Bella menemui Ammar di ruangannya. Hatinya sedih menatap Ammar yang membereskan meja. Besok-besok ia pasti tidak bisa melihat Ammar mengajar lagi.
"Sayang..., Saya ingin kamu tetap mengajar di kampus ini"
"Tapi keputusan pak Wahyu sudah bulat" pekerjaan Ammar terhenti seketika.
"Saya minta maaf, ini semua adalah kesalahan saya, tapi sayang yang harus menanggung semuanya" lirih Bella menatapnya.
"Udah tidak apa-apa" Ammar tersenyum. "Kamu jaga calon bayi kita, oke" bisiknya.
"Iya" Bella mengangguk pelan.
Sementara didepan gedung, semua Dosen mengadakan demo besar-besaran. Bahkan sebagian mahasiswa ikut berpartisipasi. Mendengar ada suara kegaduhan, Verrel dan Febby yang duduk-duduk ditangga jadi panik. Dari depan gedung Aldo berlari menghampiri mereka.
"Ada apaan sih do?" Tanya Verrel sambil berdiri.
"Katanya pak Ammar dipecat, makanya ada demo besar-besaran" jawab Aldo.
Verrel dan Aldo bergegas ingin menuruni tangga.
"Tungguin gue" ucap Febby beranjak berdiri, namun kruknya tidak seimbang.
Langsung saja Verrel menangkapnya, sedangkan Aldo sudah keburu jauh.
"Dag Dig dug..." Itulah yang mereka rasakan saat ini.
"Hati-hati dong..." Cerca Verrel menutupi perasaannya.
"Lo apa-apaan sih, gue juga nggak mau kali kayak gini" cerca Febby dengan mengkerutkan kening.
"Maksud gue nggak begitu" Verrel ingin merayu tapi tidak tau caranya, jadinya timbul hal-hal yang tidak diinginkan alias saling jutek.
"Nggak usah dibantu" tolak Febby saat Verrel memegang bahunya.
"Yakin nggak usah dibantu?" Tatapnya.
"Yakin" dengan sok pede Febby berkata.
"Ya udah" Verrel pura-pura meninggalkannya, Febby tampak sedih.
Tapi ternyata Verrel kembali menggendongnya tanpa permisi terlebih dahulu. Febby meronta-ronta minta dilepaskan, tapi Verrel tak menghiraukan kicauannya.
"Nggak usah berisik" ucap Verrel.
Febby terdiam, tapi dihatinya sih ingin berteriak kegirangan.Lisa dan Vani kebetulan bertemu disebuah mall sambil berbelanja keperluan rumah tangga. Lisa ingin membuka perbincangan, tapi Vani nampaknya terlalu serius.
"Van..." Tegur Lisa dengan terpaksa.
"Iya" tatapnya sambil memegang sesuatu yang ingin dibelinya.
"Aku..." Lisa tampak ragu.
"Mendingan sekarang kita cari tempat biar ngobrolnya lebih enak, yuk" ajak Vani menuju tempat duduk.
"Aku mau minta bantuan kamu" ucap Lisa masih agak segan.
"Bantuan apa? Nggak usah segan-segan"
"Begini, kamu bisa nggak bujuk Bella supaya Andin nggak jadi dikeluarin dari kampus"
"Masalah itu...?"
"Aku nggak mau Andin bunuh diri seperti yang dilakukan Winda karena depresi" Lisa memotong pembicaraan Vani yang belum selesai.
"Aku ngerti perasaan kamu, sebenarnya itu diluar kuasa aku, tapi nanti aku akan coba bicara sama Bella dan mas Wahyu"
"Makasih banget ya van"
"Nggak perlu terimakasih, lagian aku juga belum berbuat apa-apa"Kita kembali lagi ke kampus. Seluruh mahasiswa menghadang mobil Wahyu yang ingin pergi. Bahkan Verrel dan Febby berada paling depan bersama mereka. Tatapan Wahyu sangat tajam. Ia bersiap-siap ingin menginjak gas dengan bertujuan untuk menabraknya. Tapi kembali lagi dengan nasib kampus, ia tak ingin merusak nama baiknya.
"Apa yang kalian inginkan?" Dengan berlagak marah Wahyu keluar dari mobil.
"Kami menginginkan pak Ammar kembali" jawab Verrel dengan tegas.
"Iya betul, lebih baik kami keluar dari kampus ini kalau pak Ammar keluar"
"KEMBALIKAN PAK AMMAR..."
"KAMI HANYA MENGINGINKAN PAK AMMAR KEMBALI MENGAJAR..."
Begitu banyak ragam reaksi yang mereka serukan. Wahyu berpikir keras tindakan apa yang harus ia lakukan. Secara bersamaan, para Dosen juga bergabung bersama mahasiswa.
"Kalau pak Ammar keluar, maka saya akan mengundurkan diri" tegas pak Rektor mengancam.
"Iya, saya juga akan mengundurkan diri" tambah Bu Fira.
"Saya juga" ucap Bella muncul dari kerumunan.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Batin Wahyu berkecamuk. "Oke oke, saya tidak akan memecat pak Ammar" setelah berpikir sejenak.
"YEEE..." Semua sangat senang, terlebih lagi dengan Bella.
"Puas kan, ayo minggir" pinta Wahyu.
Semua minggir memberikan jalan kepada Wahyu yang sudah masuk kedalam mobil.
Setelah permasalahan selesai, Bella mendatangi rumah Andin. Kebetulan Andin sedang mengeluarkan koper.
"Apa kamu udah yakin mau tinggal di Amrik?" Tanya Lisa untuk meyakinkannya.
"Setelah Andin pikir-pikir, Andin mau kok kuliah di sana" jawabnya.
"Andin..." Sapa Bella.
"Eh Ibu" balas Andin.
Bella menyalami Lisa dan Andin.
"Mau kemana? Kok bawa-bawa koper segala" tanya Bella heran.
"Andin mau saya kirim ke Amrik, kebetulan papanya kerja di sana" jawab Lisa dengan cepat sebelum Andin yang menjawab.
"Tapi saya sangat berharap kalau Andin kuliah lagi di kampusnya saat ini" ucap Bella.
"Maksud Ibu?" Andin kebingungan sambil melirik Lisa.
"Saya memutuskan untuk menerima kamu kembali" jawab Bella tersenyum.
"Serius bu?" Riang Andin tak percaya.
"Iya"
"Asyik Andin nggak jadi pindah ke Amrik" Andin nampak kegirangan, ia membawa kembali kopernya masuk.
"Terimakasih Ibu sudah menerima anak saya kembali, meskipun Andin sudah berbuat kesalahan yang fatal" ucap Lisa serius.
"Sama-sama, ya udah kalau gitu saya permisi" Bella meninggalkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...