Mata cokelatnya berulang kali menatap layar handphone itu. Beberapa kali juga mata cokelatnya teralih pada salah satu sudut restoran itu. Sementara pikirannya terfokus pada suatu hal yang terus mengusiknya.
Hingga akhirnya dirinya pun menyerah dan memilih menekan tombol di handphonenya.
Laki-laki jangkung itu baru saja bangkit dari meja itu, ketika mendadak saja handphone yang ada di saku celananya berdering. Saat ia mengecek layar handphonenya, terpampang sebuah nama yang tak asing, yang tengah memanggil nomornya.
"Do, saya duluan ya"
"Mau kemana, Kis?" tanya Kido, yang masih menikmati makan siangnya.
"Ke depan duluan, ada telfon" jawab Hendra. Kido mengangguk padanya dan ia pun segera melangkah keluar kantin.
Ia memilih mengarahkan langkahnya ke salah satu kursi yang ada di luar gedung kantin itu, kemudian menekan tombol di handphonenya.
"Halo, San" sapa Hendra, sambil duduk di kursi itu.
"Halo, koh. Saya ganggu koko ya?" tanya Ahsan tiba-tiba.
"Nggak kok, saya lagi istirahat siang. Kenapa San?" ujar Hendra.
Ahsan terdiam sesaat. Entah kenapa tiba-tiba saja ia malah merasa ragu begitu telepon itu diangkat oleh Hendra.
"Nggak apa-apa, koh" balas Ahsan, mengelak.
Hendra tahu Ahsan menelepon dirinya tidak mungkin karena tidak ada apa-apa. Pasti ada sesuatu hal yang sedang mengganggu anak itu, pikirnya.
"San, ada apa? Kalo ada apa-apa kan saya pernah bilang. . .kamu bisa cerita ke saya. Kamu bisa cerita apa pun, San" ujar Hendra, dengan nada bicaranya yang khas.
Ahsan mengusap wajahnya perlahan. Ia sudah mempertimbangkan hal ini dari tadi. Tidak, malah sebenarnya sudah sejak semalam niatan ini terlintas di kepalanya. Niatan untuk bercerita pada Hendra.
Tapi kenapa. . .rasanya. . .terkadang sulit untuk mulai bercerita. . .
"San?" tanya Hendra, karena juniornya itu malah kembali terdiam.
Namun Ahsan masih tak bersuara juga.
"Ahsan" ulang Hendra, dengan penekanan.
"Saya. . .saya takut koh. . ." ujar Ahsan tiba-tiba.
Hendra yang mendengar kata-kata Ahsan langsung mengernyitkan dahinya. Takut?
"Takut kenapa San?" tanya Hendra bingung.
Ahsan menghela napas pelan. Sudah terlambat untuk mundur, pikirnya.
"Hari ini, koh. Saya takut sama pertandingan hari ini. . ." ucap Ahsan jujur. Ingatannya melayang kembali pada hari kemarin, ketika koh Herry memberitahunya bahwa dirinya kembali terpilih bersama Alvent untuk turun di partai Semifinal hari ini.
Ternyata karena kepikiran soal pertandingan hari ini ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...