part 118

137 15 7
                                    

Di lapangan basket rumahnya, Feverr kini saling menatap tajam dengan kedua tangan sama-sama mengambil ancang-ancang. Dari pakaian yang mereka kenakan sih sepertinya ingin berlatih taekwondo atau karate. Dari wajah Febby yang begitu serius, tak ada kemungkinan sama sekali kalau ia mempunyai rasa takut. Namun saat Verrel mulai memperlihatkan jurus pertama untuk menyerangnya, Febby malah bereaksi menutup muka dengan kedua tangan.
"AAA..." Jeritnya.
Verrel menarik tangannya yang ingin menyerang.
"Katanya bunda dulu punya basic karate, kok takut sih?" Tanya verrel sambil membuka tangan yang menutupi wajah cantik itu.
"Bunda bukannya takut"
"Terus apa namanya kalau bukan takut, hayo...?"
"Ya abisnya muka ayah serem sih kalau lagi serius"
"Hehehe... Oke-oke, sekarang kita mulai ya"
Kali ini Febby yang mulai melakukan pukulan tangan, tapi Verrel berhasil menangkisnya. Lanjut dengan gerakan kaki, tapi lagi-lagi Verrel bisa menahannya. Febby ingin menyikut dada itu, namun Verrel justru menangkap tangan itu dan menguncinya. Tangan Verrel memang begitu kokoh, membuatnya sulit untuk melepaskan diri, karena posisi tangan yang mengepung lehernya. Akhirnya Febby menemukan cara jitu agar cengkraman tangan itu terlepas. Dengan cerdiknya ia mendongak dan mengedipkan mata nakalnya.
"Hmmm..." Verrel hanya berdeham menyunggingkan senyuman, karena ia tau itu akal jitunya Febby agar konsentrasinya buyar.
"Kok nggak memang sih" Gerutu Febby dalam hati.
"Kalau terkunci seperti ini, caranya bunda harus menggunakan anggota tubuh yang lain untuk melakukan serangan balik"
Lalu ia melepaskannya dan memberi contoh dengan menggunakan kaki untuk melakukan serangan balik. Akhirnya Febby berhasil juga mencobanya, namun bu Rahmi datang melerai mereka.
"Kalau kalian punya masalah harus di selesaikan secara baik-baik, jangan berantem seperti ini"
"Hahaha..." Mereka tak bisa menahan gelak tawanya.
"Ini cuma latihan bu bukan berantem" Lanjut Verrel menjelaskan.
Setelah bu Rahmi mengerti dan masuk kembali ke dalam, Verrel mengelap keringat di wajah Febby dengan handuk kecil.
"Keringet ayah juga banyak tuh" Febby mengambil alih handuk itu dan menyeka keringat Verrel.

Karena Naya tidak tega melihat Mawar terus-terusan merasakan sakit perut, Naya mengantarnya ke rumah sakit. Namun setelah di periksa, ternyata Mawar tengah mengandung.
"Kamu hamil Mawar" Riang Naya masih tak percaya. "Ini beneran dok?"
"Iya betul, kehamilannya baru menginjak beberapa minggu"
Mawar tampak senang bukan main. Ini adalah berita yang ia harapkan agar Ammar kembali kepadanya.
"Tolong dijaga baik-baik ya, karena kandungannya masih rentan" Jelas Dokter.
"Iya dok saya akan menjaganya baik-baik"
"Kalau begitu terimakasih ya dok, kita permisi" Pamit Naya beringsut dari tempat duduk dan menuntun Mawar.
"Akhirnya kamu hamil lagi, mama seneng banget dengernya..."
"Kalau aku hamil, Ammar pasti mau kembali lagi ke rumah"
Dalam perjalanan pulang pun mereka tak henti-hentinya membicarakan kehamilan itu. Bahkan Naya sempat mengumpat Bella yang tidak bisa memberikan Ammar keturunan.
       Sementara didepan gerbang rumah Feverr, Raka dan Chiko tengah mengawasi si kembar yang sedang bermain bersama Vani dan bu Rahmi di teras.
"Jadi itu anaknya si Verrel?" Tanya Raka.
"Iya, kan anaknya kembar"
"Terus mau kita apain?"
"Sabar, kita harus tunggu aba-aba dari Bima"
"Ya kapan? Mumpung kita udah disini"
"Sebentar gue telepon dulu" Chiko kemudian menghubungi Bima yang lagi menyusun rencana di belakang kampus.
"Gue udah di depan rumahnya Verrel nih"
"Kalian jangan bergerak dulu sekarang"
Chiko lalu mengajak Raka pergi setelah menutup teleponnya.

Sesaat kemudian Verrel muncul memasuki ruangan UKM. Zian dan Bima langsung saling berebutan menghampirinya.
"Lo berdua kenapa sih?" Tanya Verrel kebingungan.
"Gue daftar team basket lo rel" Jawab Zian dengan cepat.
"Gue juga rel" Serobot Bima.
"Masalahnya kita cuma butuh satu orang lagi rel" Ucap Wira.
"Ya gue lah, kan gue yang udh daftar duluan" Sahut Zian.
"Ya nggak bisa gitu dong, gue juga udah daftar" Balas Bima.
"Tapi yang daftar duluan gue" Zian kembali menghalangi Bima, berharap Verrel memilihnya.
"Ya udah kita ke lapangan sekarang" Ajak Verrel sambil berjalan menuju lapangan. "Siapa yang bisa memasukkan bola dari jarak yang gue tentuin, berarti dia yang terpilih"
Wira dan yang lain cukup lega, karena Verrel bisa mengatasi kebingungannya.
Di pinggir lapangan sudah tersedia bola basket. Lantas Verrel meraih bola itu dan memberikannya kepada Wira terlebih dahulu. Mereka harus mampu memasukkan bola dari jarak beberapa meter. Sebelum melemparkan bola, Wira mendriblenya terlebih dahulu.
"YESS..." Zian melompat kegirangan mendapati lemparan itu hanya mengenai papannya saja.
Hal itu membuat Bima makin kesal. Ia seolah-olah diremehkan begitu saja.
"Kasih gue kesempatan sekali lagi rel" Pintar Bima ingin merebut bola dari tangan Zian.
"Kesempatan lo udah itu selesai bim" Ucap Aldo.
Kali ini Zian menunjukkan skill mendrible bola dan langsung melemparkannya. Bola itu melambung dan masuk ke dalam ring.
"YESS..." Zian kembali berteriak sambil mengepalkan kedua tangan keatas.
Bima menendang bola yang memantul kearahnya tersebut sambil menahan emosi.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang