part 29

234 13 0
                                    

Ammar kembali berusaha merayu Bella dengan cara bersandar ke pundaknya. Tapi Bella menghela nafas dalam-dalam.
"Kita mau kemana pak?" Tanya supir.
Ammar menjawab ke Segarra, sedangkan Bella menjawab ke rumah. Si supir jadi tambah bingung karena mereka kekeh dengan jawaban masing-masing.
"Jadi sebenarnya ini mau kemana?" Si supir mengulangi pertanyaan.
"Segarra" jawab Ammar.
"Saya mau pulang" Bella juga tidak mau kalah.
"Aduh saya jadi lier" keluh supir bertambah bingung.
"Ayolah sayang...masak iya kita mau seperti ini terus?" Rayu Ammar.
"Ya udah pak ke Segarra aja" pinta Bella setelah menarik nafas dalam-dalam.

Diatas motor, Verrel heran nggak biasanya Febby bersikap cuek terhadapnya. Berkali-kali ia menatap tangan Febby yang sengaja tak ingin berpegangan atau memeluk pinggangnya.
"Tangannya Febby kenapa ya...?" Tanya Verrel bernada menyindir.
"Tangannya lagi luka, apalagi hatinya pas liat semalam pacarnya lagi boncengan sama cewek lain..." Febby menyindirnya balik.
"Boncengan sama cewek lain? Semalam...?" Verrel membatin sambil mengingat bahwa semalam ia cuma membonceng mamanya. "Hahaha..." spontan membuat Verrel tertawa geli.
"Disindir orang bukannya mikir malah ketawa" cerca Febby.
"Jadi Febby cemburu nih sama pacar pertama aku"
Kata-kata itu membuat Febby semakin geram. Ingin sekali rasanya ia mencakar-cakar mukanya si Verrel yang sudah berani menduakannya.
"Nanti aku kenalin deh sama pacar pertama aku" lanjut Verrel tersenyum lebar karena berhasil memanas manasinya.
Febby tak bisa berkata-kata kecuali menelan ludah. Ingin jawab menolak, tapi ia juga penasaran siapa pacar pertama yang dimaksud Verrel. Akhirnya sampai juga didepan kontrakannya. Diwaktu yang sama, keluarlah Vani dengan tersenyum.
"Kenalin, ini pacar pertama aku" ucap Verrel kepada Febby sambil melirik Vani.
"Tante Vani...?" Tanya Febby ragu.
"Iya..." Jawab Verrel mengangguk dan mencium tangan Vani.
Febby jadi malu sendiri dan menyalami Vani. Tak berapa lama, muncullah Livia, Wira dan Aldo.

Ammar menggandeng Bella masuk ke kafe Segarra. Meskipun sebenarnya Bella enggan, tapi ia tak ingin menunjukkan ketidak sukaannya. Karena ia tak mau membuat Ammar malu. Apalagi kafe ini memang jauh dari pemandangan kendaraan dan polusi yang mengganggu, tentu menjadi hal yang diidamkan semua pasangan. Sehingga suasana kafe memang sangat ramai. Suasana kafe yang seperti nuansa Bali membuat Ammar dan bettah bisa duduk di tempat terbuka. Merasakan angin laut yang segar, dan pemandangan laut biru yang menakjubkan pikiran Bella terasa lebih adem.
"Sayang mau pesan apa?"
"Mmm terserah kamu aja" jawabnya pelan, tapi tiba-tiba matanya tak sengaja melihat Wahyu tengah bersama Mawar.
"Jadi papa kenal sama perempuan itu, berarti papa sengaja kerjasama untuk menghancurkan rumah tanggaku" Bella membatin.
"Lebih baik kita cari tempat lain aja yuk" ajak Bella menarik tangan Ammar setelah Ammar memesan makanan.
"Tapi kita udah pesen makan" Ammar masih enggan beranjak.
"Udah mendingan kita pergi aja dari sini" ajak Bella lagi sambil agak menutupi wajah agar tak terlihat oleh Wahyu.
Mawar nampak menyeruput minuman yang baru saja diantar oleh pelayan.
"Gimana dengan rencana kita om?" Tanya Mawar membuka pembicaraan.
"Kamu tenang saja, kamu tinggal jalanin apa yang om perintahkan" jawab Wahyu dengan santai.
"Apa om yakin Ammar bisa jatuh cinta sama aku?"
"Seratus persen yakin, apalagi kamu itu cantik, seksi lagi, laki-laki mana coba yang mau menolak kamu"
Mawar tersenyum sinis. Ia juga semakin pede dan sangat yakin akan berhasil mendapatkan laki-laki pujaannya. Sementara ditempat lain, Ammar menikmati hidangan yang disediakan pelayan cafe.

Di beranda kontrakan, Verrel asyik browsing-browsing tentang bisnis properti di laptop, tapi Febby malah senyum-senyum menatapnya.
"Jadi maksudnya Vibi, Tante Vani itu pacar pertamanya, terus aku pacar kedua dan terakhirnya Vibi gitu?" pancing Febby dengan berbisik di telinganya.
"Iya..." jawab Verrel gugup sambil menggaruk telinga.
"Kenapa telinganya?" Dengan berlagak bodoh Febby bertanya.
"Geli..." Jawabnya terbata-bata.
Sementara dari dalam Vani mengantarkan minuman.
"Kenapa aku ngerasa seperti ada sesuatu diantara mereka" gumam Vani melihat mereka.
Sedangkan Livia, Wira dan Aldo juga sibuk masing-masing mengerjakan tugasnya.
"Wah Tante tau aja kalau Aldo lagi haus" canda Aldo langsung menyambar segelas minuman.
"Tau dong, makanya Tante bikinin minuman seger, ayo minum dulu, biar tambah semangat ngerjain tugasnya" seru Vani tersenyum manis.
Dengan senang hati mereka menyeruput minumnya masing-masing, sedangkan Vani masuk kembali ke kamar.
"Oia janjinya Vibi mana?" Tagih Febby.
"Janji...? Janji apa?" Verrel malah bertanya balik.
"Kemarin kan Vibi kalah"
Setelah mengingat hal itu, Verrel jadi bingung. Jujur saja ia belum berani mengungkapkan cinta-cintaan secara langsung dengan Febby. Sedangkan yang kalah harus membuat sesuatu yang berbeda namun romantis.
"Terus Febby maunya apa?" Tanya Verrel terang-terangan.
"Febby nggak mau apa-apa kecuali hatinya Vibi" jawabnya dengan gemes sambil menunjuk hatinya.
"Ya udah ikut aku" ajak Verrel menarik tangannya.
"Eh mau kemana?" Tanya Aldo.
"Sebentar doang" jawab Verrel mengenakan helm kepada Febby.
"Vibii..." Cerca Febby menahan gereget.
"Hahaha..." mereka tertawa geli.
Ternyata helm yang dikenakan Verrel kepada Febby justru terbalik. Mungkin itu efek grogi atau apalah sejenisnya. Tapi itulah kekurangan Verrel yang tidak dimiliki oleh orang lain.
"Bisa nggak sih kalau deket aku jangan gagu" maki Febby menatap Verrel setelah Verrel membetulkan helmnya.
"Maaf..." Verrel merasa bersalah sambil menunduk.
Sulit bagi Verrel untuk bisa menatap matanya. Karena ia tau itu adalah kelemahannya bila di dekat seseorang yang dicintainya.
"Kok masih bengong?" Tegur Febby.
"Iya" pelan-pelan Verrel meliriknya sekilas sambil menahan takut.
Diwaktu yang sama Livia dan kedua temannya membereskan laptop dan buku-buku pelajaran yang masih berserakan. Mereka juga pamit pulang karena sudah selesai.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang