Mawar mengikuti mobil Ammar, sementara dibelakang Mawar sudah ada Beno yang terus memantaunya menggunakan motor cross.
"Saya akan ikuti permainan kamu Mawar" gumam Ammar sambil melihatnya dari kaca spion.
"Sepertinya motor itu ngikutin aku dari tadi...!" Pikir Mawar menatap Beno yang mengiringinya.
Demi menghindari Beno, Mawar mencari jalan pintas, tapi tetap saja Beno mengikutinya.
"Tu orang mau ngapain sih ngikutin aku terus?"
Tapi setelah beberapa saat, Beno sengaja berbelok kearah kiri, sedangkan Mawar terus lurus.
"Kemana perginya tu orang? Apa itu cuma perasaanku aja"
Ia menarik nafas dalam-dalam.
Disisi lain, Ammar ingin menyusul Bella dikediaman Vani. Tapi sebelumnya Ammar mampir terlebih dahulu di warung martabak Bangka.
"Pesanan saya udah belum mas?"
"Oia ini udah siap" sambil menyodorkan bingkisan martabak manis itu.
"Makasih ya bang" riang Ammar setelah membayarnya.
Sambil bersenandung mendengarkan lagu favoritnya, Ammar bersiul-siul. Tak membutuhkan waktu lama, sampailah Ammar didepan kediaman Vani. Dengan semangat Ammar memasuki rumah megah tersebut, karena pintunya memang sudah terbuka.
"Lho kok nggak bilang-bilang mau kesini?" Tegur Bella baru menyadari kalau Ammar sudah duduk santai diruang tamu.
"Tadi pintunya udah kebuka makanya saya langsung masuk"
"Oia kok sepi mama mana?"
"Mama barusan aja keluar, kemungkinan sih ke apartemennya papa"
"Memangnya papa ada di apartemen? Bukannya papa masih di penjara ya?"
"Papa udah bebas"
"Syukurlah kalau udah bebas, soalnya saya juga bingung mau minta bantuan sama siapa" keluh Ammar.
"Oia sayang mau minum apa?"
"Saya sih nggak mau apa-apa, cukup kamu tersenyum menemani saya, saya sudah merasa bahagia" rayu Ammar.
"Hmmm..." Bella tersenyum manis. "Tunggu sebentar ya" Bella ingin beranjak.
"Oia, ini saya bawain martabak kesukaan kamu"
"Ya udah sebentar ya, saya bikin minuman dulu, makan martabak tanpa minum kan tenggorokan bisa seret" canda Bella.
"Jangan lama-lama, saya masih kangen sama kamu hehehe..."
Si bibik yang tak sengaja melihatnya jadi iri.
"Duh den Ammar sweet banget sih..." Ledek bibik sambil mengikuti Bella.
"Ah bibik bisa aja deh"Lagi-lagi Febby dikejutkan oleh ceceran darah didalam kamar mandi. Ia sungguh ketakutan dan berlari keluar meminta pertolongan. Pada saat itu Verrel sedang keluar, sehingga Febby sendirian dirumah. Saking takutnya tanpa disadari ia menabrak Nasya yang sedang memegang bungkusan seperti makanan. Bungkusan itu terjatuh.
"Sorry sorry, gue nggak sengaja" ucap Febby dengan nafas tersengal-sengal.
"Lo kenapa? Kok kayak orang ketakutan gitu?"
"Itu, di kamar mandi ada..."
"Di kamar mandi ada apa?" Potong Nasya dengan cepat.
"Ada, ada darah"
"Darah?" Nasya semakin penasaran. "Masak iya ada hantu di siang bolong kayak gini?" Batinnya bertanya-tanya. "Lo tunggu disini biar gue yang ngecek"
Tak ingin sendirian akhirnya Febby mengiringi Nasya sambil memegangi bajunya.
"Udah lo nggak usah takut, mana ada siang-siang begini ada hantu atau sejenisnya" bujuk Nasya.
Jantung Nasya sedikit bergidik setelah membuka kamar mandi itu. Ceceran darah itu seperti darah asli bukan cet, namun tidak ada benda-benda yang bekas terluka atau apa kecuali tulisan "WINDA" terukir miring dikaca.
"Siapa Winda?" Nasya sangat penasaran, ternyata tulisan itu memakai lipstik berwarna merah.
"Winda, temen kampus kita yang meninggal karena bunuh diri" jawab Febby masih gemetar.
Nasya lalu memfoto semuanya sebagai bukti, lantas membersihkannya dengan air dan menghapus tulisan itu.
"Udah sekarang lo ikut gue" ajak Nasya.
"Kemana?"
"Ya kemana aja, pokoknya keluar dari sini"
Nasya menuntun tubuh Febby yang masih lemas sampai kedalam taksinya. Sampai di tempat tongkrongannya, Nasya berhenti dan mengajak Febby keluar menikmati matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Tak berapa lama Verrel muncul dan duduk diatas kap taksi itu bersama Febby, sedangkan Nasya kembali masuk ngambil pizza yang dipesan Verrel sebelumnya.
"Febby nggak mau lagi tinggal di kontrakan" ucap Febby.
"Aku ngerti, Nasya udah ngirim teror itu ke aku, nanti kita cari kontrakan yang baru aja"
Nasya nampak masih cemburu begitu melihat Verrel merangkulnya, tapi sebagai teman ia tak mau menunjukkan rasa itu kepada mereka. Ia takut kalau Febby salah paham.
"Oia, nih pesenan lo tadi" celetuk Nasya memberikan pizza itu.
"Eh udah lo beliin" sambut Verrel.
Verrel kemudian melepaskan rangkulannya dan membuka pizza itu. "berapa duit nih?"
"Udah nggak usah, lagian lo udah kayak sama orang asing aja sih, kita kan temenan dari kecil jadi lo nggak usah sungkan"
"Sekarang Febby makan dulu ya, biar kita bisa langsung nyari kontrakan, mumpung masih sore" ucap Verrel kepada Febby disampingnya.
"Seandainya dulu gue ngungkapin perasaan gue sama lo, mungkin ceritanya akan berbeda" Nasya membatin sambil melirik kemesraan mereka yang menikmati pizza tersebut. "Gue duluan ya" pamitnya.
Lalu Verrel membantu Febby turun dari kap taksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...