Mereka baru saja berhenti menertawakan sesuatu, ketika tiba-tiba saja handphone Kido yang tergeletak di atas meja bergetar. Hendra bisa melihat sekilas nama "Bona" di layar handphone yang menyala itu, sebelum akhirnya Kido langsung mengambil handphone itu dan menerima panggilan masuk itu.
"Assalamuallaikum, Bon. Kenapa? Tumben nelfon abang jam segini" tanya Kido, masih dengan senyuman geli yang membayang di wajahnya karena tawa barusan.
Hendra yang juga masih tersenyum geli, memilih untuk menyandarkan punggungnya ke belakang, sambil menatap lampu yang ada di atas meja mereka. Hingga tiba-tiba saja ia mendengar nada serius dari ucapannya Kido.
"Kok bisa?" tanya Kido dengan nada yang benar-benar terkejut. Membuat Hendra langsung menurunkan wajahnya dan menatap partnernya itu, merasa penasaran dengan perubahan raut wajah Kido yang drastis.
"Terus sekarang kalian lagi dimana?" ujar Kido lagi, dengan nada yang masih sama seriusnya. Membuat Hendra semakin yakin ada hal yang serius terjadi pada Bona.
"Oke, oke. Abang langsung kesana sekarang, mumpung lagi sama Jangkis juga. Yaudah, tunggu ya Bon" ujar Kido, mengakhiri telepon itu.
"Kenapa Do?" tanya Hendra bingung, karena melihat ekspresi Kido yang benar-benar berbeda jika dibandingkan dengan sebelum mengangkat telepon itu.
"Ahsan jatoh dari pohon, Kis. Anak-anak lagi di rumah sakit sekarang. Ayo kita kesana juga" jawab Kido, sambil bangkit dari kursi itu dan cepat-cepat membereskan barang-barangnya yang tergeletak di meja itu.
"Jatuh dari pohon? Parah nggak?" tanya Hendra seketika. Kido yang menoleh padanya, bisa melihat raut wajah Hendra yang sangat berbeda dari biasanya.
Kido merasa ia belum pernah melihat ekspresi seperti itu di wajah partnernya selama ini dan ia tidak bisa mengartikannya. Entah itu ekspresi takut? Atau mungkin ekspresi khawatir?
"Nggak tau, Kis. Tadi Bona cuma ngasih tau kayak gitu aja, sama ngasih tau mereka ada di rumah sakit mana. Yuk, Kis!" jawab Kido. Hendra pun segera bangkit dan membayar tagihan makanan mereka, lalu mereka berdua segera meninggalkan tempat itu secepatnya.
Kido tahu Hendra biasanya tidak pernah ngebut, tapi malam ini Kido sangat yakin jika speedometer mobil Hendra menunjuk angka di atas batas aman berkendara di jalan tol.
@@@
Bona tak bisa berhenti mondar-mandir di depan ruangan gawat darurat itu, ia bisa melihat Tontowi yang tengah duduk sambil menenangkan Debby yang masih terus menangis. Sementara mas Sigit berdiri di dekat mereka, dengan kedua lengannya dilipat di dada. Sama-sama menunggu dokter yang menangani Ahsan keluar memberi kabar pada mereka.
"Bon"
Bona segera menoleh ke arah kanan, dimana ia bisa melihat kakaknya dan juga Hendra yang melangkah terburu-buru ke arahnya.
"Bang" gumam Bona. Tanpa sadar ia melangkah secepat yang ia bisa untuk menghampiri kakaknya dan langsung memeluknya.
Kido yang sadar jika Bona sedang kalut, langsung balas memeluknya sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Udah, udah. Nggak apa-apa. Pasti Ahsan bakalan baik-baik aja" gumam Kido, berusaha membuat perasaan Bona sedikit lebih baik.
Hendra beradu pandang dengan mas Sigit, maka ia pun segera melangkah mendekati mantan pelatihnya itu.
"Mas, Ahsan gimana?" tanya Hendra.
"Belum tau, Hen. Saya juga masih nunggu apa kata dokter. Tadi begitu Ahsan dibawa kesini, dokter langsung nanganin Ahsan, kami semua disuruh tunggu disini" ujar Sigit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Фанфик"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...