part 156

122 19 5
                                    

Setelah mendapatkan nomor HP Verrel dari Andin, Rista menghubungi Verrel disaat Feverr baru saja masuk mobil, tapi Verrel tidak memperdulikannya.
"Kenapa nggak diangkat yah?" Tanya Febby mengamati ponsel Verrel terus berdering dibalik saku celana.
Terpaksa Verrel merogohnya pakai tangan kiri, sementara tangan kanan masih menyetir.
"Nggak tau nih nomor siapa" Verrel justru menyerahkan ponselnya.
"Iya hallo" Febby yang menjawab telepon itu.
"Mana Verrel gue mau ngomong" Ketus Rista.
"Nih, Rista" Febby mengembalikan ponselnya, namun Verrel menutupnya.
"Di matiin lagi, sial" Rista dibuat kesal olehnya.
"Kenapa di matiin? Kan penggemar Ayah mau ngomong" Tanya Febby bernada tidak suka.
"Di bibir sih ngomongnya begitu, tapi di hati cemburu kan" Sindir Verrel mencolek hidung bangirnya.
"Iih siapa yang cemburu nggak kok" Bantah Febby berlagak biasa saja, namun Verrel suka dengan sikapnya, karena ia bisa mengetahui kalau Febby sedang dilanda cemburu buta.
"AYAH BUNDA..."
"BUNDA..."
"YAH KITA DI KULUNG..."
Begitu mobil mereka sampai, si kembar berteriak-teriak di balik tirai.
"Di kurung?" Febby segera memencet bel disaat bu Rahmi membuka pintunya.
"Ayah bunda kita di kulung cama bu Lahmi..." Imam mengadu.
Spontan Feverr melirik bu Rahmi. Gimana bu Rahmi tidak bingung kalau pengaduan mereka seolah-olah menuduhnya berlaku jahat.
"Ini maksudnya apa bu?" Bisik Febby pada bu Rahmi.
"Soalnya mereka mau kabur non, gimana nggak Ibu kunciin" Balas bu Rahmi.
"Kalian mungkin yang nakal" Verrel menuduh mereka yang sengaja memasang muka sedih.
"Kita nggak nakal kok yah" Imam masih mengelak dengan caranya.
Febby berjongkok menatap ketiganya. "Bohong itu dosa lho, apa selama ini bunda ngajarin kebohongan sama kalian?"
Mereka menggeleng-geleng sambil menunduk. "Apa kalian mau kalau Allah marah...?"
"Nggak mau" Jawab mereka serempak, sedangkan bu Rahmi bergegas ke kamar.
"Kalau nggak mau Allah marah, anak-anak Ayah sama bunda nggak boleh bohong" Kali ini Verrel yang menasehati.
Feverr memberikan mereka waktu untuk berkata jujur, namun tampaknya berat sekali mengatakannya. Lantas Feverr ke kamar di saat mereka saling bisik-bisik. Kepo sih sebenernya, tapi Feverr tengah merencanakan sesuatu sambil mengintip dari balik tembok.
"Benel kata bunda, kita nggak boweh bo'ong" Ucap Almeera kemudian.
"Ya udah nanti kita bilang aja cama bunda cama Ayah juga" Sahut Yusuf mengerucutkan bibir.
Feverr tersenyum gemas, lalu mengangkat tangan untuk tos bersama. Mereka ke kamar dengan tergesa-gesa karena si kembar beranjak berjalan kearah mereka.

Dari dalam taksi tiba-tiba Nasya melihat Wira berboncengan dengan Livia. Posisi Livia yang memeluk pinggang Wira itu membuatnya jengkel. Kenapa ia tidak bisa mendapatkan Wira sebagai pelampiasannya? Kenapa justru Wira tertarik dengan Livia yang penampilannya biasa-biasa saja? Itu menurutnya lho.
"LEBIH CEPET PAK..." Tegasnya meminta supir, karena ia tidak mau berdampingan dengan mereka.
"Baik bu"
"Gue belum nikah, belum jadi Ibu-ibu"
"Oh iya maaf" Si supir memacu taksinya membalap couple sebelah.
             Di sisi lain, Vani tak sengaja melihat Wahyu bekerja di bengkel Rifki dari dalam mobil. Tadinya Vani ingin mampir di kantor suaminya, tapi setelah melihat Wahyu, ia jadi berpikir ulang.
"Aku nggak salah lihat kan?" Vani mengucek-ngucek matanya.
Setelah ia kembali melihat kearah dimana Wahyu berdiri, Wahyu sudah menghilang entah kemana. "Kemana perginya? Nggak mungkin aku salah lihat, itu tadi jelas-jelas mas Wahyu"
Disaat yang bersamaan security menghampiri.
"Kenapa bu?" Tanyanya ketika Vani ingin menutup kaca.
"Oh tidak pak, tadinya saya mau mampir, tapi tidak jadi" Vani buru-buru menutup kaca dan meninggalkan tempat itu.
"Bu Vani kenapa ya? Kok kayaknya..." Pemikiran security terhenti, ia tak mau ambil pusing, lagipula ia hanya seorang security, tidak pantas rasanya mengetahui urusan pribadi atasannya.
"Kamu kenapa?" Tegur Rifki yang hendak keluar.
"Oh anu pak, tadi bu Vani kayaknya mau mampir, tapi tiba-tiba pergi" Si security langsung keceplosan, padahal tadinya ia tidak mau mengatakannya. "Aduh, kok saya keceplosan begini sih?" Batinnya menggerutu.
Sementara Rifki menghela nafas dalam-dalam, mencoba berpikir positif tentang istrinya. Ia pun menghubungi Vani.
"Assalamu'alaikum mas" Jawab Vani sambil menyetir.
"Apa tadi kamu ke kantor?"
"Dari mana mas Rifki tau?" Vani membatin. "Oh tadinya aku mau mampir mas, tapi kayaknya mas sibuk makanya nggak jadi"
"Oh gitu, ya udah, tapi kamu udah sampe rumah kan"
"Ini sebentar lagi sampe kok mas"
Secara tak sengaja Wahyu melihat Rifki dari dalam bengkel saat hendak keluar. Ia pun menarik kakinya kembali masuk, bahkan menutup pintunya.
"Kenapa Rifki bisa ada disini? Bahaya nih kalau sampai dia lihat aku"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang