Senin dipagi hari, hembusan angin menerpa kamarnya Feverr melalui celah-celah jendela. Aktivitas Febby sebagai Ibu rumah tangga, mengawali kegiatannya dengan memasak, sementara Verrel menyiapkan pakaiannya beserta pakaian Febby untuk ke kampus. Aroma masakan itu sampai tercium di hidung Verrel. Febby memang tidak pandai memasak, tapi ia berupaya memasak dengan melihat tutorial di YouTube. Aroma itu membawa langkah Verrel ke dapur. Febby kaget merasakan tangan seseorang melingkar di pinggangnya. Jari itu mengusap perut diatas dasar baju tidurnya. Rasanya halus dan lembut. Febby ingin memberontak karena ancaman yang dilakukannya kemarin, tapi Verrel malah menaruh dagu dilekukan bahunya.
"Bunda masak apa sih? Wangi banget..., aromanya kecium sampai kamar tau nggak?"
Akibat pertanyaan itu, tangan Febby refleks menutup ponsel yang menunjukkan tutorial masakannya. Alhasil ponsel itu terjatuh.
"Bunda liat YouTube ya...?"
"Bukan liat YouTube, tapi barusan baca chat dari Via" jawab Febby gugup, lalu membelakanginya mematikan kompor.
"Bunda udah nggak marah lagi kan?" Tanya Verrel lagi seraya ingin kembali memeluknya.
"Kata siapa aku udah nggak marah lagi, aku masih marah tau" ancam Febby melotot.
Terpaksa Verrel hanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Ia berpikir keras mencari ide untuk meluluhkan hatinya yang sekeras batu.
"Udah deh, mendingan Ayah sikat kamar mandi dulu sana" perintah Febby kemudian.
Meskipun harus mendapat omelan, tapi Verrel senang. Soalnya Febby menyebutnya Ayah. Dan itu sangat jelas terdengar.
Dengan semangat ia ke kamar mandi. Menggosok lantai dan juga dinding-dindingnya sampai bersih.Di kediaman yang berbeda. Ammar mengajak Bella berangkat ke kampus disaat Naya ingin berbicara serius dengannya.
"Nanti aja ya ma, soalnya Ammar harus ke kampus sekarang" elak Ammar.
"Tapi ini penting"
"Memangnya mama mau bicara apa sampai segitu pentingnya?"
"Ya jelas penting, karena ini menyangkut masa depan kamu"
"Maksud mama?"
"Memangnya kamu mau seperti ini terus selamanya? Nggak kan?"
"Ammar tau maksud mama, mama menginginkan cucu dari Ammar kan?"
"Mmm ya udah Bella berangkat dulu ya ma" pamit Bella mencium tangannya.
Ia tau kehadirannya tidak di inginkan Naya, makanya lebih baik ia berangkat lebih dulu.
"Tunggu sayang..." Ammar lekas mengejarnya.
Naya dibikin jengkel karenanya.
"Bisa-bisanya Ammar tidak mendengarkan aku, kenapa dia selalu mendengarkan Bella? Dari pada aku yang sudah melahirkannya"
Didalam mobil, Ammar dan Bella sama-sama terdiam sesaat.
"Seharusnya sayang dengerin dulu apa kata mama" ucap Bella.
"Saya sudah tau maksud mama, mungkin Mawar sudah meracuni pikirannya"
Didepan kampus, mereka memergoki Bima lagi menggoda Livia yang kebetulan membeli alat tulis.
"BIMA...APA YANG KAMU LAKUKAN...?" Tanya Ammar dengan tegas.
Bima menundukkan kepalanya.
"Kalau saya lihat kamu masih menunjukkan sikap yang tidak baik di kampus ini, lebih baik kamu keluar dari kampus ini, dan silahkan cari kampus lain" dengan panjang lebar Bella menegaskannya.
"Baik Bu, saya tidak akan mengulanginya lagi"
Livia menatap Bima dengan tatapan jijik, sedangkan Bima mundur membiarkan Bella dan Ammar meninggalkannya.Setelah memarkirkan mobil di parkiran kampus, Verrel buru-buru keluar ingin membukakan pintu untuk Febby istri tercintanya.
"Maaf, anda telat" tegas Febby menahan senyum setelah berhasil membukanya sendiri.
"Hhuuh..." Verrel melepaskan nafas panjang akibat kecewa, tapi ia tidak menyerah begitu saja.
Lantas Verrel mengiringinya sambil mengajaknya mengobrol.
"Habis ini kita jemput si kembar ya" sambil berjalan mundur menghadapnya.
"Memangnya kamu nggak kerja?"
"Oia ya, Ayah lupa, terus gimana?"
"Aku bisa kok jemput mereka sendiri"
"Tapi mereka bertiga, mana bisa Bunda sendirian"
"Makanya cari asisten dong, biar bisa bantuin aku dirumah"
Verrel baru teringat dengan ajang balapan liar yang sudah di daftarkannya beberapa hari yang lalu.
"Verrel, Febby..." Panggil Livia dan Wira yang datang dari penjuru yang berbeda.
"Ini iklan yang udah gue buat, menurut lo gimana?" Sambung Livia sambil memperlihatkan iklan pencarian karyawan untuk cafenya di media sosial.
Diwaktu yang sama Aldo ikut nimbrung menggeser Wira agar jaraknya dengan Livia terpisah.
"Lo beneran mau mundur do?" Tanya Verrel.
"Nggak jadi" jawabnya.
"Nah gitu dong, masak mau nyerah gitu aja, harus semangat" seru Verrel meraih bahunya.
Sekilas Aldo melirik Livia dan Wira.
"Habis mata kuliah kak Ammar, lo temenin gue ya" bisik Febby kepada Livia.
"Kemana?"
"Nanti aja gue kasih tau"
Melihat mereka berbisik-bisik, Verrel menerka-nerka apa yang tengah di bicarakan. Berhubung jam pelajaran mau dimulai, mereka memasuki kelas.
Ammar datang membawa buku menuju kursinya.
"Saya lihat Verrel dan kelompoknya sudah berhasil mengembangkan bisnisnya" ucap Ammar sambil mengingat cafe mini mereka, waktu memantaunya dari jauh. "Kelompok yang lain kapan akan mencobanya?"
Lanjutnya bertanya.
"Saya nggak mau satu kelompok sama Bima pak" ucap Andin.
"Siapa juga yang mau satu kelompok sama lo" balas Bima.
"Oke terserah kalian mau bekerjasama dengan siapa saja, yang penting dicoba dulu, karena itu bermanfaat juga buat kalian"
"Iya pak..." Jawab mereka serentak.
Namun Febby terkaget ketika membuka bukunya terdapat tulisan i love you Bunda di setiap lembarnya.
"Haah..." Ia kemudian melirik Verrel yang tersenyum genit padanya. "Usaha sih usaha tapi nggak harus begini juga kali" gumamnya pelan, tangannya sudah gatal ingin menjitak kepala Verrel, tapi Ammar terus mengawasi sambil menjelaskan sesuatu. "Dulu selama pacaran susah banget buat ngomong kata-kata romantis buat aku, apalagi ngungkapin perasaan, kenapa sekarang jadi gampang banget ya, hmmm..." Ia cepat menutup buku itu sebelum ketahuan sama yang lain.
Sebab kalau ketahuan, bisa-bisa ia diledekin sama satu kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...