Febby benar-benar geram melihat gaya Bima yang sok menantang Verrel.
"Lo punya masalah apa sih sama gue? mau nyari ribut?" Tanya Verrel agak keras.
"Lo yang nyari masalah sama gue, karena lo udah ngerebut Febby dari gue"
"Terus mau lo apa?" Verrel mendekatinya.
"Gue mau nantang lo balap motor"
"Balap motor...?" Verrel tersenyum tipis. "Itu mah udah basi, gimana kalau kita balap dayung perahu?"
Febby sepertinya tidak menyetujui, tapi Verrel memberi tanda supaya Febby menyetujui.
"Oke, tapi kalau lo kalah, lo harus menjauhi Febby" ancam Bima setelah beberapa saat berpikir.
"Sayang apa-apaan sih? Gimana kalau kalah? Itu artinya kamu harus ngejauhin aku" Febby marah-marah setelah Bima pergi meninggalkan mereka.
"Udah kamu tenang aja"
"Dicari-cari ternyata kalian disini" celetuk Wira bersama Aldo dan Livia.Di Rutan Salemba, Rian tengah duduk dihadapan seorang polisi, sedangkan satu orang lagi sudah bersiap-siap ingin mencatat keterangan yang akan diberikan Rian.
"Selain anda siapa lagi yang terlibat dalam proses pembuatan film ini?" Pak polisi mulai bertanya.
"Ada beberapa orang pak" jawabnya.
"Iya katakan saja siapa?"
"Darma, Tito, Firman, Verrel sama Febby"
"Empat laki-laki satu perempuan?"
"Iya betul, karena Febby dan Verrel itu bintang utamanya"
"Lantas Mario?"
"Mario hanya sebagai peran tambahan"
Polisi itu tampak berbisik-bisik kepada rekannya.
"Terus apa lagi yang anda ketahui?"
"Setelah take saya istirahat, jadi saya tidak tahu mereka pergi kemana"
"Oke, selama penyidikan kasus ini masih berlanjut, maka anda kami tahan"
"Tapi saya tidak ada kaitannya sama kematian Mario" bantah Rian.
"Kita lihat saja bagaimana hasil penyidikannya nanti" pak polisi itu lalu meminta rekannya untuk membawa Rian ke dalam sel.
Diwaktu yang sama, Wahyu datang. Wahyu meminta izin terlebih dahulu kepada polisi yang membawanya untuk berbicara dengan Rian.
"Silahkan" ucap polisi tersebut.
"Kamu tidak usah khawatir dengan masalah ini, karena saya tahu kamu tidak bersalah" bisik Wahyu kepada Rian.
"Saya percayakan semuanya pada pak Wahyu" sahur Rian.
Setelah itu, Rian dibawa kedalam sel.Disiang hari, meskipun cuaca begitu menyengat kulit, tapi Vani tetap memaksakan diri menelusuri gang menuju kostan Verrel. Karena Nasya curiga kalau Vani itu adalah Ibunya Verrel, Nasya memutuskan membuntutinya.
"Kenapa kamu mengikuti saya?" Tanya Vani sambil berhenti.
"Apa Tante adalah Ibunya Verrel?" Tanya Nasya balik.
"Iya saya mamanya, kamu kenal sama anak saya?"
"Saya temannya Verrel"
"Tante harus ketemu sama Verrel sekarang" Vani ingin melanjutkan lagi langkahnya.
"Tapi Tante, Verrel katanya udah nggak disana lagi" tahan Nasya.
"Apa?"
"Iya Tante, tapi Verrel nggak ngasih tau keberadaannya sekarang"
"Kalau gitu kamu anter Tante ke kampusnya sekarang" pinta Vani.
"Siap Tante"
Mereka bergegas kembali ke taksi yang terparkir dipinggir gang.Lomba panen raya di danau kampus sudah di mulai. Semua peserta yang ingin mengikuti lomba sudah berkumpul dipinggir danau. Pak Rektor sebagai ketua pelaksana meminta Bu Fira menyerahkan toples yang berisi nomor undian.
"Sekarang kita undi ya" seru pak Rektor.
"Prok prok prok..."
Suara seruan dan tepukan dari mahasiswa tak henti-hentinya terus bergemuruh menyemarakkan acara tersebut. Ntah secara kebetulan atau mungkin memang jodoh, nomor undian yang keluar ternyata Verrel dan Febby. Jadi mereka terpilih sebagai peserta pertama.
"YEEA..." riang Febby mengangkat tangan kepada Verrel yang berdiri disampingnya.
Mereka tampak tos bersama. Selanjutnya peserta kedua Andin dan Bima, peserta ketiga Aldo dan Livia.
"Kok bisa ya VB FB satu team? Padahal nomornya diundi, apa memang kita berjodoh?" Tanya Febby genit sambil menyenggol Verrel, namun Verrel hanya mesam mesem menggaruk kepala. "Kok cuma nyengir doang sih?"
"Ya mungkin hehe..." Jawab Verrel nyengir.
Sementara tidak jauh darinya, ada Andin dan Bima yang terlihat saling membuang muka.
"Kenapa sih pasangan gue harus lo? Nggak ada apa yang lebih cantikan dikit?" Sindir Bima mengerenyitkan dahi.
"Lo pikir lo itu ganteng, kagak" balas Andin memaki.
"Lo juga sama aja" cerca Bima melihatnya jijik.
Nampak peserta yang bersiap-siap cukup banyak. Jadi tidak hanya mereka saja yang disibukkan dengan joran pancing.
"Aku yakin kita pasti menang" bisik Febby dengan manja sambil menyentuh pipinya.
Ternyata sentuhan itu membuat tangannya gemetar, bahkan umpan yang dipasang pun jadi salah.
"Yang fokus dong sayang biar kita menang, sini aku bantuin" Febby lalu mengajarinya memasang umpan yang benar.
Lalu mereka berdiri sama-sama melemparkan tali pancingnya. Verrel terdiam seperti patung saat wajah Febby begitu dekat dengannya. Jiwanya bagaikan terhipnotis, sehingga sedikitpun ia tak mampu bergerak. Apalagi Febby menatap matanya dari jarak beberapa senti saja. Namun gerakan ikan yang menyambar kailnya seketika mengejutkan mereka.
"Ayo tarik sayang..." Seru Febby membantunya. "Yee dapat juga ikannya" lanjutnya saat ikan yang cukup besar menggelepar diujung kail.
Sambil melepaskan ikannya, Verrel tersenyum manis menatap Febby yang tampak kegirangan.
"Nih" goda Verrel menyodorkan moncong ikan itu kearah bibir Febby.
Sontak saja Febby terkejut begitu bibirnya berhadapan dengan moncong ikan yang lagi mangap-mangap.
"Iiii Verrel..." Febby jadi ngambek-ngambek manja.
"Hahaha..." Verrel justru tertawa lepas saat melihat ekspresinya.
Febby kemudian mempunyai ide untuk membalas kejahilannya.
"Sini ikannya" Febby mengambil ikan ditangan Verrel. "Hahaha..."
Sekarang gantian Febby yang tertawa ketika ia berhasil menciumkan moncong ikan itu ke pipinya.
"Iiii..." Verrel menggeliat geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...