part 112

152 18 3
                                    

Tapi Verrel hanya menanggapinya dengan berupa candaan, sehingga Bima jengkel sendiri. Dan secara samar-samar Febby mendengar ada sekelompok mahasiswa yang bergosip ria. Mereka membicarakan Ammar yang mau bunuh diri akibat frustasi menghadapi dua istri. Tentu Febby tak terima.
"Apa lo bilang? Lo kalau ngomong jangan asal ya" cercanya menghampiri mereka.
"Tapi apa yang kita omongin itu fakta kok" sangkal salah satu dari mereka.
"Udah kamu tenang dulu jangan marah-marah" Verrel menenangkan Febby.
"Gimana aku nggak marah kalau mereka bikin gosip yang nggak bener tentang kak Ammar"
"Tapi kita nggak bohong kok, kalau nggak percaya, lihat aja videonya di grup"
Video itu sangat mengejutkan Feverr. Lantas Febby bergegas menuju kantor, namun disaat ia memegang gagang pintu, Ammar membuka pintu itu.
"Kak Ammar..." Tegur Febby mengamati wajah Ammar yang kusut banyak pikiran. "Apa yang terjadi dengan kakak kemarin?"
"Stop, kakak paling nggak suka kamu mencampuri urusan kakak, ngerti"
Febby mengiringi langkah Ammar yang tergesa-gesa menuju kelas.
"Tapi kak"
"Lebih baik sekarang kamu ke kelas, karena kita mau quiz"
Batin Febby bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Tidak biasanya seorang Ammar yang selalu memperhatikan penampilan, tiba-tiba muka kusut di tunjang dengan gaya rambut yang berantakan. Didalam kelas rupanya sama saja. Bisik-bisik tetangga memenuhi ruangan mengenai tentang dirinya. Hal itu membuat Ammar geram.
"Sekarang juga kita quiz" ucap Ammar dengan lantang untuk menghentikan perbincangan mereka.
"Quiz pak"
Andin dan Bima tercengang tak percaya.
Mereka menganggap itu cuma gertakan, namun Ammar benar-benar membagikan soal ke setiap orang.
"Ini beneran quiz pak?" Tanya Bima untuk meyakinkannya kembali.
"Ini bukan quiz tapi sarapan pagi"
Bima menyeringai menelan ludah.
"Silahkan kerjakan dari sekarang" perintah Ammar kembali ke mejanya.
Bola mata Bima kesana kemari berharap ada yang bisa memberikan contekan. Sedangkan Feverr fokus membaca soal sambil menulis jawaban. Semua tampak sibuk masing-masing. Andin saja santai menulis jawaban, walaupun tidak belajar. Entah apa saja yang ditulisnya, tapi ia cepat mengumpulkannya ke meja Ammar. Disusul oleh Livia dan Wira secara bersamaan. Kemudian Verrel ingin mengumpulkan jawabannya, tapi Bima menahan tangannya kuat dan merebut kertas jawaban.
"BIMA..." Ammar menegurnya.
Mereka terkekeh geli melihat ekspresi Bima yang terpaksa mengembalikan kertas jawaban tersebut.
"Makanya belajar, jangan cuma kelayapan di jalanan" sindir Febby.
       Sementara di koridor, Mawar terlihat sedang bertanya sesuatu dengan salah satu mahasiswa. Dan mahasiswa itu mengarahkannya ke kelas tempat Ammar mengajar. Dengan penuh percaya diri ia mengetuk pintu kelas itu disaat Verrel dan Febby ingin keluar usai mengumpulkan kertas ujian.
"Gimana? Apa kamu sudah mengurus perceraian kamu dengan Bella?" Tanya Mawar pelan, tapi Verrel menoleh karena menangkap suara itu.
Semua mahasiswa seakan terhipnotis dengan perkataan Mawar barusan. Mereka berpikir itu pasti istri kedua Ammar.
"Mau ngapain kamu kesini?" Ammar balik bertanya sambil membereskan semua kertas-kertas ujian yang ada di mejanya.
"Aku cuma mau memastikan aja, apa kamu sudah mengurus perceraian kamu dengan Bella?"
"Apa maksudnya?" Kali ini Verrel yang angkat bicara sambil kembali berbalik mendekati mereka, sementara Febby masih terdiam didekat pintu.
"Sebentar lagi Ammar akan menceraikan kakak kamu yang malang itu" jawab Mawar.
"MAWAR...APA YANG KAMU BICARAKAN...?" Bentak Ammar.
Febby sangat terkejut, sedangkan wajah Verrel sudah pucat.
"Apa itu benar kak?" Verrel kembali memberikan pertanyaan, tapi bibir Ammar terasa kelu. "JAWAB KAK, APA ITU BENAR...?" Bentaknya.
"Udah dong yah jangan bentak-bentak kak Ammar" tahan Febby. "Jangan percaya sama dia"
"Kamu bilang jangan percaya sama dia, terus kenapa kak Ammar cuma diem aja? Haah..."
Mulut Ammar serasa terkunci dan menarik Mawar keluar.
"Saya kan sudah bilang, jangan sekali-kali kamu muncul di kampus ini, tapi kamu malah datang mengacaukan semuanya" ucap Ammar sambil menekan Mawar ke tembok.
Lantas dengan menahan amarah Verrel menarik punggung Ammar dan menghempasnya ke tembok itu. Tak henti sampai disitu, Verrel juga memukul perutnya berkali-kali sampai Febby berteriak memintanya berhenti.
"Vibi udah hentikan" Febby berupaya melerai perkelahian itu, namun Verrel tak sengaja mendorongnya. Namun Ammar berhasil memukul wajah Verrel sampai terhuyung. Untung Livia, Wira, Aldo, Reno dan Astra cepat datang. Livia menolong Febby, sementara yang lain memisahkan perkelahian itu.
"Mendingan aku kabur aja deh" gumam Mawar.
"aku minta maaf, ada yang luka nggak?" Tanya Verrel ingin menyentuh tangan Febby.
"Lebih baik kamu terusin aja perkelahian kamu, nggak usah peduliin aku" tepisnya.
Saat Febby buru-buru pergi, Ammar bangkit ingin kembali ke kantor.
"Tunggu, urusan kita belum selesai kak" cegah Verrel.
"Apa kamu akan menyelesaikan ini dengan perkelahian?" Tanya Ammar tanpa membalikkan tubuh. "Kalau masih belum puas juga, silahkan kamu pukul saya semau kamu"
"Lo kendaliin emosi lo rel, ini kampus, kalau sampai ada yang nyebarin perkelahian kalian, nama kampus kita pasti akan jelek, apa lo mau itu terjadi?" Wira menenangkannya.
Sementara di taman, Febby hanya duduk melamun di bangku. Tak ada sepatah katapun, baik dari mulut Febby maupun Livia. Livia ingin membuka obrolan, tapi ragu. Lama mereka seperti patung saling berdiam diri, namun akhirnya Livia memberanikan diri untuk bicara.
"Sebenarnya ada masalah apa? Kok kayaknya Verrel sampai seemosi itu sama pak Ammar?"
"Gue juga belum tau masalahnya apa, yang jelas tadi si Mawar itu bilang kapan kak Ammar menceraikan kak Bella"
"Jadi bener ya kak Ammar itu punya istri lagi selain kak Bella?"
"Ya, itu karena kak Bella nggak bisa punya anak, jadinya mama menginginkan kak Ammar punya anak dari perempuan lain"
"Maaf ya feb kalau gue lancang nanyain masalah ini"
Febby hanya menarik nafas dalam-dalam.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang