part 76

187 16 0
                                    

Sampai didekat sungai,  suasana tampak gelap gulita. Dino keluar dari balik pohon mendekati kendaraan Andin yang baru tiba.
"Lo yakin?" Tanya Dino saat mendapati Bima meringkuk pingsan.
"Dia yang udah memulai permainan ini, jadi dia juga yang harus menanggungnya" dendam Andin sudah terlalu memuncak, sehingga ia tidak menggunakan akal sehatnya lagi.
Yang ada dipikirannya cuma balas dendam. Bagaimanapun caranya, ia akan membuat Bima menyesal telah melukai hidupnya yang sudah tidak bisa di sembuhkan lagi.
"Ayo cepat, kita harus ikat tangannya sebelum dia sadar" pinta Andin.
Dino lekas mengikat tangan dan kaki Bima. Terus mereka menyeretnya ke tepi sungai.
"Terus mau kita apain lagi?" Tanya Dino.
"Ya hanyutin"
"Tapi ndin, ini terlalu beresiko, dia bisa mati" Dino ragu dan tak ingin melakukannya.
"Kalau lo nggak mau, seharusnya dari awal lo nggak usah ikut gue" maki Andin.
"Gue takut akibatnya berimbas ke lo ndin"
"Gue nggak peduli, minggir" Andin menyenggolnya dan menarik tubuh Bima. "Ini akibatnya lo macem-macem sama gue" cercanya pada tubuh kaku Bima yang mulai terbawa arus.

Seiring berjalannya waktu, perut Febby kian membesar. Walaupun terasa lelah, tapi tak menyurutkan Febby menemani Verrel berbelanja alat-alat baby di mall.
"Vibi coba lihat deh lucu-lucu banget ya..." Febby tersenyum gemas menunjuk pakaian bayi itu. Lantas ia menarik Verrel masuk dan melihat-lihat. Banyaknya model-model yang lucu-lucu dan menggemaskan membuat Febby bingung memilih. Kalau pakaian untuk cowok sih memang tidak banyak pilihan. Karena modelnya cuma kaos atau kemeja. Tapi kalau perempuan, banyak sekali pilihannya.
"Tapi ini kan buat baby umur 3 bulan sayang..." Celetuk Verrel sambil memperhatikan pakaian-pakaian itu.
Si penjaga memberikan jenis-jenis khusus pakaian yang masih bayi. Setelah memilih warna biru dan pink, mereka juga membeli kaos kaki, serta popoknya.
"Terus beli apa lagi?" Tanya Verrel sambil menyodorkan kartu untuk pembayaran kepada kasir.
"Mmm bedak, minyak wangi, shampo, ya macem-macem"
"Berarti kita ke bawah"
"Makasih atas kunjungannya" ucap si kasir dengan ramah, mereka juga membalasnya dengan senyuman.
"Ya udah yuk" ajak Verrel sambil membawa barang belanjaan itu.
Sampai di bagian bawah, Febby mencari bedak untuk bayi dan juga minyak wangi, tapi ia tak sengaja melihat seorang Ibu yang lagi hamil tua meringis kesakitan ingin melahirkan. Dengan cepat si suami membawanya memakai keranjang dorong.
"Ya ampun...apa nanti aku juga kayak gitu? Aku nggak mau sampai ngelahirin di tempat kayak gini"
Pikirannya mulai melayang kalau seandainya Verrel sedang tidak ada disampingnya. "TIDAAAK..."
Jeritan itu membuat Verrel cepat-cepat menghampirinya. Terlihat Febby sedang menutup kedua telinga dengan tangan. Bahkan orang-orang yang sedang berbelanja menoleh dan panik.
"Febby kenapa?" Tanya Verrel sambil memegang pundaknya.
Febby bingung melihat kerumunan orang didepannya. "Mmm aku nggak apa-apa" jawabnya gugup.

Sementara itu, Ammar membelokkan mobilnya ke hotel Marcopolo, sehingga Bella yang disebelahnya mengerenyitkan dahi keheranan. Karena  Ammar masih saja menunjukkan emosi, Bella takut ingin menegurnya.
"Ayo sayang" Ammar membukakan pintu untuknya dan mengajaknya masuk.
Bella melemparkan pandangan kepada para petugas yang seakan-akan melihatnya dengan tatapan penuh misteri. Bella serasa di telanjangi ditengah keramaian. Tapi setelah Ammar menunjukkan identitas mereka ke bagian administrasi, tatapan mereka berubah jadi lebih manis.
"Kita mau ngapain?" Tanya Bella merasakan tangan Ammar menggandengnya.
"Saya tidak mau satu rumah sama Mawar"
"Tapi kamu tidak boleh seperti ini, kamu kan sudah menjadi suaminya Mawar"
"Sudahlah, saya lagi mau menenangkan pikiran, jadi jangan bahas namanya didepan saya"
Saat mereka memasuki salah satu kamar, ponsel Ammar berdering. Melihat itu panggilan dari Mawar, Ammar mematikannya.
"Kok dimatiin?"
"Bukan suatu hal yang penting"
Tapi Mawar menghubungi Bella dari atas balkon kediamannya. Sebelum Bella menerima telepon itu, Ammar merebut ponsel itu dan mematikannya. Mawar benar-benar kesal dibuatnya.
"Aku yakin ini pasti bujukan Bella, karena Bella nggak rela kalau Ammar menikahiku" ia marah-marah sendiri.
"Haah...jadi non Mawar sudah menikah? Maksudnya menikah diam-diam?" Celetuk si bibik ingin menaiki tangga itu. "Saya harus kasih tau juragan secepatnya"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang