Verrel dan Febby mendatangi kantor Sinema yang sudah dipenuhi oleh fans-fans mereka. Ada yang minta foto, namun ada juga yang menyodorkan spidol minta tanda tangan di bajunya. Verrel dan Febby begitu sabar menghadapi mereka satu persatu.
"Kalian sudah ditunggu pak Roland" ucap Rian diantara kerumunan.
"Sebentar aja bang, kasian mereka udah jauh-jauh datang" Verrel meminta waktu sedikit lagi untuk memenuhi keinginan fans-fansnya.
"Makasih ya kak"
"Seneng deh bisa ketemu langsung sama kak Verrel sama kak Febby"
"Makasih"
Verrel dan Febby membalas ucapan mereka sambil tersenyum manis.
Sementara didalam, pak Roland sudah berdiri sambil memikirkan sesuatu.
"Assalamualaikum"
Terdengar ucapan salam dari mereka.
"Masuk"
Namun saat mereka masuk, mereka berpapasan dengan Roy dan Rita sebagai peran pengganti mereka selama satu Minggu ini.
Roy menoleh sekilas menatap mereka.
"Pasti ini gara-gara mereka" bisik Roy kepada Rita yang beriringan dengannya.
"Apa sih hebatnya mereka sampai-sampai kita cuma dijadiin peran pengganti?" Sepertinya Rita juga tidak menyukai hal itu.
"Apa yang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Rian berada tepat dibelakangnya.
"Eh nggak ada apa-apa kok bang, kita cuma ngomongin masalah peran aja" Roy pura-pura bersikap seperti biasa saja.
Keluar-keluar dari ruangan pak Roland, wajah Verrel dan Febby nampak sumringah. Tapi Roy dan Rita memandangnya sinis.Di kantor polisi, Wahyu melenggang santai meninggalkan jeruji besi setelah ada polisi yang bilang kalau ia bebas. Lantas polisi itu mengantarkan Wahyu kepada Mawar dan pak Jaka diruang besuk yang sudah menunggunya. Wahyu sedikit terperangah melihat senyum pak Jaka, secara ia tahu bahwa pak Jaka adalah pengacaranya pak Roland yang sudah berhasil menjebloskannya ke penjara.
"Pak Wahyu tidak usah khawatir, karena saya sekarang berpihak pada Mawar" ucap pak Jaka tersenyum ramah.
"Jadi kamu yang membebaskan om?"
"Apa sih yang nggak bisa buat aku om, aku bisa melakukan segalanya"
"Tapi uang segitu tidak sedikit Mawar"
"Iya aku tau, tapi nggak apa-apa, asal om mau membantu aku untuk mendapatkan Ammar uang segitu nggak masalah"
"Ya ya ya, aku tau persis sifat kamu"
Wahyu kemudian berterimakasih pada pak Jaka dan pak Jaka berpamitan lebih dulu, karena ada hal yang harus ditangani.
"Ya udah, sekarang aku akan antar om pulang, udah lama kan om nggak bisa menikmati udara bebas"
"Ternyata kamu paling bisa membaca isi hati orang ya" canda Wahyu.
"Mari om"
Mereka berjalan menuju mobil Mawar yang terparkir didepan.Malam hari diruang tamu, Vani sibuk mempersiapkan berkas-berkas kantor. Vani benar-benar berniat ingin menjual sebagian sahamnya di PT Darmajaya kampusnya Verrel. Meskipun itu sudah sepenuhnya diserahkan kepada Bella, tapi Wahyu masih memiliki saham 50 persen.
"TING TONG TING TONG..."
Terdengar suara bel berbunyi mengejutkan konsentrasinya. Vani bergegas membuka pintu, namun antara percaya dan tidak ia melihat Wahyu bersandar didinding sambil menatapnya.
"Mas Wahyu..." Tegur Vani. "Mas Wahyu udah keluar?"
"Kamu lihat sendiri kan aku udah bebas, mendingan sekarang kamu siapin aku makan, aku laper"
"Iya iya mas" Vani buru-buru ke dapur mempersiapkan nasi dan lauk pauk dimeja bersama si bibik.
"Ngapain Vani ngacak-ngacak surat penting ini?"
Cercanya memeriksa semua surat-surat berharga tersebut. "VANI..."
Vani terkejut mendengar teriakan Wahyu yang memanggilnya.
"Ada apa mas?" Sambil buru-buru menghampirinya Vani bertanya.
"ini maksudnya apa?" Wahyu menyodorkan berkas-berkas tersebut.
"Mmm..." Mulut Vani seakan-akan tak bisa bicara.
"INI APA...?" Tanya Wahyu membentaknya.
"Tadinya aku, aku mau menjual sebagian saham kita untuk membebaskan mas" Vani menjawab dengan terbata-bata.
"Untuk apa? Aku kan sudah melarang kamu untuk menjualnya"
"Aku nggak tega liat kamu terus mendekam di penjara mas, aku nggak tega, seharusnya kamu mengerti itu" mata Vani mulai berkaca-kaca.
Setiap Wahyu membentaknya, ia hanya bisa menangis dan menangis. Selama Wahyu kembali bertemu dengan Naya, Wahyu semakin membenci dirinya dan juga anak-anaknya. Padahal Wahyu yang sudah membuat kesalahan fatal sampai membunuh Ayahnya Ammar. Vani masih bertanya-tanya kenapa harus keluarganya sendiri yang menjadi korban keegoisannya.
"Sekarang kenapa mas jadi seperti ini? Apa alasannya? apa hanya karena anak-anak kita menikah dengan anak-anaknya Naya?" Sambil tersedu-sedu Vani bertanya.
"Kamu tidak perlu tau alasannya Vani, karena aku masih mencintai Naya" Wahyu membatin.
Setelah lama saling berdiam diri, Wahyu keluar meninggalkan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...