74 - Thomas & Uber Cup '10 (Part 3)

431 45 98
                                    

Setelah beberapa lama Hendra hanya mengusap-ngusap rambut jabrik itu, mencoba menenangkan Ahsan dalam diam. . .tahu-tahu ketika Hendra tersadar suara isakan Ahsan sudah tak terdengar sama sekali. Ia mencoba menunduk, melihat kepala anak itu yang sekarang benar-benar tersandar sepenuhnya di dadanya.

"San?" panggil Hendra pelan.

Tak ada jawaban.

"Ahsan?" panggil Hendra lagi.

Tak ada respon apapun dari anak itu.

Hendra mencoba bergeser sedikit, bermaksud melihat wajah anak itu. Namun tubuh Ahsan langsung bersandar sepenuhnya pada dadanya.

Ahsan tertidur.

Hendra mau tak mau hanya menghela napas pelan sambil tersenyum samar. Lagi-lagi anak itu ketiduran tak pandang tempat, seperti ketika mereka berdua berada di rumahnya di Pemalang. Hendra pun memutuskan untuk mengangkat Ahsan dan membaringkannya di kasurnya. Hendra langsung menyelimutinya. Selama sesaat ia duduk di tepian kasur sambil memandangi Ahsan yang terlelap. Tangannya menyentuh dahi Ahsan, memastikan suhu tubuh anak itu. Untungnya suhu tubuhnya normal. Ia juga bisa melihat wajah Ahsan sudah tidak pucat lagi. Mungkin teh yang tadi ia buatkan untuk Ahsan benar-benar membantu.


Hendra mengecek handphonenya, jam yang tertera di layar menunjukkan waktu telah berlalu hampir 1 jam dari terakhir kali ia meninggalkan restoran hotel. Setelah berpikir sesaat, ia pun memilih untuk mencoba kembali lagi ke restoran hotel. Siapa tahu ia bisa makan lagi, mengingat tadi ia baru melahap sedikit dari porsi makan malamnya. Pada saat yang sama, ia jadi bertanya-tanya apakah tadi Ahsan sudah makan dengan cukup atau belum. Mengingat setelahnya anak itu pun malah muntah di toilet. Ia segera menghampiri tasnya, teringat bahwa ia masih menyimpan 2 bungkus roti cokelat yang ia bawa dari Indonesia. Ia letakkan roti itu di atas nakas di samping kasur, di dekat cangkir teh yang tadi Ahsan minum.

Sebelum pergi, ia mengusap perlahan rambut jabrik yang agak berantakan itu. Mencoba merapikan rambut itu sedikit.

Tidur yang nyenyak, San. Semoga besok kamu udah jauh lebih baik ya.

Hendra segera beranjak meninggalkan kamar itu. Sementara Ahsan sama sekali tak bergerak dalam tidurnya, benar-benar tertidur dengan nyenyak.


Ketika Hendra hampir mencapai restoran hotel, ia berpapasan dengan Kido yang baru saja meninggalkan restoran sendirian.

"Kis, lo abis dari mana? Kok tadi bilang dari toilet tapi malah nggak balik-balik?" ujar Kido.

"Oh iya, tadi abis dari toilet papasan sama Ahsan. Ahsan curhat sama saya, makanya tadi nggak balik lagi ke restoran" balas Hendra, Kido hanya menggumam paham.

"Eh iya, ngomong-ngomong soal Ahsan. . .anaknya pas curhat malah ketiduran di kasur saya. Jangan dibangunin ya, Do. Biarin aja. Biar malem ini saya tidur di kamarnya Age" lanjut Hendra.

"Hah? Ketiduran di kasur lo? Loh kok bisa?" sahut Kido, sambil mengernyit bingung.

"Ya gitu deh, curhatnya panjang lebar soalnya. Mungkin itu anak juga lagi kecapean kali, makanya ditinggal noleh sebentar, tau-tau udah ketiduran aja. Nggak tega juga mau banguninnya" ujar Hendra, beralibi.

"Curhat apaan emang?" tanya Kido penasaran.

"Biasalah" jawab Hendra.

"Ada kaitannya sama Bona?" lanjut Kido.

"Nggak sih, ini lebih ke hal yang menyangkut diri dia sendiri" sahut Hendra.

"Ooh. . .dikira ada kaitannya sama Bona" ujar Kido, terdengar sedikit lega.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang