161 - Obstacles (Part 8)

217 25 38
                                    

"San"


Ia menundukkan wajahnya sedikit. Sebenarnya ia sudah mendengar suara langkah kaki di anak tangga menara air itu, makanya ia tak terkejut ketika merasakan tangan laki-laki itu yang menyentuh bahunya pelan sambil memanggilnya. Hanya saja sebetulnya ia berharap tak ada satu orang pun yang menyadari kepergiannya dari tempat itu.


Dari acara apresiasi juara All England tahun ini.


Ia bisa merasakan Hendra yang baru saja duduk di sebelahnya, dengan lutut Hendra yang bersenggolan dengan sisi luar pahanya. Ia hanya bisa berharap semoga laki-laki itu tak banyak bertanya padanya, karena ia sedang ingin menenangkan diri.

"Kamu ngapain sendirian di sini, San?" tanya Hendra, dengan nada yang netral.

"Nggak ngapa-ngapain, koh. Pengen aja" gumam Ahsan pelan.

"Kamu kepikiran soal hasil All England?" tebak Hendra.

Ahsan memilih diam, membiarkan pertanyaan itu begitu saja. Membuat Hendra menghela napas pelan.


Kayaknya iya deh.


"San, udah ya nggak usah dipikirin lagi yang udah lewat. Mungkin belum waktunya aja" ujar Hendra sambil menepuk-nepuk pelan bahu Ahsan.


Tiba-tiba saja Ahsan merasakan lonjakan emosi lagi, membuatnya gagal menahan mulutnya agar tak berbicara.


"Sampe kapan, koh? Sampe kapan saya harus stuck di level yang sama terus kayak gini?" gumam Ahsan, tanpa menoleh padanya.

"San" tegur Hendra pelan. Membuat Ahsan langsung menyingkirkan tangan Hendra dari bahunya.

"Kadang saya mikir, mungkin saya emang nggak pantes ada di posisi paling atas. Saya nggak pantes gantiin posisi koko dan bang Kido. Mungkin emang harusnya saya tetep ada di posisi ke 2. Karena saya nggak mampu bersinar kayak koko dan bang Kido" ujar Ahsan pelan.

"Kok ngomongnya gitu sih? Jangan anggap remeh diri kamu sendiri dong, San. Kamu harus tetep optimis. Sekarang mungkin kamu ngerasa masih stuck, tapi kita nggak pernah tau kan siapa tau di turnamen-turnamen yang berikutnya giliran kamu yang bersinar. Jangan pernah menyerah, San. Ngerasa lelah itu wajar, tapi bukan berarti saat lelah kita milih buat langsung menyerah. Tetep semangat berjuang ya, San? Jangan pernah nyerah" ujar Hendra, berusaha membujuk Ahsan dengan lembut sambil mengusap-usap puncak kepalanya.


Ahsan kembali terdiam, tak merespon sama sekali. Membuat Hendra merasa agak khawatir dengan diamnya anak itu. Ia merasa jika Ahsan memilih memendam emosinya sendiri, tak ingin mengeluarkannya secara terang-terangan.


"Apa kamu nggak suka ngeliat Owi sama Lili menang, San?" tanya Hendra, dengan nada hati-hati.

"Bukan kayak gitu, koh. . ." gumam Ahsan, pada akhirnya.

"Terus karena apa?" tanya Hendra lagi.

"Saya malu, koh" ujar Ahsan setengah berbisik.

"Malu kenapa, San?" ujar Hendra bingung.

"Saya tetep seneng kok Owi sama ci Butet menang All England, saya salut sama mereka karena udah berhasil bawa pulang gelar yang gagal didapetin setelah 33 tahun" ujar Ahsan.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang