Saat terdengar suara motor Verrel di depan kediamannya, si kembar yang lagi lari kesana kemari didalam rolling menangis secara tiba-tiba. Febby juga bingung kenapa? Padahal tadinya mereka fine-fine aja menikmati kendaraannya. Bahkan ketawa ketawa saling bertabrakan mengangkat tangannya.
"Assalamuallaikum" Verrel masuk memberi salam.
"Wallaikumsalam" Balas Febby.
"Kok anak Ayah pada nangis sih? Laper?"
"Baru selesai makan kok mereka" Febby menimpali perkataan Verrel yang ditujukan kepada mereka.
"Denger suara motor Ayah pada nangis, mereka kangen kali sama Ayah" Lanjutnya.
"Ya udah sebentar ya Ayah cuci tangan dulu"
Verrel buru-buru melepaskan tas gendongnya di kamar. Terus memutar keran wastafel, mencuci tangan sembari mengucap basmallah dan ayat kursi. Setelah itu ia kebingungan karena tidak bisa menggendongnya sekaligus. Akhirnya ia menggendongnya secara bergiliran. Sedangkan Febby segera ke dapur, ingin memasak udang crispy, karena bu Rahmi tidak sempat memaksa akibat mengurus si kembar. Namun Verrel terkejut melihat ada beberapa bekas gigitan nyamuk ditangan dan pipi Almeera.
"BUNDA..."
"Huuh, itu si Vibi kenapa lagi sih teriak-teriak, orang lagi masak juga" Keluh Febby lekas ke ruang keluarga tanpa mematikan api kompor.
"Ini Almeera kenapa bisa digigit nyamuk begini?" Kali ini Verrel agak tegas.
"Mmm ya nggak tau"
"Nggak tau gimana sih? Kan tadi sama bunda?"
Febby ingin berkelit mencari alasan, tapi ia tidak bisa menemukan alasan yang pas untuk dikatakan.
"Udah dikasih minyak kayu telon belum?" Tanya Verrel lagi.
"Belum"
"Astaghfirulahaladzim bunda bunda..."
Febby lekas mengambil minyak telon dan mengoleskannya ke bekas gigitan nyamuk itu.
"Kita sebagai orangtua nggak boleh teledor bunda, ini kan bisa bahaya"
"Iya bunda minta maaf"
Bau gosong pun mulai menyeruak.
"Ini bau apa lagi? Kok kayak gosong gitu" Verrel mengendus-endus mencium sesuatu. .
"Astaghfirulahaladzim..." Febby terkesiap dan berlari ke dapur.
Ternyata saosnya sudah gosong. Febby cepat mematikan kompor.
"Jadi nggak semangat lagi kalau udah kayak gini" Raut mukanya sangat sedih menatap saos gosong itu. Sedangkan udang crispynya sudah ada di meja. Hanya tinggal menunggu saos pedas manisnya saja, tapi hasilnya begitu.
"Apa yang gosong?"
"Maafin bunda yah, pasti Ayah udah laper banget ya?"
"Memangnya bunda masak apa?"
"Udang crispy, tapi saosnya gosong"
"Udah nggak usah cemberut" Bujuk Verrel mengusap dahinya yang berkeringat itu. "Kan ada saos abc, enak juga kok pakai itu"
"Tapi bukannya Ayah nggak suka pedes?"
"Kita cobain aja dulu"
Febby menaruh nasi merah di dua piring, lalu menuang saos abc di piring tersebut.
"Terus si kembar tadi sama siapa?"
"Udah pada bobo"
Febby diam-diam memperhatikan Verrel makan. Ia tau persis bahwa Verrel paling tidak suka pedas, sedangkan saos itu yang extra pedas. Begitu sampai dimulut, lidah Verrel serasa terbakar. Ingin sekali memuntahkannya, namun ia tak mau menyinggung perasaan istrinya. Biar bagaimanapun rasanya, ia tetap menghargai hasil jerih payahnya. Febby langsung menuangkannya segelas air.
"Kalau nggak bisa jangan di paksain yah"
"Ayah bisa kok" Disela meneguk air itu.
Febby sadar pasti Verrel terpaksa memakannya karena tak mau membuat dirinya kecewa.
"Hehehe..." Untuk menutupi hal itu Verrel terpaksa nyengir.
Namun tiba-tiba perutnya mulas. Ia berlari ke toilet.
"Aduh jangan-jangan Vibi sakit perut lagi" Febby segera menghampiri toilet. "TOK TOK TOK, YAH...AYAH KENAPA...?"
"SAKIT PERUT..."
Febby mencari obat diare di kotak obat, lalu mengambil segelas air. Keluar dari toilet, Verrel tampak lemas memegangi perut.
"Ayo minum obat dulu" Pinta Febby menyodorkan obat dan segelas air. "Gara-gara bunda Ayah jadi begini" Febby jadi merasa bersalah disela Verrel menelan obatnya.
"Ini bukan salah bunda kok"Vani kini hanya berdiam diri di kamar tanpa sepatah katapun. Sementara Rifki menerima telepon dari kantor. Rifki bilang kepada sekretarisnya kalau ia tidak ingin di ganggu, tapi sekretarisnya mengatakan itu sangat penting, karena ada masalah di apartemen Marcopolo. Jadi ia di minta kesana sekarang juga.
"Iya masalahnya apa?" Tegas Rifki kesal.
"Ini masalah laporan audit pak, soalnya team auditnya tiba-tiba datang, dan sekarang mereka ingin bertemu dengan bapak"
"Oke oke saya kesana sekarang"
Rifki lalu berpamitan kepada Vani yang masih bersikap dingin.
Sedangkan Andin sibuk mencari buku tentang perekonomian di toko. Ia bingung materi apa yang menarik untuk jadi pembahasan pak Ammar. Sambil menggaruk-garuk kepala, ia terus mengumpat Ammar yang sudah memberinya tugas tersebut. Dibukanya satu per satu lembar buku itu dengan emosi. Alhasil buku itu robek, dan diketahui oleh petugas yang sedang berkeliling membenahi buku-buku dirak. Andin di minta ke kasir untuk membelinya, tapi Andin menolak dengan alasan tidak sengaja.
"Sengaja atau tidak anda harus tetap menggantinya" Tegasnya.
"Tapi bukan buku itu yang saya cari pak"
"Coba kamu lihat itu" Tunjuk si petugas mengarah ke sebuah tulisan yang tertera dirak buku itu. "Membuka atau merusak itu berarti membeli, paham?"
Andin tidak bisa berkelit lagi kecuali pasrah mengikuti si petugas menuju kasir.
"Sial..., ini semua gara-gara Verrel, kalau Verrel nggak ngasih bukti itu, gue juga nggak bakal dapat hukuman kayak gini" Pikirnya setelah membayarnya. "Tapi kok bisa sih? Padahal kasetnya udah gue ambil, masak iya salah, aagh tau ah pusing"
Andin lekas keluar dengan terburu-buru, namun lagi-lagi Andin mendapat kesialan. Ada penjual koran yang membawa koran bekas tak sengaja menubruknya. Sehingga koran-koran itu berjatuhan. Dihalaman depannya terpampang berita tentang inflasi saham, dan masih banyak lagi yang berhubungan dengan Ekonomi.
"Korannya dijual kan?" Tanya Andin dengan semangatnya.
"Mmm iya kak"
"Berapa semuanya?"
"Haah...semuanya kak?"
"Iya semuanya"
"100 ribu"
Andin memberikan uang pas dan buru-buru pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...