part 102

161 17 11
                                    

Malamnya, Andin mengurung diri di kamar. Biasanya kelayapan entah kemana. Kali ini ia bettah didalam kamar, karena buku diary yang ia pungut dijalan tadi membuatnya penasaran tentang isinya. Sedikit mencurigakan bagi Lisa yang berada didepan pintu kamar itu.
"Andin..."
Baru ingin membukanya, ia dikejutkan dengan suara Lisa.
"Kamu baik-baik aja kan?"
"Andin lagi mau istirahat ma" jawabnya duduk didepan meja belajar.
Lisa lalu kembali menonton televisi, sedangkan Andin terbelalak membaca lembar demi lembar isi diary Nasya tersebut.
"Siapa sih Nasya? Apa gue pernah ketemu sebelumnya...!"
Ia memaksa ingatannya untuk menerawang nama itu.
"Gue harus cari tau siapa pemilik diary ini, bikin penasaran aja sih, orangnya cantik nggak ya, kalau lebih cantikan gue sih nggak apa-apa"
     Sementara di rumah sakit, Vani berpamitan pulang kepada Ammar dan Bella. Ia tidak mau meninggalkan si kembar terlalu lama.
"Bella ikut ma, Bella kangen sama mereka"
"Tapi..." Ammar masih ragu dengan kesehatannya.
"Saya udah baikan kok"
Dokter yang baru masuk pun mengizinkannya pulang.
"Tu kan, Dokter aja memperbolehkan saya pulang kok, itu artinya saya sudah sembuh" sambung Bella ingin turun dari ranjang.
"Iya iya" Ammar membantunya turun.
"Kalian apa-apaan sih?" Dari balik sekat, Mawar mencerca sambil melempar bantal.
Untung bantal itu jatuh ke lantai, bukan mengenai mereka.
"Yang apa-apaan itu kamu Mawar, kenapa sikap kamu jadi seperti anak kecil begini?" Balas Ammar memungut bantal dan menyingkapkan sekat itu.
Terlihat jelas kalau Mawar lagi menahan kesal.
"Kamu kenapa? Bukannya kamu yang menginginkan tetap dirawat disini, tidak mau pulang"
"Aku juga mau pulang" sahutnya datar.

Feverr memasuki kamar hotel yang sudah dipersiapkan pelayan. Paska menikah mereka belum pernah merasakan yang namanya honeymoon atau baby moon. Jadi voucher liburan yang diberikan Alan sangat membantu mereka untuk mewujudkan impiannya. Dengan cepat Febby melemparkan tas kecilnya kepada Verrel dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia berguling-guling ke kanan dan ke kiri menikmati kasur yang empuk itu.
Sedangkan Verrel tercengang menatap kelakuan istrinya sambil meletakkan tas-tasnya. Ia hanya menggaruk-garuk tengkuk keheranan, melihat Febby yang seperti tidak pernah merasakan kasur empuk. Sesaat kemudian Febby bangkit dan membuka tirai jendela yang menghadap laut dan juga pantai.
Sungguh pemandangan yang menakjubkan.
"Yah nanti kita kesana ya..." Seru Febby melemparkan pandangan yang jauh disana, namun tak ada jawaban.
Begitu ditoleh, ternyata Verrel sudah tidur terlentang dengan hanya mengenakan celana pendek dan kaos ketat. Kaos itu memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang terbentuk dengan sedemikian rupa.
Febby pun ikut berbaring miring disampingnya. Dalam senyum, ia memandangi wajah suaminya yang terlihat begitu sempurna. Wajah dan kepribadian yang mampu membuat Nasya dan Andin tergila-gila, tapi ia sangat beruntung Verrel justru memilih dirinya. Namun ia rada geli kalau menyentuh bulu-bulu halus yang menghiasi dagu itu.
"Kayaknya aku harus melakukan sesuatu...!" Ia memetikkan jari setelah mendapat ide.
Diam-diam Febby mengeluarkan pencukur kumis didalam tas Verrel. Dengan sangat hati-hati pula, ia mencukur habis jenggot kebanggaan sang suami.

Kita lanjut kepada Aish, Vani dan Mawar yang berada di mobil. Ammar mencuri-curi pandang melalui kaca spion pada Bella yang duduk dibelakang bersama Vani. Bella juga membalasnya dengan senyuman.
"Kamu lihat apa sih?" Tanya Mawar kepada Ammar sambil menoleh ke Bella, tapi Bella mengalihkan pandangan keluar dengan cepat.
Sampai dikediaman Vani, Ammar membuka pintu untuk Bella.
"Nanti malam pulangnya saya jemput ya" bisiknya.
"Mmm iya" sembari mengangguk.
Vani dan Bella masuk dan mendapati si kembar lagi di depan televisi tanpa ada pengawasan.
"Kok nggak ada yang menjaga mereka?" Celetuk Bella tak sabar ingin mengajaknya bermain.
"BIBIK...ANICE..."
Si Bibik yang lagi menemani Anice belajar mendengar panggilan Vani.
"Itu kayaknya suara Ibu non"
"Ya udah samperin"
Si Bibik berlari-lari kecil menghampiri Vani.
"Jadi dari tadi si kembar kamu telantarin disini?" Tanya Vani datar.
"Mmm maaf Bu, ss saya lupa, soalnya tadi non Anice minta ditemani ngerjain PR" dengan menunduk si Bibik terbata-bata meminta maaf.
"Mereka ini masih kecil, kalau terjadi apa-apa gimana?"
"Saya benar-benar minta maaf bu"
"Ya sudah, tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi"
"Iya Bu"
Bella ingin sekali menggendongnya secara bergantian, tapi fisiknya masih lemah. Jadi Bella hanya bercengkrama memainkan mereka tetap di stroller.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang