135 - Untold (Part 8)

199 29 31
                                    

(Agustus 2010, setelah Macau Open)


"Tolong bicara pada Ahsan dan bujuk Ahsan untuk tidak memaksakan dirinya lagi ya?"


Ia melangkahkan kakinya memasuki ruang perawatan itu setelah dipersilahkan masuk oleh perempuan paruh baya itu. Dirinya bisa melihat juniornya yang terbaring di kasur yang terletak di sisi yang berseberangan dengan pintu masuk.

"Ibu tinggal dulu ya, nak" ujar perempuan itu. Dirinya hanya tersenyum sambil mengangguk pelan, dan kemudian melihat pintu kamar itu ditutup.


Ia pun segera menyapa juniornya itu dan mereka mengobrol ringan sesaat ketika dirinya telah duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur itu. Setelah mempertimbangkan sesaat, ia pun memilih untuk mencoba berbicara dengan anak itu, mencoba membujuknya agar tak terlalu memaksakan diri lagi saat melakukan terapi. Namun, seperti yang telah ia duga, anak itu langsung berubah menjadi defensif.

"Udahlah, koh. Saya tau kok apa yang baik buat diri saya sendiri. Koko nggak usah ikut campur" balas Ahsan jutek.

"San" ujarnya dengan penekanan. Masih mencoba membujuk anak itu.

Namun anak itu malah langsung memunggunginya.

"Saya capek koh, mau istirahat" balas Ahsan, tanpa menoleh padanya.


Dirinya hanya bisa menghela napas pelan. Jujur saja, dirinya merasa sedikit sedih melihat Ahsan yang masih saja keras kepala bahkan ketika hal itu bisa membahayakan dirinya sendiri.


Ia masih bisa mengingat dengan jelas memori hari itu, ketika Kido mendapat kabar dari Bona bahwa Ahsan jatuh dari pohon dan dilarikan ke rumah sakit. Saat mendengar kabar itu dari mulut Kido ia benar-benar terkejut dan merasa sangat khawatir, karena dari nada Kido yang berubah saat mendengar penjelasan Bona, ia bisa merasakan jika kecelakaan itu cukup serius. Dan ketika dirinya tiba di rumah sakit, saat ia bisa melihat Ahsan untuk pertama kalinya waktu tim dokter hendak membawanya ke ruangan Radiologi, ia bisa melihat lengan anak itu yang dipenuhi oleh luka-luka kecil memanjang. Luka-luka yang didapatkan karena ketika terjatuh tubuh anak itu terkena ranting-ranting pohon. Ia merasa benar-benar khawatir ketika melihat anak itu yang masih belum sadar juga, takut jika anak itu mengalami cedera yang sangat serius. Pada saat itu ia terus berdoa dalam hati, meminta pada Tuhan agar Ahsan cepat sadar dan dilindungi dari cedera parah. Ketika akhirnya anak itu sadar, ia menyaksikan dengan jelas ketika anak itu mengerang kesakitan saat dokter tengah melakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui respon anggota tubuh anak itu. Melihat Ahsan kesakitan seperti itu karena obat penahan sakit yang tidak bisa langsung diberikan hingga pemeriksaan awal itu selesai, benar-benar membuat hatinya terasa diremas. Ia tak tega melihat Ahsan mengerang kesakitan seperti itu.

Dan sekarang, ia juga tak ingin anak itu malah menyakiti dirinya sendiri. . .membuat dirinya kesakitan lagi seperti hari itu. Ia hanya ingin anak itu cepat sembuh, ia hanya ingin anak itu tidak kesakitan lagi.


Karena ia peduli pada anak itu. Ia khawatir pada kondisi Ahsan


"San, saya mohon. . .jangan maksain diri kamu sampe ngorbanin tubuh kamu sendiri. Saya tau kamu pengen cepet-cepet bisa tanding lagi. Tapi bukan seperti ini caranya, San" ujarnya, sambil meraih puncak kepala anak itu dan mengusap pelan rambut jabriknya.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang