Mereka berempat baru saja masuk ke restoran itu, sambil mengobrol santai. Hendak menikmati makan siang pertama mereka setelah tiba di Odense. Ketika mereka baru saja duduk di sebuah meja dan sedang melihat-lihat buku menu, mendadak saja matanya menangkap sebuah figur yang sangat ia kenal tengah duduk di meja lain, yang hanya berjarak beberapa meja darinya.
"Eh, itu a' Opik kan ya?" ujar Age yang duduk di sebelahnya.
"Iya bang" sahut Hendra pelan, sambil masih memperhatikan Taufik.
"Sendirian aja itu anak. Suruh gabung ke meja kita aja kali ya?" ujar Alvent, yang langsung disusul dengan Kido yang melambai-lambaikan tangan ke arah Taufik. Mencoba membuatnya sadar dengan kehadiran mereka berempat.
Di saat yang sama Taufik tengah mengangkat wajahnya dan langsung tersenyum ke arah mereka, lalu segera melangkah ke arah mereka dan bergabung di meja itu.
"Sendirian aja si aa teh" ujar Age, saat Taufik baru saja duduk.
"Iya nih. Kalian baru aja dateng kesini?" tanya Taufik.
"Iya" sahut mereka kompak.
"Kalo tau kalian mau kesini juga mah mending tadi bareng aja ya" ujar Taufik sambil nyengir.
"Lagian si aa juga ga bilang-bilang mau makan siang di luar" ujar Age, sedikit protes. Taufik hanya kembali nyengir.
Mereka pun segera memesan makan siang mereka dan asik menikmati makan siang itu sambil berbincang. Selesai menyantap makan siang itu, mereka pun memilih untuk memesan kopi sebagai penutup makan siang itu.
Hendra menikmati kopinya dalam diam, nampak asik dengan pikirannya sendiri. Membuat Taufik menegurnya yang setengah melamun itu.
"Ngapain sih Hen bengong gitu? Serius amat" ujar Taufik.
Hendra mengangkat wajahnya sesaat, kemudian menurunkan cangkir kopinya.
"Nggak apa-apa kok, bang" sahut Hendra kalem.
Namun Taufik nampak masih memindainya. Seakan belum puas dengan jawaban standar dari Hendra. Membuat Hendra jadi kembali teringat sesuatu yang sempat ia pikirkan sebelum memulai perjalanannya ke Denmark.
"Kebetulan mumpung ada abang di sini. . .saya cuma mau minta tolong. Tolong mulai dari sekarang. . .abang jangan pernah ajak-ajak Ahsan, Bona dan Owi lagi buat pergi-pergi ke tempat kayak gitu. Kalo abang mau ngelakuin semua itu silahkan bang, itu hak abang. Tapi jangan samain kondisi junior-junior abang dengan kondisi abang. Kita sih enak udah di luar pelatnas bang, udah bisa hidup semau kita. Tapi mereka masih di bawah pengawasan dan aturan ketat, ga boleh sembarangan bertindak. Tolong abang inget-inget itu" ujar Hendra dengan ekspresi defaultnya.
Alvent, Age dan Kido hampir saja tersedak ketika mendengar Hendra membahas soal insiden waktu itu. Jujur mereka benar-benar tak menyangka Hendra akan seberani itu menegur seorang Taufik Hidayat, salah satu senior yang paling disegani oleh mayoritas junior di tim mereka. Oleh semua orang. Bahkan meskipun Alvent sendiri usianya setahun lebih tua dari Taufik, ia sendiri entah kenapa merasa agak segan untuk menegur juniornya itu. Ia merasa Taufik memiliki aura yang terkesan seperti sulit disentuh, selain karena ia juga tahu Taufik juga dikenal cukup temperamental jika egonya sudah disenggol.
Selama beberapa saat rasanya atmosfer di meja itu berubah seketika. Bahkan Kido saja nampak mengawasi keduanya dengan waspada, takut jika mendadak saja keduanya melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar obrolan macam ini. Mereka bisa melihat Taufik nampak menatap ke arah Hendra dengan ekspresi serius, membuat mereka berantisipasi tentang hal berikutnya yang mungkin terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...