part 154

144 19 0
                                    

Feverr datang pagi-pagi ke kampus disaat belum banyak mahasiswa yang berdatangan. Mereka sengaja menunggu di bangku peristirahatan depan ruangan dosen. Di tangan Febby sudah ada judul skripsi beserta materinya. Sambil menunggu kedatangan pak Irwan sang pembimbing, Febby membacanya berulang kali, sedangkan Verrel hanya manyun meliriknya karena merasa tidak di pedulikan.
"Eh ada Verrel..." Sumringah Rista mendekat. "Lagi ngapain? Nungguin dosen juga ya?" Sapanya sok akrab.
"Sayang lagi baca apa sih?" Verrel sengaja memanas-manasi Rista dengan merapatkan posisi duduknya sambil mendelik Febby.
"Lagi mempelajari cara baca isi hati orang" Jawab Febby mengerti yang di maksud Verrel.
"Oia? Bagus banget tuh, coba aku lihat" Penuh semangat Verrel membaca, namun tentunya agak di tutupi supaya tidak bisa di lihat Rista.
Telinga Rista terasa panas, apalagi matanya harus melihat pujaan hati duduk berdekatan dengan Febby yang dianggap sebagai rival, mesra pula. Tapi herannya, Rista tak kehilangan akal dan menyerah begitu saja. Ia justru duduk di samping Verrel.
"Awas ada cicak di kaki lo" Ucap Rista menunjuk kearah kaki mereka.
"CICAK...?" Feverr terkejut sama-sama melompat.
Melihat reaksi mereka yang ketakutan itu Rista girang bukan main. Rista akhirnya tau kalau mereka paling takut sama binatang yang menggelikan itu. Bahkan ia tak henti-hentinya mentertawakan tingkah mereka.
"Mana cicaknya?" Tanya Febby yang naik di punggung Verrel.
"Nggak ada kok" Jawab Verrel setelah mengitari di sekitarnya. "Lo sengaja ya ngebohongin gue?" Tegasnya pada Rista.
"Ya udah pergi lah cicaknya, takut juga kali dia sama lo berdua yang kayak cacing kepanasan" Balas Rista sama nyolotnya.
Saat Verrel ingin membalas perkataan itu, Rista malah pergi dengan seenaknya. Lantas ia ingin mengejarnya, tapi Febby melarang dan minta di turunin. Verrel menurunkannya pas kebetulan pak Irwan datang.
"Ini kampus ya bukan di rumah, jadi tolong jaga etitutnya mengerti" Tegur pak Irwan.
"Maaf Pak, tadi ada yang ngerjain kita" Elak Verrel.
Febby kemudian meminta Verrel menunggu diluar, sementara dirinya masuk mengikuti pak Irwan sampai di depan mejanya.
            Saat berjalan di lobby, Andin tak sengaja berpapasan dengan Rista. Mereka memang tidak begitu akrab, tapi kemarin Rista tak sengaja memergoki Andin menyuap seorang Ibu-ibu yang sudah menaruh kecoa di makanannya sewaktu di cafe Verrel. Hal itu membuat Rista mendapatkan ide untuk membantu rencananya. Mereka saling menatap sinis, seolah-olah punya dendam yang terselubung. Wira dan Livia sampai keheranan melihat mereka yang tak biasanya seperti itu, tapi Livia tak mau ambil pusing.
"Mereka mau ngapain tuh?" Tanya Wira.
"Bodo amat, ngapain kita ngurusin mereka, udah yuk ah" Ajak Livia menarik lengannya.
"Kenapa sih lo? Ada masalah sama gue?" Ketus Andin membalas tatapan Rista yang begitu tajam.
"Awalnya sih memang kita nggak ada masalah, tapi semenjak kemarin..."
"Semenjak kemarin? apa maksud lo?" Andin sudah memotong kalimat Rista, tapi Rista hanya menyunggingkan senyuman yang menyimpan makna. "Eh lo mau kemana?" Andin menahan Rista yang hendak pergi.
"Oke, kalau memang lo mau tau"
"Mau tau apa sih?"
Rista mengirim video rekaman apa yang di lihatnya kemarin. "Kalau lo macem-macem sama gue, gue nggak akan segan-segan untuk nyebarin video ini"
Andin tersentak kaget melihat video itu. "Oia, jangan lupa kirimin nomor teleponnya Verrel ke gue, gue tunggu"
"CK IIH..." Andin berdecak kesal.
Mau tidak mau Andin harus mengirim nomor telepon Verrel lewat WA sambil ngedumel sendiri.

Verrel masih menunggu Febby yang sedang diskusi dengan pak Irwan di depan ruangan dosen jurusan Akuntansi. Keluar keluar wajah Febby tampak bete menduduki kursi.
"Di tolak ya bun?" Tanya Verrel lembut, Febby hanya mengerucutkan bibir. "Ya udah nggak usah sedih, apapun hasilnya kita harus tetap semangat, oke..." Verrel berupaya menghibur sang istri.
"Gimana mau semangat kalau udah di tolak untuk kedua kalinya"
"Ya jangan patah semangat gitu dong, coba aja kamu lihat Via, Wira, mereka udah berkali-kali malahan, tapi mereka nggak pernah putus asa tuh" Verrel mengingat Wira dan Livia yang berkali-kali mengajukan judul, namun belum ada satupun yang diterima.
"Iya ya" Febby pun mengingatnya. "Berarti aku nggak boleh dari mereka"
"Nah gitu dong...senyum"
Febby kembali melebarkan senyuman genitnya. "Mendingan sekarang kita mancing yuk"
"Mancing...?" Febby melongok, namun ia tak menampik tangan Verrel yang menarik lengannya.
Di koridor belakang, mereka berpapasan dengan Aldo. Langsung saja Aldo memberitahu kalau CCTV di cafenya tidak bisa di akses, dan semenjak kejadian penemuan kecoa itu cafe mereka jadi sepi.
"Kalau gitu nanti sepulang dari kampus, kita harus mengadakan meeting" Sahut Verrel.
"Menurut aku nggak perlu deh, yang harus kita lakuin itu, cari siapa pelaku yang udah narok kecoa itu" Febby memberi ide.
"Tapi gimana kita mau nyari pelakunya kalau nggak ada satupun diantara kita yang lihat" Sambar Aldo.
"Ya udah nanti bisa kita omongin di cafe"
"Oke, kalau gitu gue akan kasih tau yang lain" Aldo kemudian buru-buru pergi, sedangkan Feverr menuju kolam ikan di belakang kampus.
"Tuh, kapal pesiarnya udah siap" Canda Verrel menunjuk perahu di pinggir kolam.
Febby tertegun menatap perahu yang di hiasi dengan balon warna warni yang bergelayutan tertiup angin.
"Kok bisa ada perahu disini?"
"Ya bisa dong, semua demi bundanya si kembar" Girang Verrel menaiki perahu itu lebih dulu, lalu mengulurkan tangan menyambut tangan Febby menaiki perahu.
Ternyata didalam perahu sudah ada alat pancingnya. Febby tidak tahu kapan Verrel mempersiapkan itu semua, yang penting ia senang bisa melakukan hal sederhana tapi romantis.
"Lempar pancingnya sekarang bun" Pinta Verrel memberikan joran yang sudah dikasih umpan, spontan Febby melempar joran pancing itu semuanya ke tengah-tengah.
"Kok di lempar semua bun? Aduuh..." Verrel kaget sambil menepuk jidat.
"Hehehe...lupa, tadi katanya di lempar, ya bunda lempar deh..." Febby memasang muka gemes supaya Verrel tidak marah.
"Untung masih ada satu lagi" Girang Verrel menunjukannya. "Sekarang lempar yang bener, inget jangan salah lagi"
"Siaapp..."
Kali ini Febby melempar mata kailnya dengan benar ke tengah-tengah.
Belum juga lewat 2 menit, umpannya sudah di sambar ikan.
"Yah dapet yah..., ayo bantuin"
Verrel membantu Febby menariknya, tampak ikannya menggelepar kesana kemari di ujung kailnya.
Perasaan Febby saat berhasil mendapatkan ikan memang terasa berbeda. Perasaannya lebih senang dan makin semangat ingin memancing lagi, tapi rintik-rintik hujan seakan meminta mereka untuk menyudahi pancingannya. Verrel kemudian melepaskan jaket dan memayungi kepala Febby dan dirinya sambil mendayung.
"Udah biar bunda aja yang megangin" Ucap Febby mengambil alih jaket itu, sementara Verrel fokus mendayung sampai ke pinggir.

Wahyu datang ke kediaman Aish disaat Aish ingin berangkat ke kampus.
"Papa..." Mereka terkejut, apalagi penampilan Wahyu sedikit berbeda tidak seperti biasa sebelum masuk penjara, lebih rapih dan bersih.
Mereka menghampiri dan menyalaminya.
"Papa udah bebas?" Tanya Bella masih tak percaya.
"Ya kamu bisa lihat sendiri kan" Wahyu menunjukkan dirinya dengan penuh kebanggaan.
"Kita masuk dulu" Ajak Ammar.
"Oh tidak usah repot-repot" Tolak Wahyu seperti menyimpan keinginan, namun malu untuk mengatakannya.
"Apa Papa mau ngomong sesuatu?" Bisik Bella.
"Mmm sebenarnya sih begitu, tapi papa malu, kayaknya tidak usah deh"
"Tapi pa" Bella menahan Wahyu yang hendak pergi. "Papa katakan saja, tidak usah sungkan"
"Mmm sebenarnya papa mau pinjam uang, soalnya hari ini papa mulai kerja di bengkel, tapi papa sudah tidak punya uang lebih untuk ongkos"
Bella mengeluarkan sejumlah uang ratusan dari dalam tas. "Ini pegangan buat papa" Meskipun Wahyu masih saja menolak, tapi Bella tetap memberikan uang itu ke telapak tangannya.
"Terimakasih, nanti pasti papa bayar kok kalau sudah gajian"
"Tidak usah pa, Bella juga ikhlas kok ngasih papa, iya kan sayang?" Lirik Ammar pada Bella.
"Iya pa tidak usah di kembalikan, Bella ikhlas kok, yang penting papa harus membuka lembaran baru, jangan mengulangi kesalahan yang sama" Tambah Bella.
Wahyu tersenyum samar. "Kalian tidak usah khawatir, papa janji tidak akan kembali ke jalan yang hitam"
Bersamaan dengan kepergian Wahyu, Aish memasuki mobil ingin berangkat ke kampus, namun mobilnya tidak mau menyala meskipun sudah di stater berkali-kali. Bella memutuskan memesan taksi online saja, tapi begitu taksinya datang mobil mereka tiba-tiba menyala.
"Udah ayo kita berangkat" Ajak Ammar.
"Tapi gimana dengan taksinya?" Bella menunjuk taksi yang sedang mengklaksonnya.
"Dengan Ibu Bella kan?" Tanya supir memastikan.
"Mmm iya Pak, tapi mobil saya udah nyala nih pak gimana dong?" Bella bingung.
"Kalau sudah di pesan ya nggak bisa di batalin begitu aja bu" Maki si supir.
"Oke oke, biar saya saja yang naik taksi" Balas Ammar tak terima kalau istrinya di maki orang lain, lantas Ammar membukakan pintu taksi itu untuk Bella. "Ayo masuk"
Dengan berat hati Bella masuk ke taksi itu.

Sementara di kediamannya, Mawar sedang mempengaruhi Sultan supaya jangan mau bertemu dengan Ammar maupun Bella. Sultan yang masih belum mengerti apa-apa tentu bingung dan ngeloyor masuk kamar.
"Sultan ngerti nggak sih mama ngomong apa?" Mawar mengikutinya, namun Sultan hanya memainkan mobil-mobilan dengan ekpresi yang gembira.
"Coba Sultan inget ini siapa?" Sekali lagi Mawar bertanya sambil menunjukan foto Ammar dan Bella di ponselnya.
"Papah..." Karena hanya kata-kata papah dan mamah yang bisa di ucapkan Sultan.
"Iya, maksud mama jangan mau lagi ketemu sama papa, ngerti?"
Sultan cemberut, sepertinya ia tidak suka kalau mamanya melarang dirinya bertemu dengan papanya. Hanya saja ia belum bisa bicara banyak. Ternyata pembicaraan mereka tak sengaja di dengar Alan.

Kita lanjut kepada Feverr yang masih berada di pinggir kolam ikan. Saat itu juga tak di sangka Rista pura-pura kepeleset menyenggol Febby, yang menyebabkan Febby nyemplung kolam. Hal itu membuat Verrel geram ingin memaki Rista, namun ia harus menolong Febby dulu.
"Sorry, gue bener-bener nggak sengaja" Ucap Rista menatap tubuh Febby yang basah kuyup bersama Verrel.
"Bantuin gue dong" Pinta Verrel mengulurkan tangan.
Oo dengan senang hati Rista menyambut tangan itu, namun ternyata Verrel malah menariknya, sehingga Rista iku nyemplung ke dalam kolam.
"Hmm...gimana rasanya? Enak kan? Dingin dingin gimana gitu" Sindir Verrel menyunggingkan senyuman penuh kemenangan.
Disaat Rista ngomel-ngomel sendiri seolah-olah menyalahkan Febby, Verrel lekas naik menyambut tangan Febby.
"Bunda tunggu sebentar ya" Bisik Verrel di telinga Febby.
"Mau ngapain? Itu si centil nggak usah di ladenin"
"Udah tenang aja, Ayah punya ide bagus"
Belum sempat Febby melarangnya, Verrel sudah memasukkan ikan hasil tangkapan mereka ke dalam baju Rista.
"AAA..." Rista menjerit kesana kemari di dalam kolam berupaya mengeluarkan ikan itu, sedangkan Feverr tertawa terbahak-bahak segera meninggalkannya.
"Sial, malah gue yang di kerjain" Gerutu Rista.
Menelusuri koridor dalam keadaan basah kuyup tentu menjadi bahan tertawaan orang-orang. Apalagi Andin yang melihatnya.
"Kenapa lo? Kena karma, habis ngancem gue, makanya jadi orang jangan sok" Ejek Andin menahan tawa.
Disisi lain Livia memergoki Feverr baru saja keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang berbeda.
"Lo berdua habis ngapain?" Tanya Livia.
"Habis di kerjain sama Rista, jadinya nyemplung ke kolam ikan deh" Jawab Febby masih jengkel.
"Hahaha...kok bisa sih?"
"Ya lo kan tau sendiri dia sengaja banget cari perhatian sama Verrel"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang