23 - PLM '09 (Part 2)

585 47 136
                                    

Ahsan membuka matanya.


Selama sesaat ia berusaha mengidentifikasi keadaan sekitarnya. Ia berada di dalam ruangan bercahaya temaram, dari berkas cahaya yang menyelinap di sela-sela ventilasi di atas pintu kamar dan juga cahaya yang berasal dari lampu teras di luar jendela kamarnya.

Ia kemudian tersadar sedang berada di kamarnya sendiri, di rumahnya. Di Palembang. Ketika ia hendak meraba sekitarnya untuk mencari handphonenya, ia merasa sikutnya menyentuh sesuatu yang hangat di atas guling yang ada di sebelah kanannya.


Dahinya langsung mengernyit. Kok kayak ada. . .


Ahsan membalik tubuhnya perlahan ke sebelah kanan. Terlihat wajah polos Hendra yang sedang tertidur lelap, hanya berjarak sejengkal dari wajahnya.


Dalam sekejap, Ahsan merasa waktu seperti berhenti sesaat.


Mata cokelatnya terfokus pada figur wajah itu. Wajah yang biasanya selalu terlihat datar atau terlihat serius ketika berdiskusi dengan pelatih dan saat mengamati permainan lawan dari bangku tribun. Wajah yang hanya menampilkan senyum sesaat ketika difoto saat podium dan setelahnya akan kembali terlihat datar lagi.

Tapi, ia sendiri beberapa kali menyaksikan langsung senyuman di wajah seniornya itu. Senyuman hangat, senyuman malu-malu dan sesekali senyuman lebar yang sebetulnya langka untuk terlihat pada kesempatan-kesempatan lainnya. Mungkin ia sendiri adalah salah satu orang yang cukup beruntung untuk melihat senyuman-senyuman langka itu, berbagi senyuman-senyuman langka itu, bersama orang yang sedang terlelap dihadapannya ini. Si pemilik senyuman langka itu.


Ketika Ahsan tersadar dari lamunannya, tangannya sudah separuh jalan hendak menyentuh rambut pendek Hendra. Bergerak sendiri tanpa ia sadari.


Ahsan langsung turun dari kasurnya secepat kilat, tak kembali lagi ke kasur itu hingga pagi.

@@@


[PLM '09. Day 2]


"Udah, San. Ayah bisa makan sendiri. Ayah nggak sakit kok"

Ahsan menurunkan tangannya, yang barusan hendak menyuapi ayahnya lagi.

"Nggak sakit gimana? Buktinya ini ayah lagi di rumah sakit" ujar Ahsan, sambil mengernyitkan dahi.

"Itu karena dokternya aja yang masih nggak mau ngebiarin ayah pulang. Padahal ayah udah minta pulang dari kemarin" sahut ayahnya.

Ingin rasanya Ahsan memutar matanya. Ayah tuh suka menyepelekan kondisi tubuhnya.

"Udah, ayah nggak usah macem-macem. Pokoknya kalo dokter bilang belum boleh pulang, ya belum boleh pulang" ujar Ahsan.

"Ahsan, daripada kamu terus-terusan di rumah sakit seharian, jauh lebih baik kamu ajak Hendra keliling-keliling kota. Ajak dia lihat semua sudut kota kelahiran kamu. Pasti ini pertama kalinya ke Palembang, ya kan nak?" ujar ayahnya Ahsan, sambil menoleh pada Hendra di akhir.

Hendra langsung tersenyum malu sambil mengangguk.

"Iya, betul pak ini memang pertama kalinya saya kesini. Tapi nggak usah repot-repot, saya kesini niatnya mau nemenin Ahsan aja. Bukan untuk liburan" jawab Hendra.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang