part 7

299 10 0
                                    

"mungkin perasaan saya terhadap kamu terlalu cepat, tapi saya benar-benar tulus ingin menjadi imam kamu"
Kata-kata yang dilontarkan Ammar selalu membuat Bella berdecak kagum. Bella bingung dengan dirinya sendiri. Apa yang sudah merasukinya? Apa ini yang namanya cinta? Entahlah, yang jelas Sikap Ammar yang gentle dan dewasa membuat Bella jatuh hati. Memang mereka bukan anak ABG lagi, tapi mereka juga merasakan dimabuk asmara pada umumnya. Hanya saja, kalau anak ABG sukanya saling gombal-gombalan, sedangkan mereka, mereka hanya diam seribu bahasa, tapi hati yang saling bicara. Ammar kembali mengulangi pertanyaan yang sama untuk memastikan seperti apa perasaan Bella terhadapnya. Dengan tersipu malu, Bella mengangguk pelan.
"Alhamdulillah ya Allah" Ammar mengucap tanda syukur.
"Mmm saya harus pulang sekarang, karena saya nggak mau sampai papa tau keberadaan saya disini" celetuk Bella setelah beberapa saat.
"Ya udah biar saya antar" Ammar menawarkan diri, tapi Bella menolak secara halus.
"Kalau begitu, saya akan kawal kamu dari belakang, karena saya nggak mau kalau kamu kenapa-kenapa"
"Iya"
Ditengah perjalanan, Ammar merasa seperti ada yang mengikuti. Ammar mencurigai kendaraan bermotor yang ada di belakangnya. Mereka adalah Juan dan Bocil anak buahnya Wahyu. Rupanya tadi Wahyu sengaja menyuruh mereka untuk mengawasi Ammar, jangan sampai Ammar membocorkan rahasianya kepada Bella. Mereka terus memperhatikan Ammar sembari sesekali menoleh ke belakang. Karena tak ingin melibatkan Bella, terpaksa Ammar berhenti. Motor itu langsung melintang didepan mobilnya.
"Kalian siapa?" Tanya Ammar setelah keluar dari mobil.
"Jangan banyak bicara kalau tidak mau menyesal" ancam Bocil.
Juan memberi tanda agar Bocil menyerangnya.
Perkelahian sengit pun terjadi. Herannya tidak ada satu orangpun yang melintas.

Verrel mengantar Febby sampai di depan rumahnya. Febby menawarkan Verrel untuk masuk, tapi Verrel menolaknya dengan berlagak jutek.
"Ya udah kalau nggak mau ngapain lo masih diem disini?" Balas Febby marah-marah.
"Emang gue mau pulang kok" Verrel terlihat cuek, tapi masih aja menatapnya.
Baru saja ingin masuk, Febby teringat dengan kamera milik Verrel. Febby lalu mengeluarkan kamera dari tas.
"Nih, waktu itu gue nemuin ini di masjid" sembari menyodorkannya.
"alhamdulillah akhirnya ketemu juga, ini yang gue cari-cari" riang Verrel. "Eit jangan masuk dulu" tahannya ketika Febby ingin masuk. "Sebentar gue cek dulu, siapa tau setelah dipegang sama lo kamera gue jadi rusak" dengan serius ia memeriksa kamera tersebut.
"Bukannya terimakasih, malah nuduh orang sembarangan" maki Febby pelan.
"Apa...?" Verrel menoleh kearahnya.
"Tau ah gue mau masuk, bye" dengan wajah jutek Febby meninggalkannya.
Verrel mengerenyitkan dahi menatap punggungnya.
Sementara di Rumah Sakit, Wahyu gelisah menunggu kabar dari Juan. Pikirannya kacau kalau sampai Bella tau tentang kebenarannya. Wahyu ingin turun dari atas pembaringan, tapi kepalanya masih terasa sakit akibat terbentur waktu kecelakaan. Berkali-kali ia menghubungi Juan tapi tidak diangkat. Begitu juga dengan Bocil.
"Siapa tuh yang berantem?" Gumam Verrel dari kejauhan saat melihat Ammar masih berkelahi dengan Juan dan Bocil.
Verrel cepat-cepat mendekati mereka ingin menolong Ammar sampai-sampai ia tak menghiraukan helmnya terjatuh. Verrel memukul Bocil dari belakang. Melihat Verrel, Juan langsung kabur meninggalkan Bocil sendiri. Bocil juga kabur menyusul Juan yang sudah jauh. Verrel ingin mengejarnya, tapi Ammar bilang tidak usah dikejar.
"Pak Ammar nggak apa-apa?" Tanya Verrel.
"Saya nggak apa-apa, makasih ya"

Dengan muka lebam-lebam, Juan dan Bocil menemui Wahyu yang masih dalam perawatan. Emosi Wahyu semakin memuncak ketika Juan melaporkan bahwa Verrel yang sudah menggagalkan rencananya. Wahyu langsung melepaskan infus yang masih terpasang ditangannya. Ia tidak mempedulikan tubuhnya yang masih lemas. Juan melarangnya pergi, tapi Wahyu malah memakinya karena tidak becus dalam menjalankan perintahnya.
"Tapi bos, bos belum pulih, bos masih dalam perawatan" Juan mengkhawatirkannya.
Suster yang merawatnya melarang Wahyu pergi, tapi Wahyu malah mendorong suster dengan kasar. Bahkan Dokter yang biasa menangani Wahyu pun ditentang habis-habisan olehnya.
"Tidak ada yang bisa melarang saya, paham" bentak Wahyu.
Si Dokter tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah membiarkannya pergi. Tak disangka ternyata kejadian tersebut direkam secara live oleh seorang wartawan. Vani yang memang sedang menonton televisi dirumah langsung terkejut melihat beritanya. Langkah Bella juga terhenti ketika ia tak sengaja melihat berita di televisi itu. Bella lalu mendekati Vani dan menenangkannya agar tidak panik.
"Kenapa nggak diangkat sih mas?" Keluh Vani begitu nomor telepon Wahyu tidak diangkat.
Rupanya Wahyu memang sengaja tak ingin menerima telponnya. Bella dan Vani akhirnya menuju Rumah Sakit, tapi sesampainya disana ruangannya sudah kosong. Yang ada hanya seorang suster yang sedang membereskan kamarnya.
"Pasien yang dirawat disini kemana sus kok nggak ada?" Vani cemas.
"Sudah pergi bu, kami sudah berusaha keras melarangnya, tapi pasien memaksa tetap pergi"
Vani menarik nafas dalam-dalam. Ia tak habis pikir dengan sikap Wahyu akhir-akhir ini. Apa Bella ceritain aja semuanya sama mama?" Bella membatin, tapi ia tak ingin membuat mamanya semakin sedih. Sebaiknya jangan dulu deh!"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang