Tapi diwaktu yang sama, Bella mengangkat koper itu kedalam mobil mereka. Feverr saling melirik, menunjukkan kode kalau mereka harus segera masuk mobil. Selama dalam perjalanan, suasana begitu hening. Tak ada kata, tak ada musik, tak ada canda-candaan seperti yang sering Feverr lakukan kalau lagi di mobil. Mungkin karena suasananya sedikit berbeda, jadi terlihat seperti horor.
Pulang dari kantor, muka Rifki tampak lelah. Membuka pintu kamar saja ekspresinya sama seperti orang yang belum makan seharian.
"Hmmm..." Hanya helaan nafas yang bisa ia lakukan sambil tangannya melepaskan dasi dan menaruhnya ke sembarang tempat.
Awalnya ia bisa memaklumi kondisinya yang harus tanpa sambutan dari sang istri. Karena Vani mengasuh cucunya. Tapi setelah dirasakan beberapa hari ini, ia mulai merasa jenuh.
"Pa..." Tanpa mengetuk pintu Anice nyelonong masuk.
"Kenapa?" Jawabnya datar.
"Kenapa sih setiap hari mama harus di tempat kak Verrel? Kenapa si kembar nggak dibawa kesini aja, kalau kayak gini kan Anice ngerasa sama aja kayak nggak punya mama"
"Udah papa mau istirahat dulu, masalah itu nanti akan papa bicarakan sama mama"
"Ck..." Anice berdecak kesal sambil melangkah keluar.
Sementara itu, Raka dan Chiko kembali berbuat ulah, yaitu menebar sampah-sampah didepan cafe mini milik Verrel. Tentu itu tak lepas dari perintah Bima. Bima sendiri berkacak pinggang memperhatikan perbuatan mereka.
"Bagus, gue yakin mereka nggak akan tau kalau ini pekerjaan gue"
"Siapa kalian?" Tiba-tiba Wahyu muncul memergoki mereka.
"CABUT GUYS..." Teriak Bima.
Mereka berlarian kearah motor yang diparkir dipinggir jalan. Dan terburu-buru meninggalkan Wahyu dalam keadaan bengong.
"Siapa mereka? Kenapa sampah-sampahnya ditebar disini?"
Ia mengamati cafe yang sudah tutup itu. Ingin berniat membuka pintu tersebut, tapi terkunci. Mau tidak mau terpaksa harus pergi dari sana, karena ada bayangan seseorang yang mengawasi.Mendengar klakson mobil berbunyi keras didepan rumah Verrel, Bu Rahmi cepat-cepat membukakan pintu. Terlihat Verrel menyambut koper yang dikeluarkan Bella, lalu Febby menuntun Bella memasuki rumah diikuti oleh Verrel yang membawa koper.
"Bella..., Kamu kemana aja tadi dicariin sama Ammar" ungkap Vani. "Kalau punya masalah harus kamu selesaikan secara baik-baik"
"Udah ngobrolnya besok lagi aja ma, kasian kak Bella, dia butuh istirahat biar lebih tenang" sahut Verrel.
Vani mengangguk sambil mengusap pundak Bella yang tampak kelelahan.
"Ayo kak" ajak Verrel mengantarnya ke kamar.
Didalam kamar itu, Bella duduk disisi ranjang sambil menatap kopernya. Sambil melangkah keluar, Verrel menoleh sejenak saat ingin menutup pintu. Ia sangat mengerti bagaimana kondisi kakaknya saat ini.
"Gimana dengan kakak kamu?" Tanya Vani penasaran.
"Mama masuk aja, Verrel yakin pasti kak Bella membutuhkan mama"
Lantas perlahan-lahan Vani masuk dan menutup pintu itu. Sementara dikamar sebelah Febby gelisah sambil menggenggam ponsel. Ia ingin memberi tahu Ammar kalau Bella ada di rumahnya, tapi Verrel merebut hp itu.
"Bunda mau sms siapa?"
"Mmm..."
"Pasti mau ngasih tau kak Ammar kalau kak Bella ada disini, iya kan?"
"Udah balikin hp nya" Febby ingin merebutnya kembali, tapi Verrel meninggikan tangannya agar tak bisa dijangkau. "Kak Ammar itu sangat mencintai kak Bella, dan Bunda yakin sekarang kak Ammar lagi kebingungan nyarinya"
Karena Verrel tak kunjung menurunkan tangannya, Febby ke dapur ngambil sapu. Dengan berlagak galak gagang sapu itu ditodongkan kearahnya.
"Hahaha..." Verrel tertawa geli melihat ekspresi konyol tersebut.
"Nggak usah ketawa-ketawa Bunda lagi serius, mau dibalikin nggak hp nya?" Febby kemudian mendorong sang suami sampai terjerembab diatas ranjang.
"Oh my God, sadis banget sih istrinya Verrel" gumam Verrel.
"Makanya jangan coba-coba berani sama istri" sindir Febby dengan memberikan sedikit senyuman yang menggoda.
Dan itu sukses membuat Verrel tidak konsen. Alhasil Febby bisa merebutnya kembali.
"Awas aja kalau kak Ammar kesini bikin masalah" ancam Verrel.
Mendengar percekcokan itu si kembar laki-laki terbangun dan berteriak kecil dari box tempat tidurnya, namun tidak menangis. Verrel lalu menepuk-nepuk pantatnya agar kembali tertidur.
"Udah kalian nggak usah mikirin Ayah, Ayah udah biasa kok dianiaya sama Bundanya..." Verrel seolah-olah mengadukan masalahnya dengan mereka, sontak saja Febby melotot kearahnya. "Hehehe...Ayah cuma becanda kok, sekarang Imam sama Yusuf bobo lagi ya" bujuknya sambil terus menepuk-nepuk pantatnya. Terus menciumi kening dan pipinya. Almeera juga diperlakukan yang sama meskipun sedang terlelap memeluk guling mungil berwarna pink.
Sementara dikamar sebelah, Vani mendekati Bella yang masih berdiam diri di sisi ranjang.
"Mama tau kamu ada masalah dengan Ammar, tapi jangan sampai kalian berpisah, mama nggak mau kamu seperti mama" ucap Vani memeluknya.
"Tapi mama Naya nggak suka sama Bella, apalagi sekarang Bella udah cacat Bella udah nggak bisa punya anak ma"
"Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, kamu bisa memiliki si kembar walaupun nggak seutuhnya sayang..."
"Apa Verrel sama Febby ngebolehin Bella buat mengasuh mereka?"
"Ya pasti boleh dong, kan mereka harus kuliah" Vani kemudian melepaskan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...