dapur. Celana pendek dipadukan dengan kaos oblong itu membuatnya terlihat seksi di mata Febby.
"Wangi bangeet...jadi laper tau nggak" Bisik Febby sambil melingkarkan tangan ke pinggangnya dari belakang.
Ia mengulurkan kepala dibawah tangan Verrel yang tengah membalik roti itu.
"Mau...?" Verrel paling senang menggodanya.
Apalagi kalau sudah melihat senyumannya, karena bibir mungil istrinya itu seakan candu yang mampu menghipnotis matanya.
"Mau dong..."
"Mmm tapi..."
"Tapi apa? Syarat lagi?" Febby sepertinya sudah tau apa yang di maksudnya. Lantas ia mengecup bibirnya lembut sebelum Verrel menjawab.
"Udah kan?"
"Barusan itu apa sih? Kok nggak kerasa ya" Dengan berlagak polos Verrel bertanya.
"Dasar..." Febby menekan dahinya dengan telunjuk.
"Hehehe"
Usai menaruh roti bakar itu di piring, Verrel memarutkan keju diatasnya.
"Makan makan makan..." Riangnya menuju meja makan bersama Febby.
Belum juga duduk, Febby sudah menyendoknya duluan.
"Enak kan?" Tanya Verrel.
"Mmm lumayan..."
"Haah, cuma lumayan"
Anggukan Febby membuatnya lemas seketika. Mau memakannya saja rasanya malas.
"Tapi bohong" Canda Febby.
"Berarti..."
"Enak bangeet"
Mendapat pujian itu Verrel berubah girang dan memakannya.
"Makasih bunda"
"Bunda yang seharusnya ngucapin terimakasih, seharusnya bunda yang bikinin sarapan, ini justru sebaliknya"
"Nggak apa-apa, kan bunda juga cape ngurusin si kembar"

Di kamar Rifki, Anice perlahan-lahan bangun sambil mengucek-ngucek mata. Rifki yang bersiap-siap ke kantor menyapanya.
"Kayaknya anak papa nyenyak banget tidurnya, memangnya nggak sekolah?"
Anice bukannya menjawab, akan tetapi mencoba mengingat apa yang ia lihat semalam.
"Semalam papa pulang jam berapa?"
"Memangnya kenapa?"
"Kalau nggak salah, semalam pas Anice masuk ada orang di kamar papa" Tapi sepertinya ingatan Anice belum pulih sepenuhnya.
"Ada orang di kamar papa?" Sembari duduk di dekat Anice. "Siapa?"
"Anice nggak tau siapa, soalnya orang itu pakai topeng pa"
"Haah..." Rifki kaget.
Firasat yang tidak baik kini menjalar di otaknya. Ia lalu membuka lemari, memeriksa kotak perhiasan yang sudah di simpannya selama bertahun-tahun.
"Astaghfirulllahaladzim..." Kepalanya langsung berdenyut sakit kala kotak itu tidak ada.
"Kenapa pa?" Anice mendekati Rifki yang membuka laci sebelah tempat menyimpan uang, tapi Rifki hanya mengeluh dan menarik nafas dalam-dalam sembari melepaskan dasi.
Mau berteriak juga percuma, karena semuanya sudah hilang. Ia berteriak kencang memanggil kedua bodyguardnya yang bersantai berjaga diluar.
"Iya bos" Jawab mereka berdiri didepan pintu.
"Semalam kalian kemana aja?"
"Kita nggak kemana-mana bos, selalu standby di depan"
"KALIAN BILANG STANBYE, TAPI SEMALAM ADA YANG MASUK KE KAMAR SAYA KALIAN NGGAK TAU..." Kemarahan Rifki memuncak melihat muka mereka tampak santai begitu saja.
"Masak sih bos"
"BUG BUG..." Secara bergantian Rifki memukul perut mereka. "Sekarang juga kalian harus cari pelakunya, mereka sudah berhasil membawa perhiasan beserta uang saya" Perintahnya.
Mereka lekas pergi sesuai dengan perintah Rifki, meskipun sebenarnya bingung mau mencarinya kemana. Tiba-tiba Vani pulang dengan terheran-heran melihat Rifki mengacak-acak seluruh isi lemari karena kesal.
"Ini ada apa mas?"
"Rumah kita kerampokan ma" Jawab Anice.
"Astaghfirulllahaladzim..." Vani terkejut sembari mengelus dada.
"Ini akibatnya kalau kamu tidak pernah ada di rumah" Maki Rifki pada Vani.
"Aku minta maaf mas..."
"Percuma, tidak ada gunanya" Rifki menekan pinggang, lalu menggulung lengan kemejanya sampai siku.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang