Ahsan menunduk, menatap fokus ke arah sepatunya.
Sementara itu kedua pelatih, Aryo dan Richard, menatap mereka dengan tatapan serius.
Mereka berempat: Ahsan, Hendra, Liliyana dan Debby, pagi ini dipanggil ke ruangan pelatih sebelum latihan dimulai. Sudah tentu tujuannya adalah untuk membahas insiden yang terjadi di latihan kemarin. Kedua pelatih itu sudah menyuruh mereka berempat menceritakan kronologi kejadian kemarin, dari sudut pandang ke empatnya. Bahkan Richard yang ikut melihat kejadian itu secara langsung dari tepi hall, ikut menceritakan kronologinya juga pada Aryo.
"Coba deh ya, kalian resapi ini baik-baik. Nggak sekalipun, dalam benak gw, kalian bakalan ribut kayak kemarin ini. Gw sama Icad sengaja ngerotasi kalian antar sektor itu justru pengen bikin ikatan kalian sama temen-temen sektor lain jadi erat, bukan malah jadi renggang kayak gini" ujar Aryo.
Mereka berempat masih tetap menunduk.
"Tet, jujur gw agak kecewa sama lu sih. Padahal lu senior, tapi malah nggak bisa mengayomi adek-adek lu dengan baik" tegur Aryo, membuat Liliyana menggigit bibirnya.
"Lu juga, San. Sekalipun ada orang yang ngeprovokasi lu di lapangan, harusnya lu bisa ngatur emosi lu lebih baik lagi. Itu salah satu latihan mental juga, San. Jangan sampe nanti di pertandingan beneran, lu ga bisa ngatur emosi kayak kemaren" ujar Aryo. Ahsan hanya mengerutkan alisnya sesaat.
"Pokoknya, gw mau kalian berdua damai, hari ini juga. Nggak ada dendam-dendaman, nggak ada marahan berkepanjangan. Kita ini satu tim. Apa lagi Sudirman Cup udah makin deket. Kalian bisa aja tiba-tiba dipasangin sama orang yang nggak biasanya dipasangin sama kalian. Dan itu nggak ada tawar-menawar. Jadi tolong banget, jangan malah jadi renggang. Harus sama-sama bisa maafin, harus secepatnya move on dari masalah yang kemaren. Gw nggak mau liat ataupun denger ada ribut-ribut lagi di antara sesama penghuni Cipayung. Paham?" ujar Aryo tegas.
"Paham, koh" sahut ke empatnya.
"Butet, Ahsan. . .sini maju ke depan" panggil Aryo.
Mereka berdua melangkah ke depan, mendekati pelatih mereka.
"Salaman kalian berdua. Saling minta maaf yang bener" ujar Aryo, sambil menepuk bahu mereka berdua, yang kini tengah berdiri saling berhadapan.
"Maafin gw ya San, kalo kemaren gw terlalu keterlaluan ngeledekin lu nya" ujar Liliyana, sambil menyodorkan tangannya.
"Iya ci, saya juga minta maaf ya. Kalo kemaren saya marahnya keterlaluan" balas Ahsan, sambil menjabat tangan Liliyana. Mereka berdua berjabat tangan selama beberapa saat.
"Udah ya, kalian yang akur abis ini. Jangan ada ada ribut-ribut lagi. Kalo sampe ada kejadian kayak kemaren lagi, resikonya teguran yang lebih keras dari ini" ujar Aryo.
"Iya koh" sahut mereka lagi.
"Ya udah. Ahsan, Debby. . .kalian berdua boleh keluar duluan. Gw masih ada perlu sama Butet dan Kis" titah Aryo. Ahsan dan Debby langsung melangkah ke pintu itu.
Sementara Debby benar-benar langsung melangkah tanpa menoleh lagi ke belakang begitu pintu itu tertutup, Ahsan menghentikan langkahnya. Memilih, untuk kedua kalinya, berusaha mencuri dengar obrolan yang terjadi di ruangan pelatihnya.
"Gw heran deh, kenapa ada kalian lagi bahkan di kejadian yang paling baru?" ujar Aryo, sambil menatap Hendra dan Liliyana.
"Maaf, koh" sahut Liliyana, terdengar pasrah.
"Tet, coba deh tolong lu kalo ngadepin junior lebih sabar dikit. Nggak semua orang juga bisa nerima cara lu yang kayak gitu kalo ngajarin orang" keluh Aryo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...