Akhirnya Febby berhasil mengalahkan egonya, memeluk Verrel dengan tersipu malu.
Tak ada yang terucap dari mulut Verrel, kecuali mendekapnya erat.
"Apa artinya ini bunda udah maafin ayah?" Tanya Verrel untuk meyakinkannya.
Senyuman bibir mungilnya yang dibarengi anggukan pelan itu adalah jawaban yang sangat di harapkannya. Jeritan bahasa yang dikeluarkan si kembar seolah-olah memanggil mereka. Mereka sama-sama menoleh.
"Nggak apa-apa, itu artinya si kembar seneng kalau Ayah bundanya udah baikan" Ucap Verrel menahan tubuh Febby yang mengendur, karena ingin melihat mereka lebih dekat.
"Memangnya Ayah tau mereka ngomong apa?"
"Tau dong, ayah kan bisa menerjemahkan bahasa bayi"
Saat jemarinya membenahi rambut Febby yang menutupi sebagian pipi, balon yang berwarna merah mengenai ujung rambutnya.
"CETARR..." Balon itu pecah bersamaan dengan pekikan Febby, sedangkan mata Verrel terpejam seketika.
"Yah pecah deh" Keluh Febby. "Rambutnya kayak monas sih" Ledeknya sembari mengacak rambutnya yang tegak bagaikan menantang langit itu.
"Hehehe...jadi miss u dong tulisannya"
Verrel melepaskan tangannya di pinggang Febby, karena Febby mengamati tulisan balon yang masih di pegangnya.
"Terus balonnya mau diapain?"
"Disimpan, buat si kembar gede nanti"
"Ya Allah, masih lama kali gedenya"
"Biarin, biar nanti mereka tau, kalau balon balon ini pernah jadi saksi waktu Ayahnya merayu bundanya yang lagi marah"
"Hahaha..." Febby tak bisa menahan tawanya ketika Verrel bergegas turun menunjukkan tingkahnya yang lucu. "Lama-lama balonnya juga bakalan pecah" Febby turun membawa balon balon itu ke kamar. "Aku mau lihat, sampai kapan balon balon ini bisa bertahan"
Lalu ia mengikatnya di gagang laci dipan.
Keluar dari cafe, Aish berjalan beriringan dengan Alan menuju kendaraan mereka masing-masing. Tak disangka, ada perempuan paruh baya yang membawa minuman bersoda menyenggol bahu Bella dengan sengaja. Minuman bersoda itu malah semakin di tumpahkan ke pakaiannya. Jelas saja Ammar tak terima dan marah.
"Maaf saya nggak sengaja" Perempuan itu meminta maaf seraya muka memelas.
"Tapi tadi Ibu sepertinya sengaja numpahin minuman itu" Alan tampak membela Ammar.
"Beneran saya nggak sengaja" Si Ibu mulai berakting menangis agar mereka memaafkannya.
Sementara di balik kendaraan lain, Mawar tersenyum sinis memperhatikan aktingnya.
"Tu ibu-ibu pinter juga ya aktingnya, nggak sia-sia aku bayar dia"
Ammar melepaskan kemejanya disaat Bella membersihkan bajunya yang basah. Sehingga hanya menyisakan kaos dalam dibalut dengan celana bahan yang masih melekat.
"Sayang pakai ini aja ya" Ucapnya menutupi tubuh istrinya.
"Terus kamu nggak pakai baju dong"
"Nggak apa-apa"
Eh si Ibu itu malah nyelonong pergi begitu saja.
"Ya udah aku duluan ya" Pamit Alan.
"Iya hati-hati" Sahut Bella menyunggingkan senyuman.
Alan begitu senang mendapat senyuman manis itu tanpa sepengetahuan Ammar. Sampai didalam mobil saja, wajah Bella masih membayang-bayanginya.
"Aku kenapa ya? Bella itu udah bersuami Dan suaminya sahabat aku sendiri, came on Alan kamu harus bangun"
Alan menghembuskan nafas kasar, agar bayangan Bella hilang dari pandangannya. Ammar tak sengaja memergoki tatapan Alan terhadap Bella saat kendaraan mereka berpapasan. Namun diliriknya Bella masih mengelap bajunya pakai sapu tangan.
"Oia, menurut kamu Alan gimana?" Tanya Ammar.
"Alan? Memangnya kenapa?"
"Ya menurut kamu gimana? Siapa tau Alan suka beneran sama Mawar"
"Mmm menurut saya, Alan adalah laki-laki yang sempurna, selain tampan dia juga pengusaha yang sukses"
"Begitu ya" Ammar menelan ludah.
Dilubuk hatinya pasti ada rasa cemburu. Secara istrinya sendiri memuji laki-laki lain didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
Ficción GeneralApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...