"Jadi pak Rifki yang punya perusahaan ini?" Tanya Verrel.
"Kamu betul"
"Kalau begitu, sekarang juga saya mengundurkan diri"
"Kenapa? Apa karena saya bosnya, kamu tidak mau mengemban tugas dari saya?"
"Bukan begitu pak, saya cuma tidak mau aja, kalau saya diterima bekerja disini karena Bapak adalah papa saya"
"Kalau kamu tidak mau dikatakan seperti itu, ya kamu harus tunjukkan ke mereka, kalau kamu pantas jadi seorang manager"
"Tapi saya ini kerja sambil kuliah pak"
"Saya tau, tapi saya yakin kamu bisa atur jadwalnya"
Sebelum kembali ke kantor, Rifki menepuk pundak Verrel sebagai tanda memberi semangat. Dalam keadaan kesal, Rian membanting salah satu kunci dan kunci itu tepat mengenai kaki Tony.
"Aaa..." Tony mengaduh ingin memukulnya, tapi Rivan memerintahkan mereka kembali kerja.
"Ayo ikut saya" Rivan mengajak Verrel.
Rivan membawanya kedalam ruangan yang tidak terlalu besar, namun dilengkapi dengan fasilitas yang cukup layaknya untuk seorang manager.
"Mulai hari ini pak Verrel di tempatkan disini sebagai manager"
"Aduh pak, justru saya yang seharusnya manggil Bapak bukan sebaliknya"
"Meskipun masih muda, tapi pak Verrel kan atasan saya, jadi tidak usah sungkan, kalau ada sesuatu yang ingin ditanyakan atau apa, pak Verrel bisa panggil saya kapan saja"
"Oh iya pak"
"Saya permisi dulu" Rivan kemudian kembali mengawasi pekerjaan semua karyawan, sementara Verrel hanya duduk mengamati meja dan sekelilingnya.
Ia bingung ingin mengerjakan apa.Setelah Vani datang ke rumahnya untuk mengasuh si kembar, Febby berangkat ke cafe mininya memakai mobil, namun ia terkejut melihat mobil box yang bertuliskan oven order juce segar nangkring didepan cafenya.
"Ini maksudnya apa Andin?" Tanya Febby kepada Andin yang lagi duduk santai menunggu pelanggan.
"Lo nggak baca tulisannya? Tuh oven order juce segar" dengan ketus Andin menunjuk tulisan yang menempel di dinding mobil itu.
"Maksud gue kenapa lo jualannya didepan cafe gue? Memangnya nggak ada tempat lain apa?" Balas Febby.
"Kalau gue maunya disini memangnya kenapa? Lagian gue udah dapat izin kok sama calon suami gue"
"Calon suami...? Siapa?"
Tapi Andin hanya tersenyum nakal sebagai jawabannya.
"Udah nggak usah ngeladenin orang yang nggak penting" Livia menarik lengan Febby yang masih menyisakan rasa penasaran.
Livia menghadapkan Febby kepada beberapa para pelamar yang usianya sama seperti mereka. Namun yang mengejutkan Febby, diantara mereka itu ada sosok Nasya.
"Ini data mereka" ucap Livia sambil memberikan data si pelamar.
"Kenapa Nasya bisa ngelamar kerja disini? Apa Verrel yang minta, tapi kayaknya nggak mungkin deh" itu yang ada dibenak Febby saat ini disela membuka surat lamaran Nasya.
"Kayaknya Nasya cocok jadi karyawan kita" Livia berbisik.
"KOK DIA SIH...?"
Spontan mereka kaget akibat nada bicara Febby yang cukup keras.
"Gue juga sebenarnya ogah nerima dia, tapi gue kasian aja soalnya dia butuh banget sama pekerjaan ini, lagipula kalau dia disini, kita bisa ngawasin dia" bisik Livia lagi.
"Bener juga kata Via" pikir Febby. "Ya udah Nasya kita terima" ucapnya pelan.
Usai membaca semua surat lamaran itu, Febby memutuskan hanya menerima 3 karyawan saja, yaitu Nasya, Luna dan Shinta.Ammar menuju aula kampus yang terletak di atas gedung. Satu persatu anak tangga dinaiki, walaupun pikirannya lagi kacau. Ponselnya tiba-tiba berdering, namun setelah mengetahui kalau itu dari mamanya, ia kembali menyimpan ponsel itu dibalik saku celana.
"Siang pak" sapa Reno dan Astra yang kebetulan menuruni tangga.
"Siang" sahut Ammar datar.
Reno dan Astra memperlambat jalannya sambil menatap kesuraman wajah Ammar.
"Kalian kenapa?" Ammar membalasnya dengan pertanyaan. "APA ADA YANG ANEH SI MUKA SAYA...?"
"Oh nggak pak" sambil terbata-bata mereka menggeleng.
"Kalau tidak ada ya udah, ngapain ngeliatin muka saya"
Namun ponselnya kembali berdering. Ia lalu membuka pesan dari mamanya.
"Kamu harus segera menceraikan Bella, karena mama nggak mau dia jadi penghalang antara hubungan kamu sama Mawar, cuma Mawar yang bisa memberi kamu anak bukan Bella"
Ia kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga.Di bengkel, Verrel baru menyadari kalau hari ini adalah tanggal anniversary pernikahannya setelah tak sengaja melihat kalender diatas mejanya. Jari tangannya ditekuk menekan dagu sambil memikirkan ide. Lantas Verrel mengirim pesan singkat kepada Febby untuk merayakan anniversary pernikahan mereka.
"Assalamualaikum Bunda, selamat anniversary... nanti kita rayain di taman pertama kali kita ketemuan ya, 😘"
Febby yang baru sampai didepan kamar langsung melebarkan senyum ketika membaca pesan itu.
"Hmmm sms apa sih sampai senyum-senyum begitu?" Goda Vani dari arah dapur.
"Mmm ini sms dari..." Febby tampak grogi menjawabnya. "Dari Verrel hehehe" ia tersenyum kaku.
"Ooo..." Mulut Vani membulat seketika.
Melihat si kembar lagi tidur didalam stroller, Febby menciumnya terlebih dahulu lalu masuk ke kamar. Karena tak sabar ingin merayakan anniversary dengan sang suami, Febby melemparkan tasnya begitu saja diatas tempat tidur dan membuka lemari pakaian. Lantas ia mencoba pakaian yang sedikit seksi.
"Tapi aku kan berhijab, masak pakai model yang begini..." Sembari memutar tubuhnya didepan cermin.
Sementara itu, Verrel berkutat dengan laptop di ruangan kerjanya. Jari jemarinya tampak lincah menginput data. Setelah selesai, ia membuka layar handphone dan memandangi foto-foto Febby. Ternyata masih ada foto Febby yang belum mengenakan hijab. Foto itu tampak seksi dengan bagian leher agak terbuka.
"Mmuuach..." Bibirnya nempel ke layar handphone mencium foto itu disaat Rivan membuka pintu.
Verrel terkaget-kaget, sampai ponselnya terjatuh dan berantakan.
"Ssaya minta maaf pak, saya sudah mengejutkan Bapak" dengan sungguh-sungguh Rivan meminta maaf sambil memungut ponsel itu. "Aduh pak, sepertinya hp Bapak rusak deh"
"Udah nggak apa-apa, nanti bisa saya benerin sama temen saya"
Febby tampak mengenakan dress lengan panjang dengan menutupi kaki jenjangnya. Kini ia duduk didepan cermin sambil menatap dirinya. Lalu memakai make-up yang tidak terlalu tebal, serta memoleskan lipstik tipis di atas bibirnya yang mungil. Setelah meraih tas diatas tempat tidur, Febby berpamitan pada Vani.
"Kayaknya Febby pulangnya agak malem deh ma" usai mencium tangan Vani.
"Iya deh mama ngerti, mau anniversary kan?"
Lagi-lagi godaan itu membuat Febby tersipu dan cepat meninggalkannya. Ia berharap sampai di sana Verrel sedang menunggunya, namun ternyata sosok laki-laki yang diharapkannya tak ada. Bangku taman itu tampak kosong. Padahal ia sudah memasang senyum merona ketika langkahnya perlahan-lahan menapaki taman berumput itu. Sayangnya Verrel tidak bisa datang tepat waktu, karena pak Rifki tiba-tiba mengajaknya ikut meeting room bersama klien. Ingin rasanya Verrel menolak mengingat waktu sudah menunjukkan pukul yang dijanjikannya pada Febby, tapi pak Rifki setengah memaksanya.
"Perkenalkan ini Verrel anak saya" ucap pak Rifki memperkenalkan Verrel yang tampak gelisah menatap jam dipergelangan tangannya.
Verrel bangkit dari kursi bersalaman dengan si klien.
"Saya tidak menyangka kamu punya anak laki-laki setampan ini" pujinya.
"Ah sepertinya Bapak terlalu berlebihan"
Sementara Febby menunggu, menunggu dan terus menunggu di taman yang sepi sampai dua jam lamanya. Ia membuka layar ponsel. Beberapa kali mencoba menghubungi Verrel, tapi tidak pernah aktif.
"Dia yang ngajak janjian, tapi dia sendiri nggak bisa ditelpon, apa sih maksudnya, kayaknya seneng banget kalau buat aku marah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...