66 - Thomas & Uber Cup '10 Preliminary (Part 1)

445 49 117
                                    

Ruang tunggu bandara itu sangat ramai, dipadati oleh kontingen Indonesia yang hendak berangkat dan juga kerumunan wartawan yang meliput keberangkatan mereka. Ahsan memilih berdiri di bagian belakang gerombolan itu, agak jauh dari barisan para wartawan karena ia merasa butuh sedikit space dari keramaian. Sambil menunggu kontingen itu lengkap, Ahsan berdiri sambil bersandar di tembok, memandang menerawang melalui kaca jendela bandara itu.

Pikirannya kembali terlempar ke hal yang sama, tentang apa yang ia rasakan dari semalam.

Semalam, ia sempat memikirkan tentang hari ini, hari keberangkatan tim Thomas & Uber ke Thailand. Ia tak bisa memungkiri sejak kemarin perasaannya terasa campur aduk tatkala dirinya teringat bahwa saat keberangkatan nanti ia akan bertemu dengan orang yang beberapa waktu ini sempat ia hindari.

Hendra.

Entah. . .ia juga bingung dengan dirinya sendiri. Di satu sisi ia merindukan seniornya itu, tapi di sisi lain rasanya ia masih ingin menghindar dari seniornya. Terkadang rasanya terlalu membingungkan. Tapi masalahnya, di hari keberangkatan sudah pasti ia tak bisa terus-terusan menghindari Hendra. Pasti akan terlihat aneh sekali jika ia benar-benar menunjukkan bahwa dirinya menjaga jarak dengan Hendra. Ia tak ingin suasana menjadi canggung.

Maka, sejak semalam. . .dari sebelum tidur, Ahsan mencoba berkata pada dirinya sendiri. Apapun yang terjadi. . .saat berangkat dan selama di Thailand ia harus bisa bersikap senormal mungkin. Tak peduli bagaimana pun suasana hatinya ataupun bagaimana kondisi perasaan terdalamnya saat ini.

Karena ini pertandingan beregu, ia tidak ingin mengacaukan semuanya hanya karena perasaan personal.


Ahsan dan rekan setimnya hendak berbaris menunggu antrian boarding, ketika ia menoleh ke sekitarnya dan baru menyadari ada sesuatu yang kurang.

"Koh Hendra kok belum keliatan ya? Apa saya yang salah liat ya?" ujarnya, pada rekan setimnya yang berdiri di dekatnya.

"Jangkis nggak ikut, San. Lo belum tau ya kabarnya?"

Ahsan langsung menoleh dengan cepat ke sebelah kanan, dimana Kido tengah berdiri tak jauh darinya.

"Nggak ikut? Maksudnya bang?" tanya Ahsan, benar-benar terkejut.

"Iya, beneran nggak ikut kita berangkat ke Thailand. Si Jangkis lagi sakit San, demam berdarah" ujar Kido.

Ahsan benar-benar terpaku saat mendengar kalimat itu dari mulut Kido. Hendra, seniornya yang menjadi andalan sektornya bersama Kido, tidak ikut dalam preliminary Thomas Cup ini?

Dan Hendra sedang sakit?

Sontak saja Ahsan merasa ada yang merosot di dalam dirinya.

Ingin rasanya, ia pergi dari situ.

Ingin rasanya. . .ia membatalkan kepergiannya menuju Thailand.

Entah kenapa. . .ada rasa sedih, kecewa dan juga khawatir yang tiba-tiba saja berpusar dalam dirinya saat ini.

"San"

Kesadarannya langsung ditarik kembali ke bumi. Ia langsung menoleh ke belakang, ke arah Alvent yang tengah menatapnya dengan pandangan bingung.

"Kok malah bengong sih? Itu loh antrian depanmu udah maju" tegur Alvent, karena Ahsan malah diam saja, bukannya maju ketika antrian di depannya sudah memendek.

"Eh. . .iya koh. Maaf" gumam Ahsan, sambil mendorong kopernya dan maju ke depan.

Sambil menunggu antrian itu memendek lagi, Ahsan kembali memikirkan hal yang sama.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang