Setelah selesai memilih kamar (dan Bona serta Ahsan lah yang mendapat kamar paling 'bagus'), mereka semua memilih untuk makan siang di restoran yang ada di dekat penginapan. Ahsan berdecak heran dalam kepalanya, karena jamuannya tidak main-main. Kido benar-benar mentraktir mereka sepenuh hati.
"Bang, ini ada angin apa sih bang sampe kayak gini?" tanya Bona, sambil menatap tak percaya pada jamuan yang terhidang di meja itu.
"Ya nggak ada angin apa-apa lah. Udah, makan aja, nggak usah banyak tanya. Giliran abangnya males nraktir dibilang pelit, giliran ditraktir kayak gini malah dibilang ada angin apa. Serba salah ya kalo sama kamu tuh" ujar Kido, sambil menghela napas heran. Membuat Bona langsung nyengir.
"Bersyukur aja napa Bon, bersyukur" ujar Rendra, sambil mengambil udang yang paling besar yang ada di piring itu.
"Bersyukur, bersyukur. . .terus udang yang paling gede yang diambil. Pinter banget emang taktiknya" sahut Bona, sambil memandang sirik kepada Rendra yang berhasil mendapatkan udang yang sudah diincar olehnya sejak tadi.
Rendra hanya tersenyum jahil sambil membentuk tanda "V".
"Udah, makan yang tenang kenapa sih. Nggak di asrama nggak disini ribut terus. Heran saya sama kalian" sahut Sigit, yang disambut oleh kekehan Hendra dan Kido.
"Kayak Ahsan dong tuh, diem-diem aja makannya" ujar Kido, sambil tersenyum jahil.
Ahsan langsung menghentikan suapannya dan memandang dengan ekspresi bertanya-tanya.
"Kenapa?" tanya Ahsan polos.
"Nggak, nggak kenapa-kenapa. Udah, makan lagi, makan lagi" ujar Bona segera, dengan senyuman jahil juga. Membuat Ahsan mengernyitkan dahi.
Sementara ia bisa melihat beberapa orang di meja itu tertawa kecil.
Apaan sih?
"Kita main paintball yuk!"
Ahsan berseru "Setuju" paling pertama ketika Kido mengusulkan ide itu.
Tapi setelah ia menjalankan permainan itu, ingin rasanya ia menarik kembali kata-katanya.
Ternyata, bermain Paintball bukanlah sesuatu yang menjadi keahliannya. Karena meskipun di lapangan ia mempunyai refleks yang cukup bagus. Nyatanya, ketika bermain Paintball, ia malah menjadi sasaran paling empuk di antara mereka semua. Karena bermain Paintball bukan hanya masalah siapa yang paling cepat. Tapi membutuhkan taktik, dan juga kesabaran.
Masalah kesabaran inilah yang menjadi bumerang untuknya, karena Ahsan yang paling minim dalam hal itu di antara mereka semua.
"Aduh!" seru Ahsan, setelah ia tertembak lagi. Untuk yang kesekian kalinya.
"Haha! Yessss!!!" ia bisa mendengar suara seruan Bona, yang ternyata sedang bersembunyi di balik pepohonan bambu yang tak jauh jaraknya.
Sialan!
Ahsan segera melepas helmnya dengan sebal, berjalan lunglai menuju titik utama, melewati Hendra dan Sigit yang sedang tiarap di balik ilalang rendah yang hanya berjarak beberapa meter darinya. Ia bisa melihat seniornya itu menoleh ke arahnya, menampilkan senyuman penuh simpati, namun ia sedang tidak mood membalasnya. Pikirannya tersita oleh seluruh rasa kesalnya karena sudah berkali-kali mati duluan di permainan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...