part 103

154 17 12
                                    

Verrel berbisik pelan di telinga istrinya itu.
"I love you..."
Febby menggelinjang geli merasakan nafasnya.
"Kok nggak dibales?" Verrel menuntut.
"Memangnya itu penting banget ya?" Pancing Febby bersikap manja.
"Ya penting dong"
"Love u too..., Tapi..." Febby sengaja menggantungkan kata-katanya.
"Tapi apa jangan bikin penasaran deh?"
"Bunda udah laper banget..."
Tapi Verrel makin mempererat pelukannya.
"Verrel..." Rengek Febby menatap matanya.
"Iya deh iya, kita makan" Verrel lalu melepaskan pelukannya dan menarik kursi. "Silahkan nyonya Verrel..."
"Terimakasih tuan Bram"
Sambil minum saja, Verrel tak berkedip menatap wajahnya tanpa polesan makeup. Wajah yang cantik, dihiasi dengan senyum merekah. Membuat Verrel makin tak bosan-bosannya memandang. Padahal sekarang Febby terlihat lebih memprioritaskan perutnya ketimbang dirinya. Ia justru tersenyum lembut kala melihatnya menikmati santapan yang sepertinya terburu-buru.
"Pelan-pelan dong Bunda..." Ucapnya pelan sambil memberikan segelas softdrink saat Febby hampir tersedak.
Febby tersipu malu meraih gelas itu dan meneguknya.

Usai menjemput Bella, Ammar termenung diruang kerjanya. Hidup diantara dua wanita sangat membuatnya tertekan. Ia tidak bisa berpusat pada Bella saja. Ada Mawar yang juga membutuhkan kasih sayangnya. Tapi sampai saat ini rasa cinta itu belum timbul. Kalau ia tidak bersikap adil, maka Mawar pasti mencari-cari cara untuk menyudutkan Bella.
"Belum tidur?" Sapa Bella sembari membawakannya secangkir kopi susu hangat.
"Belum, itu buat saya kan?" Dengan pede Ammar ingin meraih gelas kopi itu.
"Bukan"
"Yaah..."
Bella ingin tertawa menyaksikan reaksi kecewa Ammar yang lucu.
"Ya buat kamu dong" ucapnya menggoda.
"Yakin?"
"Iya..., Tadi kan saya cuma becanda"
"Sayang...kok jahil banget sih?"
Diwaktu yang sama, Mawar yang ingin ke kamar menarik langkahnya untuk mundur dan mengintip. Melihat kemesraan yang sederhana itu, Mawar terasa panas. Tak sadar gelas dalam genggamannya terlepas.
"PRANK..." Gelas pecah berantakan.
Mereka terkejut sembari menoleh.
"Mawar..."
Ammar beringsut dari kursinya ingin menghampiri, tapi tatapannya yang nanar seakan meminta Bella menahannya.
"Saya heran sama kamu, kok senang sekali mendengarkan pembicaraan orang" sindir Ammar ketika Mawar tak bisa mengelak lagi.
"Aku...aku nggak sengaja lewat"
"Kamu bilang tidak sengaja, yakin?"
Bibir Mawar gemetar, tak tau lagi ingin menjelaskan alasan apa.
"Apa kamu lupa, apa yang sudah kamu lakukan terhadap anak kita, kamu juga melakukan hal yang sama, makanya bisa meninggal"
Kata-kata itu menyudutkan Mawar makin bersalah.
"Sudah Ammar jangan diteruskan" tahan Bella.
"Ya biar dia tau, bahwa kebiasaan buruknya itu bisa membahayakan dirinya dan juga yang lain"
Si Bibik membereskan pecahan gelas itu.
"Memangnya non Mawar suka ngintip ya den?" Tanya Bibik.
"Udah kamu beresin aja"
Mawar kembali ke kamar dengan mata berkaca-kaca.

Malam di kota Bali memang menakjubkan. Febby menyibak tirai jendelanya. Memandang keindahan cahaya lampu yang temaram menyinari laut dan pantai. Ia sudah tidak sabar lagi ingin menanti besok, untuk mengeksplorasi tempat-tempat yang menarik menurut cerita teman-temannya yang pernah datang ke Bali. Angin yang begitu kencang menembus masuk, sampai ia tak sadar tali lingerinya terlepas dan bagian bawahnya sedikit terangkat oleh tiupan angin, sempat menunjukkan keindahan pahanya. Tentu itu pemandangan yang sangat menarik buat Verrel. Verrel kemudian mendekat.
"Mau ngapain?" Tanya Febby yang terkesiap ketika Verrel menyentuh tali itu.
"Tadi Ayah lihat talinya lepas, makanya mau Ayah betulin" sembari membetulkan tali lingerinya.
Terus ia meraih jaketnya dan menutupi tubuh istrinya dengan jaket itu.
"Biar nggak masuk angin"
"Ternyata seorang Verrel Bramasta itu romantis juga ya..."
"Dari dulu Verrel itu memang romantis, tapi..."
"Tapi tiba-tiba gugup kalau didepan Febby, terus jadi kaku plus salah tingkah, mmm satu lagi, nggak bisa ngungkapin perasaan yang sesungguhnya secara langsung" Febby meledeknya.
"Ya ya ya..., Itulah kelemahan seorang Verrel, tapi satu hal yang harus Bunda tau"
"Apa?" dengan rasa penasaran, Febby mendongak ke wajahnya yang hanya berjarak beberapa senti saja.
"Febby Rastanty itu adalah cinta pertama dan terakhirnya"
"Berarti Febby termasuk orang yang paling beruntung dong"
"Nah itu dia, makanya jangan pernah menyia-nyiakan Verrel"
Febby tersenyum lembut menatap Verrel yang penuh percaya diri itu. Ia memeluk pinggang Verrel dengan erat. Verrel juga membalas memeluk pinggangnya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang