"Sudah kewajiban saya sebagai suami untuk melindungi sayang"
"Saya ingiin sekali mengadopsi salah satu anaknya Febby, apa kamu bisa bujuk dia? Saya mohon..." Dengan penuh harap Bella meremas tangan suaminya itu.
Ammar menarik nafas dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Oke, nanti akan saya coba ya, tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Kalau seandainya Febby tidak mau gimana? Apa kamu mau mengadopsi anak dari panti asuhan?"
"Jadi pengasuhnya juga tidak apa-apa kok, yang penting bukan dari panti asuhan"
"Ya udah nanti akan saya bujuk, mudah-mudahan Febby mau" Ammar kemudian menyalakan mobil dan menuju kediamannya.Waktu sudah menunjukkan waktunya magrib, tapi Verrel belum juga pulang. Dari pinggir jendela, Febby bukannya mengkhawatirkan masalah dia sudah mendapatkan pekerjaan atau belum, tapi yang ia khawatirkan adalah Nasya. Ia takut kalau Verrel bertemu dengan Nasya diam-diam. Apalagi semenjak menyusui si kembar, bobot tubuhnya juga meningkat. Ia takut sekali kalau Verrel berpaling darinya. Lantas ia menghubunginya, namun Verrel masih di bengkel lagi membersihkan tangan yang terkena oli dan sebagainya, jadi Verrel belum bisa meraih ponsel disaku celana. Tapi meskipun masih dalam keadaan marah, Febby tetap mengingatkan Verrel agar jangan meninggalkan shalat Maghrib melalui pesan. Setelah melepaskan baju montir dan berwudhu, barulah Verrel membuka pesan itu dengan tersenyum.
"Makasih Bunda..., Ini Ayah juga mau shalat kok, Bunda jagain si kembar ya, i love u..." Balas Verrel.
Febby ingin menangis membaca balasan itu. Disamping ia mencurigainya, tapi sikap manisnya Verrel tidak berubah sedikitpun. Jadinya semakin galau nggak karuan. Sementara di bengkel, Verrel bertanya pada Tony dimana ia bisa shalat?"
"Disini mana ada tempat shalat, lo nggak liat ini tempat apa? Bengkel, kotor semua" serobot Rian setengah nyolot sebelum dijawab Tony.
"Tapi dalam keadaan apapun dan dimana pun, kita harus menjalankan kewajiban kita sebagai muslim" Verrel lalu memakai koran sebagai alas untuk shalat.Didalam kamar, Livia bercermin sambil menghias diri. Meskipun ia belum resmi jadian dengan Wira, tapi ia tidak mau terlihat biasa-biasa saja.
"Tok tok tok..."
Terdengar olehnya ada yang mengetuk pintu.
"Itu pasti Wira!" Pikirnya dengan terburu-buru meraih ponsel dan juga tas, ingin segera keluar.
Saat pintunya dibuka, Livia mendapati seseorang berdiri tegak membelakanginya. Yang ditunggu-tunggu adalah Wira, namun ia sangat terkejut ketika sosok misterius itu membalikkan tubuh dengan senyum sambil mengedipkan sebelah mata.
"HAAH...ALDO..." Mata Livia seakan mencuat keluar.
"Hehehe...kaget ya? Biasa aja dong ngeliatin gue"
Godaan Aldo membuatnya bertambah jengkel. Ia ingin menjitak kepalanya, tapi Aldo cepat menghindar. Diwaktu yang sama Wira datang dengan mendorong motor. Melihat ada Aldo, Wira mendekati Livia dan menarik lengannya.
"Ikut gue sekarang penting"
Meskipun pegangan tangan itu agak kencang, tapi tidak ada penolakan dari Livia.
"EH VIA LO MAU KEMANA...?" Teriak Aldo melongo melihat pujaan hatinya diajak pergi.
"GUE ADA URUSAN PENTING..." Balas Livia dari atas motor Wira, sedangkan Wira yang memboncengnya hanya tersenyum melambaikan tangan.
"Sebenernya mereka mau kemana sih?" Aldo benar-benar kesal dibuatnya. "Gue harus ikutin kemanapun mereka pergi" Aldo buru-buru memakai helm dan mengikuti mereka.Ketika pulang ke rumah Mawar, Ammar mendapati Mawar lagi diperiksa seorang Dokter di kamar. Tapi Ammar tak ingin masuk. Ia hanya berdiri didepan pintu, namun teguran si Bibik mengagetkannya. Lantas Ammar masuk dan memperhatikan wajah Mawar yang agak pucat.
"Mmm Mawar kenapa dok?" Tanya Ammar penasaran.
"Selamat ya pak, istri anda sedang hamil"
Jawaban Dokter itu seakan menusuk hatinya. Bibirnya kelu tak bisa mengungkapkan perasaan. Apakah ia harus bahagia? Ataukah justru sebaliknya. Diatas kebahagiaannya pasti ada hati yang tersakiti, yaitu Bella. Hanya Bella perempuan satu-satunya yang ia cintai, tapi ia juga menginginkan seorang anak.
"Aku yakin setelah mendengar tentang kehamilanku, Ammar akan lebih memperhatikan aku dibanding Bella" batin Mawar tersenyum riang.
"Kalau begitu saya permisi" pamit Dokter yang sudah dibayar Mawar itu, sedangkan Mawar pura-pura lemas, padahal sebelumnya ia memang sengaja memakai make-up pucat supaya aktingnya lebih meyakinkan.
"Terimakasih dok" sahut Ammar, kemudian mengantarnya sampai depan pintu.
Setelah kepulangan si Dokter, Ammar bukannya cepat masuk, tapi malah duduk di beranda. Duduk melamun sambil memijit-mijit keningnya.
"Apa benar Mawar hamil? Tapi kenapa hati ini mengatakan tidak rela? Apa artinya ini? Huuh...!" Ammar melepaskan nafas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
Fiction généraleApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...