part 122

152 17 3
                                    

"Yeea anak papa udah bisa ketawa..." Seru Ammar.
Suasana yang ramai itu ternyata membuat Imam makin kegirangan. Tak jauh dari Verrel  menerima telepon, sekelebatan dua laki-laki yang mencurigakan melintas. Dari postur tubuh keduanya serta jaket yang dikenakan, sepertinya Verrel mengenali. Verrel mengejarnya, tapi Bima dan Raka masuk ke dalam ruangan mayat tanpa sadar.
"Itu tadi kayaknya Bima deh, tapi sama siapa?" Pikir Verrel menggerakkan bola matanya mengamati sekitarnya.
Didalam ruangan mayat itu, Raka tak sengaja memegang salah satu mayat yang berjejer. Ia melompat ketakutan ke pangkuan Bima.
"Berisik banget sih lo" Cerca Bima tertahan.
"Ini kamar mayat bim"
Verrel akhirnya kembali. Setelah Dokter  memeriksa keadaan Imam, Dokter menyatakan Imam sudah di perbolehkan pulang.
"Alhamdulilah..." Ucap mereka serempak mendengar dari depan pintu, sedangkan didalam cuma Febby dan Bella.
Suasana itu di manfaatkan Nasya untuk menatap Verrel yang sedang memikirkan pekerjaan.

Meskipun sudah malam, tapi Rifki masih berkutat dengan beberapa laporan keuangan dikantornya. Ia juga memeriksa kembali laporan keuangan bengkelnya yang dikirim Verrel kemarin. Mengingat Verrel keluar karena kekecewaannya, Ia sungguh menyesal. Apalagi setelah meneleponnya, Verrel menolak untuk kembali ke bengkel. Lantas Rifki menutup laptopnya dan bersiap-siap pulang. Sambil berjalan menuju mobil, Ia menghubungi Vani.
"Sebentar lagi aku jemput ya"
"Tapi mas, aku nggak bisa pulang"
"Nggak bisa pulang, kenapa?"
"Aku harus menjaga Yusuf sama Almeera"
"Lho memangnya Verrel sama Febby kemana?"
"Imam keracunan makanan mas, jadinya dirawat di rumah sakit"
"Inalillahi..., ya udah nggak apa-apa, kamu disana aja dulu sampai mereka sembuh, ya"
"Iya makasih mas"
         Sementara di rumah sakit, Mawar memeriksakan kandungannya bersama Naya. Karena Mawar mengalami keram pada pinggangnya. Secara tak sengaja mereka berpapasan dengan Aish dan Feverr yang membawa Imam.
"Ammar..." Gumam Naya terkejut. "Kamu enak-enakan sama Bella, sementara istri kamu yang lagi hamil kamu telantarin begitu aja" Cercanya.
"Yang nelantarin dia siapa ma? Ammar hanya menjenguk Imam cucu mama" Balas Ammar melirik Imam yang lagi tidur di bahu Verrel.
Hati Verrel mulai panas melihat kakaknya dimaki oleh mertuanya sendiri , tapi dengan cepat Febby menenangkannya.
"Mama kenapa sih akhir-akhir ini aneh banget? Febby ngerasa mama itu bukan seperti yang Febby kenal" Lirih Febby.
"Ini masalah mama dengan kakak kamu, jadi kamu nggak usah ikut-ikutan" Balas Naya.
"Tapi kak Ammar kakaknya Febby ma, Febby tau siapa yang pantas membahagiakan kak Ammar" Bantahnya lagi.
"Aduh ma perut aku sakit ma, mendingan kita nggak usah ngurusin mereka dulu" Ucap Mawar mengajaknya pergi.
"Udah mendingan sekarang kamu ikut mereka aja ya, saya tidak mau mama menyalahkan saya karena masalah ini" Pinta Bella pada Ammar.
Walau berat hati, Ammar menuruti keinginan Bella.
"Kak Bella yang sabar ya" Verrel mencoba menenangkannya.
"Kak Bella tidak apa-apa kok, yuk, kasian si kecil" Sahut Bella menatap Imam yang asyik bersandar di bahu Ayahnya itu.
Sedangkan Febby sekilas menoleh Naya yang semakin lama semakin hilang di kejauhan.
"Sedikitpun mama nggak mengkhawatirkan cucunya, bahkan nanya keadaannya aja nggak, mama bener-bener berubah..." Batin Febby sangat sedih.
Sampai didepan mobil, Bella agak linglung memikirkan kepulangannya naik apa. Karena mobil yang dinaiki sebelumnya tadi itu kepunyaan Ammar.
"Ayo kak, nanti Verrel antar" Ajak Verrel membuka pintu.
"Sebaiknya kak Bella naik taksi aja deh" Tolaknya halus.
Dan secara kebetulan ada taksi yang melintas. Ia menyetopnya.
"Ya udah kak Bella hati-hati ya" Sambungnya kemudian, sedangkan Bella cuma mengangguk.

Keluar dari rumah sakit, Mawar memegangi lengan Ammar. Ia tau Ammar sangat tidak menyukai sikapnya, tapi tak jadi soal. Yang penting saat ini Ammar ada bersamanya.
"Nah kalau begini kan enak ngeliatnya" Puji Naya mengiringinya dari samping.
"Hmmm...terserah mama" Gumam Ammar menelan ludah.
Dalam hati ia memikirkan keadaan Bella. Apakah Bella sudah di rumah atau mungkin masih di jalan? Karena tidak tenang, ia mengeluarkan ponsel ingin menghubunginya. Tapi Mawar malah merebut ponsel itu.
"Tolong kembalikan Mawar" Pintanya pelan, tapi Mawar seolah-olah tak mendengar. "SAYA BILANG KEMBALIKAN..." Nadanya mulai keras.
"Kamu kenapa harus bentak-bentak begitu sih?" Cerca Naya.
"Ya siapa suruh Mawar ngerebut hp Ammar segala" Ammar kemudian melepaskan tangan Mawar dengan kasar. "Ini privacy saya, kamu itu seharusnya belajar sama Bella, gimana caranya menghargai orang"
"Iih...menjengkelkan banget sih ni laki-laki" Gerutu Mawar dalam hati.
Ia pasrah membiarkan Ammar agak menjauh menghubungi seseorang. Terdengar pembicaraan mereka di telepon secara samar-samar, Ammar mengatakan selamat beristirahat dan tidur yang nyenyak. Sudah pasti itu diperuntukkan buat Bella yang jauh entah dimana. Tapi Ia mengajak Naya duluan ke mobil, karena mata Ammar mengawasinya.
         Disisi lain, Vani menyambut kepulangan Feverr yang membawa Imam. Alhamdulilah Imam makin nyenyak tidurnya, sehingga Verrel menaruhnya di box tempat tidurnya agar tidak terkena bekas infusnya.
Kemudian ia menemui Vani yang mengajaknya ke dapur untuk mengecek bekas susu yang di minum Imam tadi siang. Herannya tidak ada yang mencurigakan di kotak susu tersebut. Karena tanggal kadaluarsanya juga masih lama.
"Kenapa mama curiga kalau ada orang yang sengaja ingin mencelakai anaknya Verrel?"
"Soalnya Yusuf sama Almeera minum susu yang sama"
"Bener juga ya" Verrel berpikir keras, tapi ia tidak mungkin menuduh orang sembarangan karena tidak ada bukti.
Memang ia sempat adu mulut dengan Aldo, tapi rasanya tidak mungkin kalau Aldo yang melakukannya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang