part 11

258 10 0
                                    

Verrel pulang ke kosan sambil menggerutu kesal. Ia melepaskan topi yang ada di kepalanya. Baru saja ingin rebahan, eh Nasya datang membuka pintu.
"Lo apa-apaan sih main masuk kamar orang sembarangan, ketuk pintu dulu kek" cerca Verrel.
"Iya sorry, gue kesini cuma mau ngasih tau lo dicariin tuh sama pak Bahar" sembari memberi tanda kalau pak Bahar ada diluar.
"Kok lo ajak kesini sih?" Verrel mengintip dari pintu, tapi pak Bahar memergokinya.
"Setoran hari ini mana?" Pinta pak Bahar.
Tak mau ikut campur, Nasya pergi meninggalkan mereka yang sedang bernegosiasi.
"Hari ini saya belum dapat penumpang pak, yang ada saya dapat musibah gara-gara dikejar sama orang"
"Kamu gimana sih kerjanya?" Pak Bahar marah.
"Maaf pak, saya janji besok saya akan cari penumpang sebanyak mungkin, ya pak ya"
Pak Bahar jadi iba. Akhirnya ia memberi kesempatan Verrel untuk tetap bekerja di perusahaannya sebagai supir taksi, dengan catatan Verrel harus bekerja lebih giat lagi agar banyak mendapatkan penghasilan. Setelah pak Bahar pergi, Wira dan Aldo datang mengajaknya hangout, tapi Verrel menolaknya dengan halus.
"Yakin lo nggak mau? Ada Febby juga lo" bujuk Wira.
"Siapa bilang gue nggak mau" sahut Verrel dengan cepat, sedangkan Wira tersenyum nakal sambil mendelik kearah Aldo. Sepertinya mereka tau kalau Verrel itu punya hati terhadap Febby, tapi Verrel tidak bisa mengungkapkannya.

Di dekat hutan yang sepi dan gelap, Andin menelepon Febby yang sedang bersama Ammar dan Naya yang baru pulang dari rumah sakit. Andin mengajaknya ketemuan saat ini juga. Langsung saja mata Ammar tertuju padanya. Ammar memperlihatkan jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Itu artinya Febby dilarang untuk pergi kemana-mana.
"Sorry din, gue nggak bisa" jawab Febby agak menjauh.
"Ya ampun feb, ini masih jam sembilan lho masak nggak bisa sih" Andin agak kecewa.
"Kakak gue abis kecelakaan"
Febby memberikan alasan yang masuk akal, sehingga Andin tidak bisa memaksanya. Padahal Andin sudah menyiapkan rencana khusus untuknya. Andin memang sahabatnya Febby, tapi tak disangka Andin berubah drastis setelah melihat kedekatannya dengan Verrel. Ia bermaksud ingin memfitnah Verrel sebagai pelaku pemerkosaan agar Febby menjauhinya. Sayangnya penolakan Febby malam ini membuat rencananya gagal total.
"Gimana?" Tanya seorang perempuan muda yang sengaja disewa Andin untuk memfitnah Verrel.
"Lain kali aja" jawab Andin kesal.
"Oke nggak masalah, yang penting bayarannya tetap"
"Nggak usah khawatir pasti gue bayar"

Saat pulang ke rumah, Bella memikirkan cara masuk tanpa harus memanjat tali. Tapi Bella nggak mungkin hanya menunggu diluar. Apalagi sebentar lagi pasti Wahyu pulang. Terpaksa ia memanjat tali yang dipakainya pada saat turun tadi dengan bersusah payah. Cukup melelahkan bagi Bella karena ia hanya seorang perempuan, tapi apa boleh buat. Karena hanya ini jalan satu-satunya agar ia bisa masuk ke kamar tanpa sepengetahuan Wahyu. Setelah menghabiskan waktu beberapa menit, barulah ia sampai di atas. Huuh...!" Bella mengeluh. Baru kali ini ia melakukan hal nekad demi seorang laki-laki seperti Ammar. Cepat-cepat Bella membereskan tali itu. Tepat saja, Wahyu pulang saat ia sudah berada dikamar. Wahyu membuka pintunya dan mengecek Bella yang tampak menggigil kedinginan. Wahyu langsung panik, tapi ia kembali berpikir pasti itu cuma akal-akalan Bella saja. Ia pun keluar. Saat ia ingin masuk ke kamarnya, kebetulan Vani sedang sholat. Dengan khusuk Vani berdoa, tapi ia tidak ingin mengeluarkan air mata. Vani mempertahankannya agar terlihat tetap kuat dan tegar. Sungguh rasanya ia ingin pergi menghilang dari dunia ini, tapi bagaimana dengan Bella dan Verrel? Ia sangat menyayangi mereka. Melihat hal tersebut, Wahyu mengurungkan niatnya untuk masuk. Bagi Wahyu itu sudah biasa, jadi Wahyu tidak tersentuh sedikitpun akibat ego yang ada di otaknya terlalu kelewatan.

Paginya, Vani melihat Wahyu tidur di sofa. Meskipun timbul rasa yang begitu benci, tapi Vani tetap membangunkannya seperti biasa dengan penuh rasa kasih sayang.
"Kok tidur diluar sih mas?" Tanya Vani.
Bukan jawaban yang Vani dapatkan melainkan helaan nafas. Sikap Wahyu jadi dingin terhadapnya. Vani hanya bisa mengucap istighfar didalam hati. Ia berusaha tetap sabar menghadapi Wahyu.
"Bella mana?" Tanya Wahyu.
"Udah berangkat dari tadi mas"
Sementara dikediaman Ammar, Ammar menghampiri Naya yang menyiapkan sarapan pagi. Dandannya juga sudah rapi mengenakan kemeja serta kacamata. Sepertinya Ammar sudah siap berangkat ke kampus.
"Kamu udah mau kerja? Memangnya udah bisa nyetir sendiri?" Tanya Naya menyiapkan susu dan roti bakar untuknya.
"Mama nggak usah khawatir, Ammar udah nggak apa-apa kok, tuh" Ammar memperlihatkan dirinya yang nampak segar bugar.
Ammar langsung melahap roti dan menenggak susunya sampai habis.
"Febby mana ma?" Tanya Ammar.
"Febby udah berangkat pagi-pagi" jawabnya.
"Tumben tu anak rajin" gumam Ammar.
Ammar kemudian pamit pada Naya berangkat ke kampus.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang