part 72

192 16 2
                                    

"Sayang mau ngapain nggak usah ikut-ikutan deh" Tanya Febby khawatir.
"Kalau ada orang yang lagi kesusahan apalagi dianiaya kayak gitu, kita nggak boleh diem aja kita harus bantu"
Verrel tak tak perlu mendapatkan izin dari Febby, ia lekas menghampiri mereka.
"Hati-hati" teriakan Febby tertahan.
"Beraninya main keroyokan" ejeknya ingin tertawa.
Bima mengerahkan mereka untuk menyerangnya. Tapi tenang saja, Verrel cukup berkonsentrasi untuk mengalahkan mereka satu persatu. Tak butuh waktu berlama lama, Verrel bisa membuat mereka pontang panting melarikan diri, kecuali Dino dan Bima.
"Lo jangan senang dulu, karena gue akan buat perhitungan sama lo setelah ini"
Mata yang penuh dendam tertuju pada Dino yang memegangi pundak menahan sakit, akibat pukulan mereka tadi.
"Makasih ya udah bantuin gue"
Verrel hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Sementara Febby langsung turun dari mobil mengamati tubuh Verrel.
"Sayang nggak apa-apa kan?" Tanya Febby sambil merabainya. Dari wajahnya juga terlihat sangat cemas.
"Hmmm segitu khawatirnya sih sama aku" goda Verrel.
"Ya iyalah aku khawatir, kamu kan Ayah dari calon anak-anakku nanti"
"Oia ya aku lupa, Ayah nggak apa-apa kok sayang" Verrel tersenyum manis sambil mengelus perut Febby sejenak.
Febby yang panik sedari tadi akhirnya lega karena Verrel tidak cidera sedikitpun.

Aldo mengantar Livia sampai ke rumahnya. Saat Livia ingin menanggalkan helm, Aldo lebih dulu melepaskan tali helm itu. Sementara Wira masih di depan kampus. Ia terus menghubungi Livia yang tak kunjung menerima teleponnya.
"Angkat dong Via pliss..."
Hampir saja Wira membanting ponselnya. "Gue berbuat kayak gini itu karena lo, kenapa sih lo nggak mau nerima gue?" Dengan menahan emosi ia menggerutu panjang.
"Via tolong kasih gue kesempatan untuk ngejelasinnya, lo jangan marah dulu, itu semua gue lakuin karena lo"
Akhirnya Wira mengirim pesan itu. Berharap Livia cepat membaca pesannya. Tapi Livia yang duduk di teras rumahnya hanya menatap pesan itu tanpa membalasnya.
"Dari siapa? Kok nggak lo bales?" Tanya Aldo.
"Nggak penting" dengan jutek Livia menjawab.
"Mmm ya udah kalau gitu, gue pulang dulu ya"
Tak ada ekspresi dari wajah Livia. Ia justru mengingat kata-kata yang ditulis Wira untuknya.
"Oia kalau lo butuh gue, lo tinggal telepon gue oke" ucap Aldo saat memakai helm ingin melanjutkan perjalanan, tapi lagi-lagi Livia tak menghiraukannya.

Didekat danau, semua crew, kameraman dan bang Rian mulai bersiap-siap ingin melanjutkan shooting. Dan kali ini Verrel akan ikut serta didalamnya. Kecuali Febby karena sedang cuti hamil. Tapi Febby sangat terkejut melihat kedatangan Nasya yang berlenggak lenggok menuju kearahnya.
"Verrel..." Sapa Nasya dengan tersenyum manis.
"Eh kok lo bisa disini?" Tanya Verrel tak percaya.
"Ya iyalah gue disini, waktu itu gue sempat gantiin posisi lo, dan sekarang gue bakal jadi lawan main lo"
Febby mengamati wajah Nasya yang begitu sumringah saat bertemu dengan Verrel. Candaan-candaan yang mereka ciptakan seolah-olah menganggap kalau dirinya tidak ada. Padahal ia ada didekat mereka. Ingin sekali rasanya ia menampar wajah Nasya sebagai peringatan bahwa Verrel adalah suaminya, tapi semua itu ia tahan. Ia tak mau membuat keributan ditempat ramai seperti itu.
"Eh ada Febby..."
Setelah sekian lama bercengkrama akhirnya ia disapa juga, tapi Febby hanya menunjukkan senyum kecut.
"Oia lo masih ikut main kan?" Tanya Nasya.
"Aku udah nggak main lagi"
"Lho kenapa?"
"Kasian debaynya kalau diajak striping terus" Verrel menyambar pertanyaan Nasya.
Rian mengarahkan Verrel dan Nasya untuk take didekat perahu.
"ACTION..." teriak Rian.
Beberapa kali Verrel mencoba beradegan mesra dengan Nasya, namun selalu gagal. Pengawasan Febby yang fokus menatap mereka tertawa terkekeh-kekeh dalam hati. Syukurin...aku sih berharap banget mereka nggak berhasil!" Dari kejauhan bang Rian mengeluh. Ia sangat kecewa, masak adegan seperti itu saja tidak bisa.
"Oke kita coba sekali lagi ya"
"Lo harus ngebayangin kalau gue ini Febby, oke" bisik Nasya pada Verrel.
Setelah Verrel membayangkan kalau dihadapannya adalah Febby, mereka akhirnya bisa beradegan mesra. Bahkan Verrel menyentuhnya dengan penuh perasaan saling memuji satu sama lain. Hal itu membuat mata Febby semakin panas. Ia memalingkan wajahnya tak mau melihat adegan tersebut.
"Kok bisa sih adegan Vibi luwes banget kayak gitu? Apa sih yang ada di pikirannya?" Batinnya ingin mencabik-cabik keduanya, sampai-sampai tanpa disadari ia menggigit ponselnya sendiri. "Aduh keras..."

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang