part 41

268 22 0
                                    

Semalam Ammar dan Bella terjebak hujan badai, sehingga mereka tertidur didalam mobil.
"Tok tok tok..."
Seorang petugas kebersihan setengah baya mengetuk pintu kacanya.
Ammar dan Bella perlahan-lahan terbangun.
"Maaf, kami ingin membersihkan jalan ini" ucap petugas setelah Ammar membuka kaca mobil.
"Astaghfirullah, untung saja semalam kita tidak terkena musibah" sahut Ammar melihat kondisi jalanan yang dipenuhi bekas pohon-pohon yang tumbang akibat angin kencang semalam. "Baik pak" Ammar lalu memindahkkan mobilnya ke tempat lain.
"Sayang tunggu disini sebentar ya"
"Memangnya sayang mau kemana?"
"Saya mau bantu petugas itu dulu"
Meskipun tidak dijawab oleh Bella, tapi Ammar tetap membantu petugas itu membersihkan jalanan sampai selesai.
"Makasih ya, zaman sekarang jarang-jarang ada orang yang mau peduli seperti kamu" ucap si petugas.
"Sama-sama pak, saya juga senang bisa membantu bapak, kalau begitu saya permisi dulu ya pak, soalnya istri saya udah nungguin"
"Oo iya"

Di kantor polisi, Verrel menemui Nasya diruang besuk. Namun ternyata di sana juga ada Bima. Bima langsung memohon sambil memegangi kaki Verrel.
"Apaan sih lo?" Cerca Verrel.
"Gue nggak mau di penjara rel tolongin gue"
"Ooo jadi ni orang temen lo?" Tanya Nasya.
"Kata siapa temen gue, ini orang yang suka bikin rusuh ke gue, jadi terserah pak polisi aja mau ngapain dia"
"Pliss rel kasih gue kesempatan, berapapun biaya ganti ruginya akan gue ganti"
Salah satu polisi yang mengawasinya meminta Verrel menandatangani surat perjanjian agar mereka tidak melakukan aksi kebut-kebutan dijalan lagi. Verrel pun menyetujuinya.
"Anda dibebaskan" ucap polisi itu kepada Nasya.
Langsung saja wajah Nasya dan Bima sumringah.
"Kecuali saudara Bima" lanjut polisi itu.
"HAAH...jadi saya...?" Bima terperangah.
"Karena anda tidak mempunyai SIM, jadi anda tetap kami tahan"
"Syukurin lo..." Nasya memakinya.

Wira, Aldo, Livia dan Zian mengadakan pameran fotografi didalam gedung. Berbagai foto terpajang indah menghiasi dinding. Namun setelah sekian lama menunggu, para pengunjung tak kunjung tiba.
"Kok nggak ada yang dateng ya?" Keluh Wira.
"Jangan patah semangat dong, ingat pesan Verrel kita harus tetap optimis" sahut Livia dengan penuh semangat.
"Ngomong-ngomong Verrel kemana? Dia kan ikut andil dalam kegiatan ini, tapi kok dia malah nggak dateng sih?" Gerutu Zian.
"Ya harap maklum aja lah, Verrel kan baru aja nikah" sahut Aldo cengengesan.
Sementara didepan gedung, Andin mengamati mereka. Namun saat itu juga, para pengunjung mulai berdatangan melihat pameran tersebut.
"Tu kan apa gue bilang, semua butuh proses" riang Aldo.
Aldo mengangkat tangan tinggi-tinggi tos bersama Livia. Dengan semangat dan ramah Wira mempersilahkan para pengunjung masuk untuk melihat-lihat. Disaat mereka sedang sibuk, Andin mendapatkan ide untuk mengerjainya. Diam-diam Andin sengaja mendekati salah satu pengunjung seorang Ibu-ibu.
"Ibu tertarik ya sama foto-foto ini?" Tanya Andin saat Ibu itu mengamati foto yang bernuansa lampu-lampu kota di malam hari dengan pantulan bayang-bayang love.
Foto tersebut memang terlihat ajaib dan sweet sekali. Ibu itu sepertinya terlalu asyik menikmati  foto itu, tanpa menghiraukan Andin.
"Asal Ibu tau ya, semua foto-foto ini palsu" ucap Andin agak keras.
"Palsu?"
"Iya Bu, ini semua palsu, kalau Ibu mau beli mendingan beli tempat lain, jangan disini, ntar Ibu nyesel lho"
Lantas si Ibu memberitahukan hal itu kepada pengunjung yang lain. Sementara Andin buru-buru meninggalkan tempat tanpa sepengetahuan mereka.
"Kok pada pergi sih?" Gerutu Aldo ketika semuanya pergi secara berbondong-bondong.
Namun Livia melihat sekelebatan Andin diluar sana. Livia mengejarnya, namun Andin menghilang entah kemana.
"Gue yakin itu tadi Andin...!" Gumam Livia celingukan kesana kemari mencari sosok Andin.
Ternyata Andin bersembunyi di balik tembok. "Livia liat gue nggak ya...?" Ia mulai gelisah takut ketahuan.

Febby bete sendiri didalam kamar, karena Verrel tidak pulang-pulang. Padahal ia ingin sekali membuka kado-kado pernikahan mereka yang tampak menumpuk.
"Kenapa aku ngerasa kalau Nasya itu punya perasaan sama Vibi? Gimana kalau seandainya nanti tumbuh benih-benih cinta diantara mereka? Aaagh pokoknya aku nggak mau..!"
Febby menggerutu panjang didepan cermin, namun tiba-tiba ada tangan seseorang melingkar ke lehernya.
Secara refleks Febby menyikut perutnya sekaligus memelintir tangannya.
"Aduuh sakit..." Verrel meringis.
"Vibi..." Febby terkejut.
"Galak banget sih sama aku" Verrel merajuk.
"Abisnya Vibi ngagetin sih..." Febby lalu membujuk Verrel sambil membelai wajahnya yang putih mulus bak kulit bayi tersebut.
Tak ingin melewatkan moment tersebut, Verrel memutar tubuh Febby dan memeluknya dari belakang sambil melingkarkan tangan ke lehernya.
"Kenapa kita nggak liburan aja?" Febby memberi ide.
"Mmm memangnya mau liburan kemana?"
"Terserah Vibi mau liburan kemana"
"Gimana kalau kita double date sama kak Ammar dan kak Bella?"
"Ide bagus" riang Febby sambil menghadapnya.
"Mmm kita buka kado yuk, Febby penasaran deh temen-temen kita ngasih kado apa aja" seru Febby.
"Boleh"
Satu persatu mereka membuka kado itu dari yang bentuknya paling kecil. Namun mata Febby tertuju pada kado yang cukup besar dengan terbungkus warna pink. Ia sangat penasaran dari siapakah kado itu.
"Pasti ini dari Livia" semangatnya menggebu-gebu membukanya. "HAAH...OBAT NYAMUK...?"
Mereka benar-benar tak habis pikir kotak sebesar itu isinya cuma obat nyamuk Baygon. Didalamnya ada secarik kertas dari Aldo.
"Sorry ya der, gue lagi bokek nih, jadinya cuma bisa ngasih ini doang,
"Ntar kalau lo berdua punya baby kembar tiga, jangan lupa kasih nama Verby, Relby, and Feverr hehehee..."
Tulisan itu lengkap dengan gambar berupa emogi nyengir nggak ketulungan. Sontak mata mereka saling melirik dan tertawa.
"Tapi kok ngasihnya obat nyamuk sih bi? Mentang-mentang kita tinggal di kontrakan" keluh Febby.
"Febby nggak boleh begitu, apapun pemberian orang harus kita terima, surat ini harus kita simpan buat nama baby kita nanti" dengan lembut Verrel menasehatinya.
"Memangnya Vibi udah yakin kalau baby kita nanti bakalan kembar tiga?" Tanya Febby sambil tersenyum manis.
"Amin..." Verrel lalu merangkul bahunya.
"Tumben nggak gagu?"
Verrel menggeleng sambil menahan senyum.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang