part 34

254 19 0
                                    

Untung Verrel bisa menahan tangan Reno dengan kuat.
"Mau kemana lo Reno...?" Tanya Verrel bernada merayu.
"Gue, gue nggak kemana-mana kok" jawab Reno pasrah.
Verrel mencopot rambut palsu yang dipakai Reno.
"Pokoknya saya minta ganti rugi, ini patung manekinnya sudah rusak" pinta si Ibu pemilik butik.
Reno kebingungan karena ia tidak membawa dompet. Verrel kemudian mengeluarkan ponsel dari balik celana dan memfoto Reno disaat mimik wajah Reno lagi bete.
"Kok di foto sih?" Cerca Reno tidak suka.
"Foto ini sebagai bukti buat laporan ke polisi, bahwa lo sudah merusak barang di butik ini" sahut Verrel. "Nih Bu simpan fotonya, kalau sampai besok dia nggak ganti juga, Ibu laporin aja ke polisi" Verrel memberikan foto itu.
Setelah si Ibu mengeluarkan ponsel, Verrel mengirim foto itu ke ponselnya.
"Ya udah yuk"
Febby mengajak Verrel lanjut Fitting baju pengantin. Setelah sesi pengukuran baju, Febby menggandeng Verrel keluar butik.

Mawar bertemu dengan Lisa dan Andin disebuah restorant. Tapi sikap cuek Mawar membuat Lisa bertambah kesal.
“KTP aku mana?” pinta Mawar dengan ketus.
“bayar dulu 100 juta” balas Lisa ketus juga.
“iya nanti juga pasti aku bayar kok, tenang aja nggak usah takut”
“jangan kasih ma” tahan Andin ketika Lisa ingin mengeluarkan KTP itu dari dalam tas.
“heeh anak kecil nggak usah ikut campur” cerca Mawar.
“Andin ada benernya juga, bisa aja kan dia mau nipu” pikir Lisa dalam hati sambil memperhatikannya. “maaf nggak jadi” Lisa kembali memasukkan KTP itu kedalam tas.
“kok gitu sih tante?”
“udah mendingan kita urus ke kantor polisi aja yuk” Lisa menggertaknya.
“kenapa sih tante selalu aja ngomongnya kantor polisi kantor polisi”
“orang seperti kamu kan memang seharusnya di laporin ke polisi”
“bener tuh ma” tambah Andin.
“oke oke...” Mawar lalu memberikan uang sebanyak 10 juta sebagai DP.
“nah kalau gini kan enak” Lisa tersenyum menghitung uang itu.
“ya udah ya, aku mau buru-buru”
“buat Andin mana?” Andin meminta uang itu.
“apanya?”
“masak sepeserpun Andin nggak dikasih sih ma, pelit banget” Andin ngedumel.
“baru juga kemarin mama transfer masak mau minta lagi, udah ah pulang”

Sementara Bella sudah gelisah menunggu di cafetaria. Ia menghubungi Verrel menggunakan nomor baru, tapi tidak diangkat karena sedang mengendarai motor. Namun tak berapa lama, Ammar dan Vani masuk ke cafetaria itu diwaktu yang bersamaan. Mendadak Bella terkejut. Ia curiga pasti Verrel sengaja ingin mempertemukannya. Ternyata benar, Verrel dan Febby menghampiri mereka yang duduk dipojok kanan.
"Kok tiba-tiba Verrel ngajak kita ketemuan disini?" Tanya Ammar agak bingung.
"Sebentar Verrel telpon kak Bella dulu" jawab Verrel mengeluarkan ponsel.
"Bella...?
Tentu saja mereka terkejut.
Sambil menutupi wajah menggunakan buku menu, Bella mengamati mereka. Sesekali matanya mengintip. Ia dikejutkan dengan suara ponselnya yang berbunyi. Duh telpon dari Verrel lagi...!"
Ia bingung harus mengangkatnya atau tidak.
"Sebenarnya kita mau ketemu sama siapa sih rel? Jangan becanda" ucap Vani.
"Iya Verrel nggak becanda kok"
"Tapi Bella udah nggak ada Verrel, kamu harus sadar itu" tambah Ammar.
"Kak Bella itu masih hidup ma kak, kenapa sih nggak percaya banget" tegas Verrel.
Mereka ingin sekali mempercayainya, tapi mengingat kembali semua yang dikenakan korban yang meninggal itu sangat jelas kalau itu milik Bella.
"Angkat dong kak Verrel mohon" keluh Verrel terus menghubunginya.
Tapi Febby curiga kepada seseorang yang menutupi wajahnya dengan buku menu terbalik. Diam-diam ia mendekatinya.
"Kak Bella..." Lirih Febby menatapnya, ia sempat tak percaya tapi apa yang dilihatnya itu nyata.
Saat Bella berdiri secara tidak sadar, mata Ammar tak sengaja menangkapnya. Jiwa Ammar seakan bergetar. Ditambah lagi Bella juga menoleh kearahnya. Hati Vani juga merasa terpanggil berdiri menatapnya.
"Tolong jangan pergi kak" pinta Febby saat Bella ingin beranjak pergi. "Kami sangat merindukan kak Bella, apalagi kak Ammar dan Tante Vani"
Tetesan air mata Febby yang tiba-tiba mengalir membuat hatinya tersentuh. Ia pasrah menatap derap langkah kaki Ammar yang pelan-pelan mendekatinya. Ammar tidak bisa lagi menahan kerinduannya. Ia meraba wajah Bella, wajah yang selama ini selalu hadir didalam mimpinya. Mereka bagaikan seperti Nabi Adam dan Siti hawa yang setelah berabad-abad lamanya tidak bertemu. Tangan kiri Bella menggenggam tangan Ammar yang masih membelai wajahnya, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Vani. Sebuah pertemuan yang sangat mengharukan itu membuat Febby dan Verrel tak kuasa membendung kesedihan yang begitu mendalam. Verrel lalu melirik Febby sambil merangkulnya. Mereka pun berpelukan layaknya sebuah keluarga yang lama terpisah dan kini dipertemukan di saat yang tak terduga.
"Sebaiknya kita duduk di sana, biar lebih enak ngobrolnya" ajak Verrel.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Vani begitu penasaran.
"Bella yang merencanakan ini semua, Bella pikir dengan kehilangan Bella papa akan sadar, tapi ternyata nggak" Bella sangat sedih.
"Mama juga sudah tidak tau lagi harus bersikap seperti apa sama papa kamu, apalagi sekarang dia di penjara"
"Di penjara...?" Verrel, Febby dan Ammar terkejut.
"Iya" Vani dan Bella membenarkan.
"Kalau gitu Verrel harus kesana sekarang" Verrel beranjak bangkit.
"Febby ikut, soalnya mau ke kampus" Febby juga berdiri dan mencium tangan mereka seperti yang dilakukan Verrel.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang