part 151

143 20 5
                                    

"Iih kecentilan banget sih jadi cewek, kayaknya sengaja banget biar bisa deket-deket sama Vibi" Jengkel Febby saat melihat tangan Verrel bersentuhan dengan tangan Rista.
Posisi Verrel yang nyaris memeluknya dari belakang dengan mengajarinya memegang bola itu seakan menjadi bumerang didalam hati Febby. Bagaimana Febby tidak kesal alias cemburu, kalau sikap yang di tunjukkan Rista sangat genit. Dengan sengajanya Rista menjatuhkan dirinya agar Verrel menolongnya, namun ternyata Verrel hanya bengong saja.
"Lo nggak apa-apa kan?" Tanya Verrel. "Kok bisa jatoh sih?"
"Sial, bukannya dibantuin malah bengong" Gerutu Rista dalam hati.
Di waktu yang sama Febby terkekeh geli, ia sangat bersyukur Verrel masih memikirkan perasaannya, sehingga ia kembali latihan dengan yang lain.
"FEBBY..." Dari jarak berapa meter Verrel memanggilnya.
"Iya, kenapa?" Tanya Febby mendekat.
"Tolong kamu ajarin Rista ya" Pinta Verrel.
"Haah, aku?" Febby tercengang menunjuk batang hidungnya sendiri, sedangkan Verrel mendekatkan tubuhnya sembari menatap mata Febby yang masih dipenuhi rasa cemburu.
"Aku tau sayang cemburu,  jadi tolong ikuti perintahku, oke" Bisik Verrel.
Nafas Verrel yang begitu dekat di telinganya membuat bulu kuduknya merinding, namun sempat-sempatnya Verrel menggodanya dengan senyuman nakal.
"Gue minta Febby yang ngajarin lo" Ucap Verrel pada Rista.
"Kok jadi dia sih yang ngajarin? Kan lo pelatihnya" Bantah Rista.
"Yang mau di ajarin ini banyak ris, lo nggak liat tuh mereka" Lirik Verrel pada mahasiswi-mahasiswi yang sibuk bermain basket sesuai yang di ajarkannya.
"Ya udah deh terserah" Sinis Rista menatap Febby yang memungut bola.
Mau tidak mau Rista menuruti perintah Verrel sambil menunggu ide muncul di otaknya. Selama beberapa menit mendrible bola semua fine fine saja, tapi setelah itu Rista menubruk Verrel dari belakang, kemudian pura-pura pingsan. Febby tau cuma akal-akalan Rista saja, tapi Verrel panik dan membawanya ke ruang medis. Dengan kesal Febby melemparkan bola dan pergi.
"Febby lo mau kemana?" Livia menyusulnya.

Memangnya kita mau kemana non?" Tanya si bibik kepada Mawar yang fokus menyetir, tak sedikitpun Mawar bereaksi. "Non, nooon..."
"Apa sih?"
"Ya abisnya dari tadi saya ngomong di cuekin sih"
"Iya memangnya kamu mau ngomong apa? Kalau nggak penting-penting banget mending nggak usah karena saya lagi pusing"
"Tapi ini penting banget non, ini soal Bapak"
"Papa kenapa memangnya?"
"Bapak tadi perginya buru-buru banget, udah gitu dia juga naik taksi, apa Bapak pulang ke Amrik non? soalnya Bapak kalau kemana-mana bawa mobil sendiri"
"Serius bik?"
"Masak saya bohong sih non, saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, mana gerak geriknya mencurigakan banget lagi"
Mendengar penjelasan itu Mawar langsung memutar arah mobil, menuju jalan pulang.
"Lho, ini kan jalan pulang non, kita mau pulang lagi?"
"Bisa diem nggak sih, berisik tau nggak"
Saat ingin memasuki gerbang rumahnya, Alan tiba-tiba berdiri menghadang kendaraannya tepat di tengah-tengah.
"Aduh ada si tampan saya non, pasti dia mau ketemu sama saya tuh" Celetuk si bibik dengan pedenya.
"TOK TOK TOK..." Alan mengetuk kaca mobil itu.
"Ada apa?" Tanya Mawar setelah membuka pintu.
"Mana papa kamu, aku mau ketemu sama dia"
"Papa? Ada perlu apa kamu sama papa?"
"Karena dia yang sudah mencelakakan Ammar"
Tanpa banyak bicara Alan lekas memasuki halaman rumah dan membuka pintu rumah itu dengan paksa, tapi sayang terkunci.
"Apa yang akan kamu lakukan di rumah ku?" Cerca Mawar mengeluarkan kunci rumah.
"Kamu pasti menyembunyikan papa kamu didalam kan? AYO CEPAT BUKA PINTUNYA..."
Setelah pintunya dibuka, Alan langsung berteriak memanggil Tama sembari kesana kemari mencarinya. Mawar menghubungi Tama dari dalam kamar Tama, menggeledah isi lemari, namun ia menemukan sebuah koper yang berisi uang milyaran rupiah. Mawar sangat terkejut, terlebih lagi dengan si bibik, itu pertama kalinya si bibik melihat uang sebanyak itu. Jelasnya saja mata si bibik terpana dengan mulut ternganga lebar.
"Ini uang semua non" Celetuknya meraba uang itu, tapi Mawar menepis tangannya.
"DIMANA KAMU MENYEMBUNYIKAN PAPA KAMU ITU...?" Alan mulai emosi.
"Aku juga nggak tau papa dimana, soalnya aku baru pulang" Jawab Mawar.
"Kamu mau kemana?" Saat Mawar pergi keluar.
"Aku harus ketemu Ammar, aku harus ngecek gimana keadaannya"
Sementara si bibik mengantongi beberapa lembar uang itu ke dalam saku celananya.
"Kalau cuma beberapa lembar nggak bakal ketahuan kan, hehehe..."

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang